Mengharapkan Surga? Bagaimana Mungkin?
Posted: Kamis, 21 Agustus 2014 by Divan Semesta in
Ini kepalang tanggung nih, sekalian membicarakan kekerasan pada tulisan
sebelumnya (Melampaui Anarkisme). Baru saja saya menemukan sebuah tulisan yang
menyatakan bahwa Islam adalah agama teror. Saya hanya tersenyum saja. Kebetulan
yang menyatakan Islam adalah agama teror adalah –kemungkinan besar—anak Anarko.
Ok, bolehlah ditambahkan lagi, Komunis juga boleh.
Ini lucu juga, karena beberapa bulan yang lalu ada orang
yang mengeluhkan hal yang sama. “Kenapa ya Mas?” tanya seorang Ibu yang matanya
sipit, kepada saya. “Orang Islam suka bunuh-bunuhan!”
Saya ketawa.
“Iya bunuh-bunuhan,” ia mengetahui ketawa saya, ketawa
mempertanyakan. Maka ia melanjutkan. “Bukan cuma itu, orang Islam itu kok gak
peduli sama penderitaan sesamanya ya? Bukannya cuma gak peduli, tapi ngadalin!
Meres!” Hal ini ia keluhkan, pasalnya, hanya sedikit orang Islam yang disekitar
dia mau memperdulikan nasib saudara kita yang hijrah dari Rohingnya ke
Indonesia. Tepatnya ke sekitar daerah Cisarua. “Katanya Islam itu penuh
kepedulian, tapi kok begini ya.”
“Ibu non muslim?”
Ternyata si Ibu ini muslim. Ia menjelaskan bahwa dirinya
mualaf, dan fakta yang ada dihadapannya sungguh mengganggu dia.
“Bu,” saya sampaikan padanya. “Kalau ibu menyesalkan
kekerasan atas nama agama maka semua agamapun memiliki potensi melancarkan
kekerasan. Kalau Ibu mempertanyakan ketidakpedulian, pemerasan, orang Islam
suka ngadalin, maka coba deh Ibu jangan liat di Indonesia. Itu di Mexico orang
Kristen banyak yang dipenjara, merkosa, masuk dalam sindikat narkotik, jadi
musuh negara. Bunuhin orang tak bersalah, nembakin juga!”
Si Ibu diam. Mikir.
“Nah, ibu mau milih agama apa? Hindu? Orang Hindu juga
suka ngebunuhin. Baca aja koran. Liat aja India kayak gimana kejahatannya.
Terus kalau bimbang, Ibu mau milih agama apa?”
Dia diem juga. Mikir.
“Budha? Lha itu yang ngebunuhin orang Rohingnya siapa?
Yang ngusir siapa? Dari delapan juta orang yang tersisa tinggal ratusan ribu
orang. Lha, trus Ibu mau milih agama apa?”
Diam. Mikir.
“Kalau Ibu milih gak beragama, maka orang Komunis juga
suka ngebunuhin orang Bu! Liat aja itu di China banyak juga yang Komunis. Nggak
cuma Komunis. Yang nggak percaya Tuhan juga bunuhin orang. Nah trus Ibu mau
apa?”
Si Ibu ketawa.
Disanalah letaknya. Si Ibu faham maksud saya, bahwa
melihat agama melihat keyakinan entah Atheisme, Anarkisme, Agnostisme,
Komunisme, Kejawen, Sunda Wiwitan jangan melulu melihat dari apa yang dilakukan
pemeluknya. Lihat dulu keyakinan dasarnya. Liat dulu epistemologinya (ini saya
nggak ngomong dengan si Ibu ya. Saya ngomong dengan yang baca).
Kalau semua dilihat dari pemeluknya, ya nggak akan beres.
“Tapi kan Islam memang mengajarkan kekerasan!” kata
seseorang. “Banyak ayat-ayat yang mengilhami munculnya kekerasan!”
Oke saya akan sampaikan tiga hal sederhana. Saya akan
ceritakan tiga kisah super singkat mengenai muslim mujahid yang perilakunya
diidentikan dengan tindakan terorisme, ya tiga buah kisah yang mungkin akan
mereduksi makna kekerasan yang kamu dapatkan dari media masa terkait Islam.
1. Mullah Umar
Wajahnya menyeramkan bukan karena ia dilahirkan dalam keadaan buta sebelah
matanya. Mata Mullah Umar hilang dalam pertempuran. Beliau adalah orang yang
mengawali pergerakan yang dianggap menakutkan, bernama: Taliban
Kisah pembentukan Taliban ini adalah kisah yang sederhana
namun sangatlah kuat. Kisah ini sama halnya dengan keadaan daerah yang
–mungkin—berpuluh kali seramnya dengan daerah Cicadas dengan gang 1000
punten-nya (katanya dulu, kalau gak bilang punten dibacok!) atau seramnya
sebuah daerah melebihi Pasar Ular di zaman dulu, atau apa ya? Ya, mungkin yang
lebih tepat seperti daerah daerah yang dikuasai sindikat narkotika di Amerika
Latin.
Jika kejadiannya seperti itu apa yang dilakukan oleh para
pendidik? Oleh universitas? Lembaga pendidikan agama ketika aparat keamanan
sudah tidak bisa mengendalikan keamanan? Berdiam diri.
Kembali pada keadaan daerah yang didiami Mullah Umar pada
saat itu, maka ia yang pernah dijuluki The Giant Man itu kemudian berpikir,
bagaimana mungkin saya bisa belajar dengan tenang sementara orang banyak yang
dibunuh, digorok, dikarungi dan mayatnya dibiarkan membusuk tak ada yang
mengurusi, tergeletak di pinggir jalan. Bagaimana mungkin saya bisa belajar
jika penculikan, pemerkosaan, pembegalan berlangsung dimana-mana dan tak ada
yang menghentikan termasuk pemerintah. Maka, dari alam berfikir itulah ia
mengangkat penanya, dan mengatakan dalam setiap forum-forum Jihad ataupun
interview bahwa semenjak diangkatnya pena itu berdirilah Taliban. Langkah
pertama semenjak pemikiran itu muncul, ia melobi orang-orang di berbagai
lembaga pendidikan tetapi hanya sedikit yang menyambutnya, hingga kemudian
Allah memberikan pertolongan. Beberapa orang, hingga berpuluh orang kemudian
menyatakan baiat-nya. Orang-orang yang menyampaikan baiat untuk berperang
mengamankan situasi dan mempertahankan keamanan itu dengan penegakan Syariat
Islam, disebutlah sebagai Taliban. Cerita mengenai Mullah Umar tentulah
panjang, tetapi saya akan menceritakan satu saja.
Kamu tahu peledakan patung Budha Bamiyan yang mengegerkan
itu? Saya, penyuka sejarah, penyuka budaya. Manakala mendengar patung raksasa
Budha Bamiyan diledakan saya pun gelisah, bahkan sempat menggelengkan kepala,
menyesalkan dan mengutuk, ya seperti arkeolog-arkeolog yang mengangkat kisah
peledakan ini di BBC atau Reuters. Namun anggapan saya tiba-tiba berbalik
karena saya menemukan sebuah kisah dibalik peledakan patung Budha yang
kemungkinan patung terbesar di dunia itu.
Sebuah buku berkenaan dengan biografi Mullah Umar
menyampaikan bahwa peledakan itu berdasarkan banyak pertimbangan, termausk
pertimbangan syari, pertimbangan lingkungan, dan pertimbangan kemanusiaan.
Dari sisi pertimbangan kemanusiaan, Mullah Umar
mengatakan bahwa kondisi Afghanistan ketika dikuasai Taliban pada saat itu
tengah dilanda kelaparan. Paceklik dimana-mana. Ketika begitu banyak orang yang
kelaparan dan mati, tiba-tiba sebuah lembaga internasional menggelontorkan dana
ratusan milyar untuk merenovasi patung tersebut. Mullah Umar tersinggung. Ia
beranggapan, bagaimana mungkin patung bisa dibandingkan dengan kondisi ekstrim
yang akan dihadapi manusia: kelaparan dan kematian? Dengan sikap khas orang
Afghan ia kemudian memerintahkan penghancuran patung Budha Bamiyan tersebut.
Kalau begitu Mullah Umar dan Taliban-nya tidak memberikan
porsi toleransi terhadap keberadaan agama lain? Agama Budha khususnya.
Ternyata, pertimbangan peledakan itu ia perhitungkan matang-matang juga dengan
melihat kondisi lingkungan, bahwa disekitar patung Budha Bamiyan itu sudah
tidak ada lagi penganut agama Budha (kalau masih ada tentu berbeda kasusnya).
Yang tersisa adalah orang yang mengaku muslim, tetapi mereka senantiasa berbuat
khurafat dengan memberikan sesajen/sesembahan pada patung Budha tersebut. Maka
–di satu sisi--- kita bisa melihat peledakan patung tersebut merupakan tindakan
pemimpin yang takut akan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya dihadapan
Allah, ketika ia dihadapkan di Yaumil Hisab, kemudian Allah mempertanyakan: mengapa
kamu membiarkan masyarakat yang berada di bawah kepemimpinanmu berlaku syirik?
Mullah Umar takut akan hal itu. Dan secara syari, motif yang dilakukannya
adalah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah pada saat menaklukan Mekah
(ketika masyarakat yang zalim menyerah dan secara umum menyatakan keimanannya
terhadap Islam), yakni membersihkan/merubuhkan patung-patung penyebahan yang
berjumlah lebih dari tigaratus buah.
Sekurang-kurangnya tiga motif itulah yang belum pernah
kita dengarkan dari media masa. Karena apa? Karena konsep al wala wal bara
dalam versi mereka (coba lihat glosarium)
Hm, selanjutnya mari kita beralih menuju negeri yang
subur. Sebuah negeri yang menjadi bagian dari pendudukan tentara Beruang Merah
Rusia.
2. Syamil
Basayev
Pada adalah seorang lelaki yang kepalanya dihargai 10 juta dolar oleh
Rusia. Dia adalah seorang lelaki yang dengan kejeniusannya membajak pesawat
maskapai penerbangan Aeroflot yang terbang ke Ankara Turki, untuk kemudian
melakukan jumpa pers demi memberitakan kepada dunia, khususnya negeri-negeri
muslim mengenai apa yang terjadi di Chechnya pada tahun 1991, yakni: penyerbuan
dan penjajahan terhadap muslim oleh Komunis Rusia.
Lelaki
ini merupakan pejuang besar yang jika kita melihat kondisi tubuhnya
semenjak tahun 2000 –akan—dipensiunkan jika ia bergabung sebagai tentara
Amerika atau Rusia. Mengapa? Karena semenjak tahun 2000 Syamil kehilangan
kakinya. Peristiwa yang melatarbelakangi hilangnya kaki tersebut pun
dipolitisir media Rusia. Bahwa pada tahun tersebut pada saat Syamil dan pasukan
tempurnya terkepung, mereka menjadikan sipil sebagai tameng pada saat melintasi
sebuah daerah yang ditanam ranjau oleh militer Rusia. Pada kenyataannya melalui
peristiwa ini kita bisa melihat peristiwa epik, bahwa pada saat Syamil dan
pejuang Chechnya berhasil meloloskan diri dari kepungan tentara Rusia yang
membombardir Grozny dengan bom yang diluncurkan pula dari pesawat-pesawat
tempur, mereka menemukan sebuah ladang ranjau bersalju. Pada saat itulah,
Syamil memerintahkan pasukannya untuk memposisikan sipil dibelakang pasukan.
Satu
persatu pasukan Syamil melangkah di atas salju tebal, satu meter, dua meter,
enam meter, lima belas meter... dan ranjau pun meledak. Anggota pasukan Syamil
satu persatu meninggal atau pun terluka, dan satu persatu diantara mereka
melanjutkan bukaan jalan agar pasukan Syamil dan sipil yang mereka amankan
dibelakang mendapatkan jalur yang aman. Hingga kemudian, Syamil Basayev sebagai
pemimpin mendapatkan giliran dan tak berapa lama kemudian ranjau meledak.
Ranjau itulah yang menyebabkan kaki Syamil diamputasi. Mungkin ia adalah
satu-satunya Jenderal perang yang memimpin peperangan dengan kaki yang buntung
hingga kematian menjemputnya.
3. Abu
Mushab Al Zarqawi
Lelaki pemberani ini telah wafat, setelah ditargetkan oleh pesawat tempur
yang mengirimkan rudal dilokasi kediamannya sementara (lihat Youtube). Lelaki
inilah yang menjad cikal bakal munculnya Islamic State of Iraq.
Gambaran keberanian mengenai lelaki yang memimpin jihad
global di bawah pasukan tempur Al-Qaida adalah, ketika banyak muslim yang masih
maju mundur dalam niat, untuk masuk ke Suriah, dan bergabung dengan Negara
Islam Iraq dan Syam (ISIS) sementara di dalam negara tersebut infrastruktur
sudah berjalan, pasukan tempur/tentaranya sudah berjumlah puluhan ribu, maka
keberanian macam apa yang dimiliki pada saat belasan lelaki berkumpul, dengan
memiliki keterbatasan sumber dana, persenjataan tetapi mereka berdiri tanpa
kawan untuk melawan pemerintahan zalim dan tentara pendudukan negara Adikuasa
Amerika? Keberanian macam apa yang mereka miliki? Ya, keberanian yang levelnya
ibarat bumi dan langit, atau mungkin planet Saturnus. Dan yang memelopori
keberanian belasan pemuda itu adalah Abu Mushab Al Zarqawi, seorang lelaki yang
–lagi-lagi-- dianggap pula sebagai monster oleh media, dan dipropagandakan
berperang dengan semangat barbarian, meledakan apapun, melukai siapapun,
menjarah sesuka hati, membunuh secara random. Tapi cobalah perhatikan, apa yang
beliau ucapkan dalam buku terbitan Al Jazera/penerbit dari Solo yang berisi
otobigrafi sekaligus penjelasan Abu Mushab Al Zarqawi terhadap tuduhan-tuduhan
yang dialamatkan padanya, serta nasihat untuk gurunya, ia mengatakan bahwa apa
yang dilakukan oleh pasukan tempurnya di Iraq, disesuaikan oleh adab-adab
perang yang menjadi pedoman Al Qaida dan bersumber pada adab perang yang
dijalankan oleh Rasulullah.
Pasukan tempur Abu Mushab Al Zarqawi acapkali melakukan penelitian
terhadap daerah daerah yang akan dijadikan tempat kontak/ambush atau
–tempat—yang akan ditanami ranjau. Ia dan pasukannya mempertimbangkan apakah
tempat itu sering dilewati oleh sipil atau tidak. Jika sering dilewati sipil
maka seringkali peledakan tidak dilakukan. Bahkan ada ranjau yang digali
kembali karena pertimbangan tersebut. Abu Mushab Al Zarqawi bahkan pernah
mengatakan, sebuah kata-kata yang membekas pada diri saya bahwa: Aku, tidak
akan membunuh orang atheis, penyembah berhala, dan penyembah api! Aku hanya
akan membunuh orang-orang yang memberikan bantuan kepada tentara pendudukan
Amerika!
Artinya apa? Perang yang dilakukan oleh Abu Mushab
melibatkan adab. Dan hal yang sama juga sesungguhnya dilakukan juga oleh Imam
Samudera. Tahukah kamu bahwa Imam Samudera mendapat info bahwa pada hari-H,
cafe di Legian akan menjadi tempat perkumpulan intelegen Amerika dan Australia.
Ia lebih dahulu melakukan penelitian/survei lokasi sebelum meledakan kafe di
Legian selama berbulan-bulan. Ia mengamati secara terperinci kapan ketika cafe
tersebut akan diramaikan. Menghitung-hitung pada jam berapa sipil sudah jarang
terlihat di lokasi. Dan tahukah kamu bahwa bom yang ia persiapkan adalah bom
kecil, bukan bom yang ia sendiri terkejut akan besaran ledakannya, yang
kemudian –para ahli—mengatakan itu sebagai mikro nuke.
Mengenai ada kemungkinan agen asing yang bermain terkait
besaran ledakan, Imam Samudera sendiri tidak menampik kemungkinan itu. Ia pun
bukan berarti merasa tidak merasa bersalah sama sekali ketika ada sipil yang
terkena ledakan yang tiba-tiba membesar itu. Di dalam penjara ia melakukan
puasa untuk menebus hal itu, dan memohon kepada Allah agar mengampuni kesalahan
yang tidak sengaja ia lakukan (cederanya sipil).
Kamu mungkin akan manja dengan memfokuskan bahwa puasa
itu memudahkan penebusan dosa Imam Samudera. Segampang itukah, dan pertanyaan
lainnya. Tetapi saya tidak akan memfokuskan hal itu, selain bahwa apa yang
dilakukan Imam Samudera adalah untuk menghabisi agen-agen Asing yang ia perkirakan/dan
ia teliti akan ada disana. Apa yang ia lakukan berdasarkan perhitungan yang
cermat, bukan seperti pemberitaan media yang hanya melihat aspek yang
menguntungkan saja. Bahwa apa yang dilakukan Imam Samudera sebagai balasan atas
tumpahnya darah muslim Palestina oleh Zionis yang didukung oleh negara
sekutunya baik itu Amerika atau Australia dan negara lainnya.
“Bukankah yang mati itu sipil!”
Jangan balik lagi ke belakang. Imam Samudera melakukan
penelitian dan mendapatkan info bahwa yang berkumpul pada hari H adalah
intelegen asing.
Imam Samudera menyimpulkan demikian. Bukan berarti kami
menyetujuinya. Bukan! Tetapi kami lebih memilih diam, ketika peristiwa
peristiwa kekerasan yang di shoot media masa kemudian diberitakan.
Karena apa? Karena media masa berpihak pada ideologi, pada nilai-nilai yang
menyokong tegaknya kekuasaan, entah Neo Liberal, entah rezim apapun yang
memusuhi Islam dengan bentuknya yang sempurna (bukan shalat zakat puasa, dsb,
tetapi sistem pemerintahan khas yang membedakan dengan sistem pemerintahan yang
ada saat ini). Kami lebih memilih diam, karena kami tidak tahu fakta lapangan
apa yang dilakukan mujahidin. Kami memilih diam karena mereka telah berniaga
dengan Allah dengan harta dan jiwa. Sementara Kita masih belum lulus ujian harta
dan jiwa. Sementara orang yang mengejek, melecehkan, menghinakan mujahidin
hidupnya bergelimang harta yang tak diperdulikan halal atau haram, berhubungan
sesama jenis, berlainan jenis selayaknya hewan, hidup dan berhura hura,
mengagungkan Anarkisme sementara dirinya masih shalat, sementara dirinya
mengaku muslim tetapi mendengar murotal Quran, melihat ayat Quran, kutipan
hadist seperti kepanasan, kemudian nyinyir dengan gerakan One Day One Juz
sementara disatu suasana hatinya disetel kebahagiaan manakala mendengarkan Anti
Flag, Bad Religion, Dead Kenedys, Dead Squad dsb. Sementara begitu bahagianya
ketika sebuah informasi ketika sebuah group Punk Legenda akan tampil di
Indonesia. Beginikah muslim? Pertanyakan pada dirimu! Apakah group group
band-mu itu akan menyelamatkan kehidupan setelah kematianmu? Tanyakan pada
dirimu apakah dengan melakukan hal itu kamu berhak mendapatkan
Jannah-Nya/Surga-Nya Allah? Tanyakanlah dirimu apakah kamu telah berlaku adil
terhadap para Mujahidin?
Pertanyakanlah!
njis uy ... beunang aing asa tergaplok kieu