Kelingking

Posted: Jumat, 17 April 2009 by Divan Semesta in
5

SAYA tak habis pikir. Orang Bumi Putera ini hendak menggolkan asuransi. Proposal sudah ia serahkan. Diajaknya sy bicara tentang keuntungan mengambil asuransi di perusahaannya.

Sy tidak fokus, atau lebih tepatnya tidak memiliki kehendak untuk fokus terhadap omongannya. Ya, ya, sy biarkan dia bicara agar proposalnya cepat sy ambil dan sy bisa menyelesaikan pekerjaan lainnya. Alih-alih mendengarkan, sy justru lebih memfokuskan pada tangannya. Jari tangan sales Bumipoetra ini jorok sekali. Sudah kukunya panjang, coklat pula.
“Bapak nanti sy kasi persenan kalau tembus.”
“Wah perusahaan sy tidak main seperti itu,” jawab sy.
Terbata-bata, lelaki itu menjelaskan, bahwa ia tidak mengambil uang perusahaan untuk diberikan ke saya. “Cuma memberi uang terimakasih. Ini dari keuntungan yang saya dapat. Saya tidak korupsi kok.”

Buat saya itu memang bukan korupsi tapi suap. Dan rupanya omongan yang saya selentingkan makin membuatnya tidak nyaman. Mimiknya mulai berubah. Sy tidak ambil pusing mengenai manuver apapun yang dia lakukan dalam usaha memperbaiki imagenya. Ya, fokus sy tidak kesana. Fokus sy cuma ke kelingkingnya. Jorok!

“Begini saja, nanti proposal ini saya sampaikan ke departemen yang bersangkutan,” sy memungkas.

Lantas saya meminta kartu namanya, dan menjanjikan kartu nama dan proposal dia akan sy sampaikan ke departemen yang bersangkutan. Lelaki itu berdiri. Kami berjabat tangan. Ia mengucap salam. Motor membawanya pergi.

Saat kembali ke dalam sy masih berpikir: jika orang ingin menggolkan proposalnya kenapa penampilannya asal-asalan. Penampilan yang baik ini terkait dengan kelingkingnya. Kelingking itu demikian kotor. Lha, bukankah sy terlanjur bersalaman dengannya? Huedew! Tun inji! Gilani!

* * *

Usai memberikan proposal, saya beranjak ke mushola. Di dalam mushola ada dua orang dalam satu saff (satu imam). Tahiat awal. Saya bersiap-siap, tetapi sy melihat ada dua buah telunjuk di bawah sy yang warnanya hitam. Allah hu akbar, kata imam. Lah kelingking imam warnanya hitam pula.

Oladalah, di ruangan itu cuma jari saya saja yang bersih.

Shalat hari ini jadi tak khusyu. Rupanya orang-orang pada ikut pemilu. Duh, saya benar-benar lupa bahwa pemilu itu diadakan.

Alhamdulillah.

5 komentar:

  1. Anonim says:

    ah bener tu kang critanya? emang waktu pemilu kantor ntm gak libur ta? kok masih ada sales berkeliaran?
    wah jangan2 bener2 lupa tuh klo hari itu hari pemilu...ha..ha..ha
    -Raind Nebula-
    oh ya, kemarin temanQ ada yang hampir kena tipu, kronologisnya sudah saya tulis di
    http://sevenlevel.wordpress.com/
    moga ja bermanfaat

  1. Libur. Pemilunya hari sebelumnya. Tintanya kan susah di hapus.

  1. Anonim says:

    Assalamu 'alaikum wr.wb....

    dari hasan abadi kamil
    (orang yang sering dikasih openmagz di bandung)

    nb:
    kemarin saya nyontreng :)

  1. Anonim says:

    Assalamu 'alaikum wr.wb..

    nyontreng tidak nyontreng kita tetap bersaudara....
    Jauhkanlah segala perbedaan kalau memang tujuan kita sama...
    Saya selalu berharap bahwa kita semua, yang memang ingin Islam ini tegak bertemu pada satu titik kesepahaman...Karena yang menyatukan hati-hati kita ini adalah Alloh SWT.
    Kalau pun sekarang saling ber-dialektika, mudah-mudahan itu semata-mata untuk dalam rangka memahami saudara seiman dan seislam-nya...bukan untuk saling menjatuhkan atau mentakfirkan...
    Setelah pemilu legislatif saya menahan diri untuk tidak larut dalam perdebatan pro dan anti demokrasi, golput dan non golput,
    buat saya semua itu tak ada artinya karena apa yang kita perdebatkan tak mengubah banyak realitas di masyarakat yang membutuhkan kerja2 nyata.

    saya tahu fajar dan fajar tahu saya...
    Sampai berjumpa di alam nyata...

    silahkan mampir ke blog saya yang isinya "tak ada manfaatnya"

    www.gangdelima40.multiply.com

    hasan abadi kamil

  1. divansemesta says:

    :) aih, udah lama nggak ketemu ya kang hasan. Secara general sy sepakat pendapatnya. Sy berkunjung ke blog ya....

be responsible with your comment