Skeptisisme

Posted: Jumat, 18 April 2008 by Divan Semesta in Label:
0

Skepticism (Greek skeptesthai, “to examine”), in philosophy,
doctrine that denies the possibility of attaining knowledge of reality as it is in itself,
apart from human perception.



Beberapa tahun lalu, seorang dosen berkata di depan kelas bahwa dirinya skeptis terhadap segala macam hal. Seorang lelaki yang duduk di depannya memperhatikan. Dosen itu tak tahu bahwa yang dikatakannya, membuat lelaki yang hadir itu tidak bisa tidur nyenyak di malam hari. Ia memikirkan kata skeptis yang keluar dari mulutnya.

Secara literal melalui obrolan, kamus dan ensiklopedia Encarta, lelaki itu mengetahui arti skeptis. Tapi bukan itu yang ia cari. Ia ingin mengetahui makna terdalam dari skeptis dan malam itu ia tidak mampu memecahkannya.

Ia mamahami bahwa pengetahuan tentang “skeptis” secara literal berbeda dengan pengetahuan “skeptis” yang mendarah daging, pengetahuan yang merasuk hingga pengetahuan itu menjadi poros bagi kehidupan. Pengetahuan literal itu pengetahuan beo, sedangkan pengetahuan kontekstual merupakan pemahaman yang benar-benar berbeda, sebab terasa berenergi karena dijalani dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah menyimpan kata skeptis, entah di dalam keriut pikirannya sebelah mana, lelaki itu terlelap. Dalam tidurnya ia begitu yakin, bahwa suatu saat kata skeptis bakal kembali membawa pemahaman baru baginya.

Waktu pun melesat, meminggirkan manusia yang berusaha menghalanginya, menyepak, mengkuntaow dan menggilas siapa saja yang memusuhinya. Lelaki itu tidak ingin ditinggalkan waktu. Ia diwisuda, lantas ingin merasa berharga, tak ingin sekedar berpengharapan namun minim usaha. Lantas, ia pun berusaha mencari kerja.

Setiap hari lelaki itu berusaha melihat pengumuman lowongan kerja di mana saja, entah di koran, majalah, di papan yang menempel di kampusnya atau rumahnya di dunia maya.

Suatu waktu, informasi berharga mengenai lowongan kerja datang saat lelaki itu browsing di warung internet dekat kostannya. Saku celana lelaki itu bergetar. Sebuah short massage menggelitik pahanya. Ternyata sahabatnya. Isinya?

{Aww. Gimana kabarnya?/Masih nganggur?/Gw ada info lowongan kerja dari om gw di franchise Dunkin Donuts. Katanya, Gaji yang ditawarin Tiga juta. Kalo lo mao masukin aja curriculum vitae, surat lamaran dan photo 4 x 6 yang terbaru. Besok gw mau masukin lamarannya. Lo mau ikutan?}

Di pagi yang mendung, informasi itu merupakan berkah yang datang padanya di pagi hari. Gaji tiga juta memang cukup mendebarkan karena bagi fresh graduate universitas manapun, tawaran gaji yang dikatakan sahabatnya merupakan tawaran yang besar Baginya sms tersebut membuat hidupnya bersemangat meski tanpa suplemen penjaga stamina, yang sering diiklankan di media masa.

Lelaki itu sejenak melupakan pencarian lowongan kerja yang dilakukannya di dunia maya. Antusias ia membalas sms sahabatnya menggunakan huruf capital semua.

{MAU DONG!} Dan layaknya seorang professional muda, ia menambahkan, {TAPI SPESIFIKASI KERJANYA MANA? KERJANYA APA?}. Dan sms dikirim.

Tak beberapa lama layar komputer bergoyang-goyang seperti air aquarium yang diaduk tangan. Dua pesan diterima. Yang satu dari mamanya, dan yang lainnya dari sahabatnya. Sudah barang tentu ia akan membuka sms sahabatnya. Lambat lambat penuh penghayatan lelaki itu membacanya. Tiba-tiba wajah lelaki itu menjadi merah! Ia marah, namun rasa malu dan sebal membuatnya ingin ketawa. Ia terguncang karena isi smsnya:

{Woi! Woi! Serius amat? Nih kerjaannya: SETIAP HARI LO BUKA RISLETING DI DAPUR, SAMBIL NGELUARIN ANU LU BUAT NGEBOLONGIN DONAT! JADI KAGAK? :D}

Lelaki itu merasa dilecehkan! Ia merasa seperti naik pesawat Sukhoi menuju awan gemawan tinggi menakjubkan, kemudian dilepaskan dan dibiarkan meluncur bebas tanpa parasut, lalu bruk! Pejret! Untuk menutupi perasaan yang membuat jiwanya down lelaki itu cepat membalas sms sahabatnya. Singkat dan padat!

{Gelo siah!},

Waktu pun bergerak cepat lagi. Menukik-nukik seperti paruh burung kasuari sewaktu mematuk sagu yang kebetulan menempel di rambut keriting bocah Irian. Kecepatan waktu mendatangkan keajaiban. Membuatnya lupa tawaran sinting sahabatnya.

Sebuah informasi datang lagi. Sahabatnya yang merupakan seorang aktivis masjid datang menemui dia sambil menjinjing surat lamaran kerja. dan duduk disampingnya. Setelah mengucap salam dan berbasa-basi sekedarnya, akhirnya topik pembicaraan sampai di maksudnya “

Lelaki itu senyam senyum, “Ei, ngomong-ngomong ada lowongan kerja buat saya nggak?”

“Nggak ada. Tapi sebentar,” Sahabatnya seperti kelupaan sesuatu. Ia membuka dan mengecek di layangan draft yang ada di handphonenya, “Eh ada! belum terlambat Je!”

“Lowongan apa?”

“Jadi typist. Perusahaan BUMN butuh tukang ketik free lance selama sebulan. Gajinya dua jutaan.”

“Gajinya besar amat” dan lelaki itu tak ingin kehilangan kesempatan! “Asoy! Mau dong beybeh!”

“Boleh deh, tapi kalau saya terus terang nggak mau ah, soalnya …”

“Soalnya apa?”

“Ngetiknya harus pake sarung tinju!”

Jreng! Jawaban sahabatnya membuat lelaki itu merasa hampa. Bayangkan, bagaimana mungkin mengetik dengan menggunakan sarung tinju? “Memangnya aku ini Chris Jhon?” keluhnya. Remuk sudah perasaannya.

Lelaki itu kembali dijemput pesawat. Kini ia tidak terbang teralu tinggi (karena sudah dua kali kejadian). Ia dibawa pesawat Cesna, dibawa terbang melingkari awan gemawan, lalu terjun bebas. Dan kali ini jatuhnya tidak terlalu sakit. Ia sempat membuka parasut sebelum badannya mendarat di jamban.

Semenjak kejadian menyebalkan yang terjadi rentet-berentet tersebut, akhirnya lelaki itu menjadi “jawara” kasus penipuan lowongan kerja. Maka ketika tawaran kerja bertubi-tubi kembali datang dari teman dan sahabatnya, lelaki itu tidak menampakkan reaksi yang berlebihan. Jika ada informasi lowongan kerja datang padanya, (entah yang serius, setengah serius atau tidak serius sama sekali) ia akan berterimakasih. Termasuk ketika dia mendapat tawaran menjadi babi, dengan gaji lima belas juta, sementara temannya hanya bertugas meniup lilin saja. Ngepet!

Lelaki itu sekarang masih ada. Ia masih hidup di dunia. Ia kini berwiraswata. Dialah lelaki yang menuliskan tulisan ini untuk kalian. Dialah lelaki yang the one and only ada di dunia. Dialah Divan semesta yang dengan kejadian itu sudah mencapai tahap kulminasi. Ya lelaki itulah, saya!

Manusia terbentuk dari lingkungan, pemikiran dan masa lalunya. Manusia terbentuk dari apa yang pernah dialaminya, dan betapa bodohnya jika manusia yang sudah melalu kebohongan tak terhitung banyaknya, tidak berfikir dalam dan membiarkan kejadian demi kejadian lewat begitu saja. Kedipan mata yang uncountless geraknya, ternyata hanya sekedar kedipan belaka. Tak ada perenungan di dalamnya, tak pendalaman yang sampai ke inti atomnya.

Apa kamu begitu juga? Sudah berapa kali kamu di bohongi, dipecundangi oleh aneka macam informasi yang datangnya dari subjek lain diluar dirimu. Dan apakah hingga saat ini kamu masih mempercayai subjek yang ada disekelilingmu? Bukankah kamu pernah dikadali oleh pemerintah mengenai daerah bernama Tembaga Pura padahal seharusnya Emas Pura? Bukankah kamu sering diajari untuk menghormati orang-orang yang memiliki garis keturunan ulama. Diajari untuk nunut atas apa yang dikatakan keturunannya, karena turunan ulama selalu benar, lalu surat kabar nasional memberitakan bahwa anak ulama yang kamu agung-agungi, kamu ciumi tangannya itu ternyata malah mengatakan kitab suci yang kamu muliakan sebagai “kitab seks!”

Dulu kamu menaruh kepercayaan pada perilaku penghafal Quran karenanya kamu memposiskan mereka di luar batas nalar manusia. Sewaktu kamu mendapatkan si penghafal Quran tengah melakukan kecurangan, pembobolan, mempercayai klenik, betapa tertegunnya O’.

Dulu kamu diajari masyarakat kampungmu untuk berhati-hati terhadap pohon beringin, sebab menurut cerita mereka, di balik ranting-ranting beringin itu terdapat genduruwo yang siap menerkam kamu untuk santap malam. Padahal semuanya dusta belaka. Padahal masyarakat kampungmu belum pernah melihatnya. Hasilnya kamu menjadi penakut! Ditakut-takuti sedikit mengkerut. Ditakut-takuti sedikit langsung mengeluarkan gerimis dari sela-sela paha.

Sahabat, sudah sejak lama kita dibohongi oleh subjek diluar diri kita dengan berbagai motif: hiburan, keinginan jahat, keinginan baik yang salah syariatnya, bahkan dibohongi oleh subjek yang tidak mengetahui bahwa dirinya berbohong. Sahabat, sudah sejak lama kita dibohongi lantas apakah kita masih mau percaya pada subjek yang ada di luar diri kita? Apakah kita masih mau percaya pada manusia lain diluar keberadaan diri kita?

Kita, semua orang tentu tidak mau dibohongi, tetapi mengapa kita terus menerus jatuh, kemudian bangun untuk jatuh lagi, terperosok lagi, terjungkir kembali hingga kita tidak sadar, bahwa dalam kehidupan ini kita tidak paham: keinginan untuk tidak ingin dibohongi! Kita tidak sadar: bahwa kita tidak memiliki kepekaan yang kuat untuk tidak dibohongi! Kita tidak memiliki tali besi yang kekar untuk dijadikan pegangan agar kita tak lagi dikadali! Kita tidak memiliki sebuah fundamen nilai agar kita tak bisa, atau setidaknya sulit untuk dipecundangi! Satu-satunya fundamen, satu-satunya pondasi yang harus dimiliki, dan yang akan menjaga diri agar diri kita tidak dibohongi, dikadali, dipecundangi adalah: skeptis!

Skeptis adalah fundamen terpenting dan terbaik dalam melakukan penjagaan diri! Skeptis adalah sebuah penetapkan diri kita sebagai otonomi penuh sebuah ruh dan tubuh!

Lantas, hikmah atau keuntungan macam apa yang bisa didapatkan seandainya kita skeptis?

Ada banyak hikmah yang bisa kita dapatkan seandainya kita mau menjadi skeptis. Jika kita skeptis maka kita akan menjadi individu super yang tidak mudah dihempas badai informasi yang bertujuan menembus keyakinan kita. Jika kita skeptis kita tidak akan mudah dimanfaatkan oleh subjek diluar diri kita.

Jika Kau seorang wanita yang hamil muda, maka Kau tidak akan mudah termakan iklan media masa mengenai susu kehamilan --yang terlalu dilebih-lebihkan khasiatnya. Jika Kau seorang remaja putri, maka Kau tidak akan bernafsu memborong obat jerawat anu yang datangnya dari Korea atau Ethiophia. Jika Kau seorang remaja putra maka Kau tidak akan mudah terpukau kehebatan senior, saat mereka menceritakan kehebatan diri yang terkadang ditambahi ‘gorengan dan kecap’ Jika Kau seorang ibu bertubuh subur dan gembur, maka Kau tidak akan begitu gampang diobjeki sales-sales obat pelangsing badan --yang terkadang-- terlalu banyak saos waktu bicara. Jika Kau seorang maniak baca maka Kau tidak serta merta termakan informasi dan pemikiran seorang penulis, sebelum benar-benar mempertimbangkan dan membanding-bandingkannya. Jika Kau seorang individu yang tergabung atau menjadi simpatisan sebuah gerakan, maka Kau tidak akan begitu saja tunduk oleh satu arus informasi sebelum mengecek kebenarannya --karena terkadang gerakan-gerakan politik menggunakan cara kotor untuk mewujudkan tujuannya, karena terkadang gerakan politik itu dipimpin oleh arus nafsu amarah dan syahwat kekuasaan serta harta jajaran depan pengurusnya.

Saat orang lain mengangguk-angguk dihadapan hegemoni kata yang membantu melapisi keanehan dan ketidak rasionalan sebuah pemikiran, skeptis adalah sebuah benteng pelindung paling tebal terhadap segala macam bentuk doktrinasi.

Skeptis adalah benteng terkuat yang akan melindungi kita untuk berani mengatakan “nanti dulu!” ketika orang lain mengucapkan “Ya!”, dan “Tunggu! saya akan berfikir dulu!” ketika orang lain mulai bergerak!

Skeptis akan menghalangi kita dari syak wasangka yang memudahkan vonis. Skeptis akan menghalangi kita dari hasutan teselubung yang bakal membuat ubun-ubun orang lain terbakar, mengepul-epul sampai hidungnya terbuka-tertutup seperti cerek. Sikap skeptis akan menjadikan diri kita memiliki oase di dalam kepala manakala kepala-kepala di sekeliling kita sepanas neraka.

Skeptis adalah sikap yang menempatkan keadilan di atas solidaritas semu persahabatan dan kekeluargaan. Ia akan mengkondisikan diri kita untuk tidak memberikan seratus persen kepercayaan kepada manusia manapun, bahkan pada orang yang terdekat dengan diri kita.

Ketidakpercayaan itu akan menjaga kita, untuk menyamakan porsi keadilan dihadapan sebuah kasus, yang melibatkan orang yang baru kita kenal dengan sahabat dan keluarga yang mencintai kita1)

Sikap skeptis seperti itulah, yang akan menjaga kita pada kejahatan terhadap kepercayaan mutlak terhadap manusia. Sikap skeptis seperti itulah yang akan membentuk diri kita menjadi individu yang memiliki kekuatan fikir dan ketangguhan mental: mengembalikan kepercayaan diri untuk meludahi dan menggergaji segala macam bentuk doktrinasi dan hegemoni. Sikap skeptis seperti itulah yang akan menghancurkan perbudakan manusia terhadap manusia lainnya untuk kemudian mengembalikan kepatuhan manusia kepada Rasul dan penghambaan diri hanya kepada Tuhan Semesta.

Saudaraku! Jiwaku! darahku! Kita bukan orang bodoh yang seenaknya bisa dicode bar-i! Kita bukan cyborg, bukan robot yang seenaknya bisa di perintah untuk melakukan apapun jua. Kita adalah manusia utuh yang memiliki kendali atas diri sendiri. Mulailah skeptis dan bertanggung jawab penuh terhadap diri sendiri! Mulailah memaknai kemerdekaan dan otonomi diri! Dan jika kau mau mengetahui maka inilah yang dinamakan EKSISTENSI!

-------------------
Kaki :
1) Adalah adil jika kita menyamaratakan mensederajatkan kepercayaan kita pada orang lain yang belum dikenal dengan sahabat dan keluarga yang mencintai kita. Memang derajat kepercayaan terhadap orang-orang “terdekat”, haruslah lebih besar ketimbang derajat kepercayaan terhadap orang lain yang atau baru kita kenal. Tapi derajat yang lebih besar itu, harus di tempatkan di dalam hati saja dalam sebuah penyelidikan perkara. Derajat kepercayaan yang lebih besar, tidak bisa dijadikan sebagai sebuah alasan bagi kita untuk berpihak pada orang terdekat dan menafikan kesaksian seseorang yang tidak, atau baru kita kenal, ketika menyelidiki sebuah perkara. Karena, meski memang benar sahabat dan keluarga yang mencintai, tidak memiliki keinginan buruk terhadap diri kita, akan tetapi mereka memiliki kekhilafan dan kelemahan sebagai manusia. Inilah keadilan. Inilah solidaritas mutlak persahabatan dan persaudaraan yang diikat oleh cahaya kebenaran.

0 komentar:

be responsible with your comment