Persahabatan

Posted: Jumat, 18 April 2008 by Divan Semesta in Label:
0


Tubuhnya besar. Seorang teman baru datang dari Jakarta. Ia seorang pemikir muda yang memiliki keinginan serta ketekunan untuk mendalami tetek bengek kerumitan yang sukar difikirkan orang awam. Ia mengetahui saya dari cuap-cuap berantai teman-temannya --yang membawa NC ketika datang ke tempat tongkrongan--. Seperti mimpi kali ye!, ia berharap bertemu. Saya seakan menjelma jadi artis --seperti Barbara Buehrer yang pernah saya temui di hotel Royal Dago--. Saya jadi ge’er sewaktu dia meng-sms saya untuk janjian. Mesra. He love me at the first read!

Pertemuan pertama terjadi di warung tegal yang atapnya terbuat dari seng. Saya tak bawa hadiah berupa karangan bunga. Dia tak bawa bungkusan berupa jam atau pernik lainnnya. Diantara kami tak ada Dewi Hughes --sebab pertemuan itu bukan realty show--. Yang kami bawa hanyalah kado kebersamaan yang saling kami tukarkan melalui jabat tangan dan sunging senyuman.

Di Sepember Ceria1) itu, saya pesankan dia menu special (mi goring telur plus teh dingin Sariwangi). Sekenyang dan setelah dahaganya hilang, saya bawa dia ke tempat pertapaan yang kondisinya berantakan seperti hotel Marriot seusai diledakkan. Saya malu atas kondisi kamar tapi saya punya alibi. Saya bilang Chaos AD2) yang terjadi merupakan perbuatan teman saya yang tak punya malu. Untung teman saya itu orangnya asyik. Dia tak peduli dengan keadaan kamar saya --yang dia inginkan hanya tukar pikiran. Kemudian ia mengangguk-ngangguk “Mana yang lain,?” lanjutnya penasaran. “Yang lain mana?,” saya jadi bingung. O ternyata dia menganggap dibawa ke markaz NC. Padahal, alamat yang ada di majalah cuma alamat kosan doang, bukan alamat kantor NC sebab NC gak punya kantor formil. Seolah agen asuransi yang sedang menjaring konsumen, saya meyakinkannya “Inilah markas NC!, selamat datang Puan!” Dia pasti kaget!, kalau tahu, markaz yang dijejak kakinya --yang ditempeli mata ikan--, baru dikunjungi tiga kali oleh kru NC. Ada baiknya saya merahasiakan supaya tidak kecewa.

Di hari-hari minggu dan bulan berikutnya, kami jadi sering jalan bersama. Dan kalau boleh ke-geeran --untuk kedua kalinya--, cewek-cewek pedandan ala komik Jepang pasti mencemburui!, sebab kami memang cuakep. Kalau kami jalan dan berbicara akrab, banyak cewek-cewek yang ngeliatin. Kayaknya cewek-cewek itu takut kalau kami berdua homoseks!. Tapi, tenang saja!. Kalemkan dirimu wahai wanita! karena saya bukan homo yang anti pernikahan tradisional atara Mars dan Venus, (gak tau dia he..he..he..).

Kami saling tertarik satu sama lain. Dalam konsep aura berarti energi kami saling mengisi dan menguatkan. Saya tertarik oleh pola fikir dan psikologis dia yang matang. Dan tahukah yang membuat dia tertarik pada saya?. Sewaktu sama-sama tengadah ke bintang-bintang di bukit Dago dia mengungkapkan ketertarikannya yang berawal dari kekentalan pemikiran kiri saya. Ia menganggap saya punya pisau analisis Marx. Ia anggap saya merupakan manusia kiri yang tak melupakan sisi spiritual. Secara gamblang dan berapi-api teman saya tercinta itu, mengatakan bahwa apa yang saya perjuangkan merupakan teologi pembebasan3) yang dapat disejajarkan dengan gerakan Sandinista, serta gerakan-gerakan romo-romo Amerika Latin dalam melawan penjajahan Kapitalisme di dunia ketiga.Saya tersenyum dan bertanya-tanya dalam hati “Apa memang segala sesuatu yang diikaitkan dengan perlawanan terhadap hegemoni gurita kapitalisme --adalah mutlak kepastiannya-- menggunakan alat atau metode Sosialime?”. --Dalam hati lagi--, saya merasakan konfrontasi sebentar lagi terjadi.

Ia yang beragama Kristiani menganggap saya memiliki persepsi yang sama mengenai keyakinan bahwa : agama telah diseret sedemikian rupa menggunakan tahta sucinya, mengukuhkan kerajaan Kapitalisme. Ia menjelaskan bahwa Vatikan yang merupakan sebuah sentral kekuasaan Katolik di muka bumi, sudah berabad-abad lamanya menjadi istitusi “binatang” yang menghisap sumsum rakyat miskin dan buruh tani hingga mereka teralienasi. “Gereja menjadikan orang-orang miskin tak menyadari jati diri dan hakikat kemanusiaan yang seharusnya mereka ketahui,” tambahnya. Masih menurutnya, kemunculan Kristus di tengah-tengah rakyat jelata dalam melawan penindasan telah selewengkan sedemikan rupa. Romo-romo, pastur-pastur --atau apapun namanya-- telah menyelewengkan ajaran Kristus yang dianggapnya sebagai ajaran Sosialisme yang paling tua.

Seandainya saya mengikuti alur pemikirannya maka saya akan serta merta menyatakan bahwa Islam adalah teologi pembebasan. Benarkah demikian?. Saya bingung untuk menjelaskannya. Ada ketakutan hubungan sosial kami menjadi retak seandainya saya utarakan pandangan tentang teologi pembebasan dengan membandingkan konsep yang dia memiliki tentang agama dengan Islam yang bukan sekedar agama. Tapi saya berusaha untuk positif thinking bahwa teman yang satu ini open minded. Saya harus bicara apa adanya. And here I come with my converhention!

“Memang benar Muhammad sang revolusioner dilahirkan dari kalangan jelata,” mulai saya kepadanya. Sembari ngorong, saya lantas menambahkan “begitu pula dengan nabi-nabi yang dirahmati sebelumnya --seperti Musa dan Isa yang kelahirannya merupakan pertanda keberpihakan manusia besar terhadap rakyat jelata--. Islam lahir keatas panggung sejarah untuk menerbitkan peradaban baru dalam bentuk revolusi spektakuler yang membawa keadilan. Islam terbit untuk melawan pemberhalaan manusia atas tuhan-tuhan pagan. Islam datang untuk menghancurkan kalung-kalung perbudakan Persia yang tak berperikemanusiaan. Pun juga, untuk menghancurkan kezaliman distribusi kekayaan yang dilakukan Romawi serta kerajaan-kerajaan lain yang melempang dari jalan lurus yang telah ditunjukan para nabi sebelum kedatangan Muhammad. Ajaran langit terakhir tersebut, datang untuk memanusiakan manusia.

Benar!, dalam perjalanan selanjutnya, di abad 21 ini nilai-nilai Islam diseret menjauh dari keasliannya. Ulama yang seharusnya mengangkat tangan terhadap perbudakan dan berteriak mencerca kezaliman, justru berada di bawah payung kekuasaannya. Fakta mengenai ulama brengsek, bukan semacam mitos Sisifus atau Raja Midas. Fakta tersebut dapat di telusuri dari sejarah yang merentang –menelanjangi mereka--, dari negara dunia ketiga seperti Indonesia hingga Negara kaya seperti Arab Sudi, Brunai dan Jordania. Ulama telah menundukkan kepalanya dihadapan kekuasaan tiran hingga rasio mereka menjadi pakem!. Ketika rezim nasionalis Arab Saudi memberlakukan pemerasan terhadap bagian tubuhnya sendiri (kaum muslimin) dengan menetapkan menetapkan visa dan passport bagi ummat Islam yang ingin ke tanah sucinya sendiri, mayoritas ulama malah mendukung rezim nasionalis ini. Di jalan raya Cipaganti Bandung, saya melihat bagaimana ulama berkolaborasi dengan pemilik modal, menakut-nakuti masyarakat melalui ancaman neraka yang dapat mengelupaskan kulit daging seandainya masyarakat melanggar Hak Cipta (bahkan untuk murattal-pun4) mereka kenakan tuduhan melanggar hak cipta). Di berbagai Negara ulama berbondong-bondong mendukung privatisasi air, listrik, dan kekayaan bumi yang seharusnya dikuasai oleh Negara.

Mayoritas ulama saat ini, menyeret Islam seperti halnya penunggangan institusi keagamaan yang dilakukan pastor-pastor dan romo-romo untuk membodohi masyarakat. Mengapa ini bisa terjadi?. Mengapa ajaran revolusioner yang dibawa oleh Muhammad, ajaran yang dahulu membakar individu dari Delhi hingga Granada dimandulkan oleh kekuasaan Kapitalisme?. Mengapa individu Islam menjadi sedemikan pasif, kehilangan daya kekritisan dan perlawananya? padahal Ali pernah menyatakan bahwa pemerintahan ideal akan berdiri jika rakyat jelata seperti kuli panggul, tukang mie ayam dan buruh pertanian, berani melontarkan kritikan dan mengangkat tangannya dihadapan kezaliman penguasa. Mengapa individu di dalam Islam (terutama ulama) sedemikian mematung, dihadapan kezaliman padahal the last prophet itu menyatakan “Panglima syuhada adalah Hamzah serta orang-orang yang menghadapi penguasa zalim dan kejam –kemudian mereka-- menyuruhnya berlaku baik dan mencegahnya berbuat jahat lantas –mereka-- dibunuh oleh penguasa itu”.

Kehancuran dari dalam merusak dunia Islam. Pelacur bersorban menduduki tahtanya disamping penguasa zalim dengan menyuarakan khutbah, menyuruh masyarakat tertindas untuk “sabar” agar mendapat 40 bidadari dibawah naungan surga. Kesabaran yang dikhutbahkan adalah manipulasi!. Kesabaran semacam itu adalah kesabaran candu yang mengakibatkan manusia menjadi batu yang dipecah hantaman kapak!, padahal Islam adalah ajaran yang menyuruh manusia menjadi Ibrahim si pemegang kapak!. Kesabaran yang diputarbalikan itu mengalihkan manusia dari pemahaman, bahwa manusia memiliki kekuatan besar untuk merubah semesta kepada pemahaman : manusia hanyalah objek yang dibentuk oleh lingkungan.

Aborsi dimensi ideology dalam Islam --salah satu penyebab terjadinya—diakibatkan karena otak ulama telah lama disumpal uang penguasa. Dihilangkannya dimensi perlawanan (dimensi ideologi) mengakibatkan Islam seolah-olah sejalan dengan pandangan Feurbach dan Marx terhadap agama, ketika membandingkan ajaran agama dengan Mitologi Yunani diambilnya “api suci” oleh Promohteus dari Zeus (bahwa Allah merupakan “Zeus” yang cemburu dan tak menginginkan manusia memiliki “api” kekuatan untuk mengelola alam semesta termasuk diantaranya mengubah kondisi kezaliman menuju keadilan). Padahal Allah memberikan manusia menjadi aktor dalam setiap drama yang dimainkannya dalam theater kehidupan. Islam memuliakan manusia hingga derajat tertinggi. Tuhan memberikan kekuatan dan menyuruh manusia menjadi subjek perubah, menjadi pengelola sekaligus penanggung jawab alam semesta (khalifah) yang pernah ditolak malaikat-Nya.

Islam bukanlah Teologi Pembebasan
Kembali ke titik permasalahan (setelah melenceng terlalu jauh) saya mengatakan pada teman saya, Islam bukanlah teologi pembebasan (penggabungan yang khas antara metode Marxis dengan sisi spiritual agama). Ajaran Kristen berbeda dengan Islam! sebab Islam memuat aspek pemikiran (thought) dan cara merealisasikan pemikiran melalui ideologi. Sebab Kristen (termasuk dan agama lainnya) tak memiliki sisi ideologis (seperti yang dijabarkan dalam tulisan pengantar ideology). Sebagai contoh untuk membuktikan perbedaan Islam dengan Kristen (dari beberapa sisi) ialah dengan mempertanyakan : apakah di dalam agama Kristen terdapat tata cara mendistribusikan kekayaan untuk ummat manusia?. Apakah terdapat aturan teknis cara pengangatan pemimpin sebuah Negara?. Apakah terdapat tata cara untuk pengelolaan tanah?. Apakah terdapat cara mengenai pembagian upah buruh?, Apakah terdapat tuntunan dalam mengadakan kerjasama bilateral atau multilateral?. Ajaran Kristen hanya memuat aspek ritual saja sehingga tidak bisa disebut sebagai ideologi. Akibat --ketidak adaannya pengaturan tersebut--, lantas bagaimana aktivis teologi pembebasan merealisasikan tujuannya?. Karena Kristen tak memiliki aturan berupa ideology maka untuk mengubah kondisi sosial masyarakat, aktivisnya menggolaborasikan ajaran agama yang dengan ajaran Marxis.

Ketika Islam disamakan dengan Sosialisme Kristus (teologi pembebasan) dan Sosialismenya Marx5) maka dengan berat hati, saya harus menyatakan “tidak!,” tetapi jika dikatakan sedikit mirip saya katakan “ya!”. Jika dikatakan mirip mungkin pada sebagian kecil aspeknya. Islam tetaplah Islam, Kristen tetaplah Kristen dan Sosialisme tetaplah Sosialisme4).. Islam memiliki dimensi spiritual yang tidak dimiliki Sosialisme –dan kapitalisme. Islam memiliki dimensi ideology yang mengatur sistem ketatanegaraan, militer, politik, sosial dan ekonomi, yang tidak dimiliki agama. Islam merupakan keyakinan bulat yang memiliki dua dimensi ideology dan spiritual.

Ketika saya memahami Islam sudah sempurna, untuk apa saya mengambil analisis Marx dalam menerapkan keadilan?, sementara standar keadilanyapun berbeda?. Untuk apa kesempurnaan mengambil sebuah keyakinan yang tak sempurna?. Seandainya saya mengambil pemikiran Islam kemudian memadukannya dengan Sosialisme, bukankah itu berarti : saya mengakui bahwa Islam memiliki ketidak-sempurnaan nilai perjuangan hingga harus dicangkokkan sedemikian rupa dengan teori perubahan sosial ala Marx?.

Saya katakan pada teman saya bahwa apa yang di utarakannya diawal merupakan tonggak perbincangan hangat yang bertujuan untuk menjalin peraudaraan antar sesama manusia melalui nilai-nilai yang memiliki persamaan. Saya menghargai itu, tetapi saya tetap pada pendirian mengenai Islam bukanlah teologi pembebasan!. Dan perbedaan pemikiran itu tidak akan menjadikan hubungan kemanusiaan kita, mengalami kemunduran kan?. Tidak! seorang revolusioner Islam tidak akan menjadi seperti itu. Revolusioner Islam adalah manusia yang mengajak setiap orang, duduk bersama dalam satu forum diskusi untuk memperbincangkan. Ia tidak mengganggu harkat seseorang kecuali --seseorang itu-- telah mengganggu harkat martabatnya selaku manusia yang memiliki nilai suci yang dimuliakan. Seorang revolusioner Islam adalah manusia yang tidak menghilangkan identitas --yang dengan identitasnya itu--, ia tidak memutuskan hubungan sosial antar sesama.

Dan tahukah kamu, respon yang di berikan teman Kristiani penganut teologi pembebasan yang saya cintai itu?. Damn! Ia tidak marah!. Senyumnya masih mengembang seperti adonan roti. Duhai alangkah anggunnya sikap yang satu itu!. Duhai! meski berbeda keyakinan Kami akan saling menghormati karena kami telah memahat prasati persahabatan melalui jabat tangan dan sungging senyuman!.

“Akan selalu ada masa dimana kita saling bersinggungan dan bergesekan. Dengan saling bertemu kita akan saling menghormati satu sama lainnya”.
(Hawe Setiawan)

Silahkan diunduh gratis, lagu gerombolan Anti Mammon, salah satu geng saya: bantu sebarluaskan ya...

http://www.reverbnation.com/antimammonindonesia/song/20155882-sigil-nimrodz?1336410755

Note:

1) Judul lagu yang dinyanyikan Vina Vanduwinata. (judul lagu yang dijadikan lagu immortal oleh dua pasang manusia yang kudoakan segera membuahkan keturunan!)

2) Judul lagu yang dibawakan Sepultura, group musik asal Brazil yang lirik-liriknya ditujukan untuk menggalang solidaritas antara kaum tertindas untuk melakukan resis and refuse!

3) Pada tahun 70-an. Di Amerika selatan mencuat gerakan radikal Teologi Pembebasan yang lahir karena kebencian terhadap keberpihakan gereja konservatif, pada Kapitalisme semu negara-negara Amerika Selatan. Gerakan ini menginginkan Kerajaan Allah bukan saja direalisasikan dalam “dunia masa depan” (akhirat) melainkan harus direalisasikan dalam kehidupan saat manusia berada di dunia. Gerakan teologi pembebasan diilhami oleh pribadi Isa Almasih yang saat awal kemunculannya membawa bendera pembelaan bagi kalangan tertindas.

4) Kaset berisi kalam Illahi

5)Mengutip majalah Syir’ah (edisi Muslim Komunis Kata Siapa Anti Tuhan?), seorang yang mengaku Komunis Muslim bernama Hasan mengatakan bahwa kekomunisannya tidak mengingkari keislamannya. Keyakinan PKI menurut Hasan justru sejalan dengan al Humazah ayat 1-3. Ayat ini menunjukkan, Islam mengutuk orang menumpuk-numpuk harta. Ini sama dengan PKI yang menentang kaum kapitalis. Marx mencita-citakak bangkitnya kaum tertindas. Menurut Hasan, hal ini juga tidak bertentangan dengan Islam, tetapi sesuai dengan surah al Qashash ayat 5-6 “Kami hendak memberi karunia kepada kaum tertindas (mustadafin) untuk menjadikan mereka sebagai pemimpin di bumi dan mewarisi bumi.

Majalah tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa Islam dan Komunis bisa berjalan, bisa disatukan, tidak bertentangan. Harus saya terangkan bahwa setiap ajaran yang ada di dunia sedikit banyaknya memiliki kemiripan. Sebagai contoh, antara Islam dan Kapitalisme terdapat kemiripan terletak dari apa yang pernah dikatakan Grossman mengenai earlier capitalism yang memuat aspek, semangat yang menekankan kesungguhan, berani berpetualang (venturesomeness), serta dorongan berinovasi (the urge of innovate); antara Islam dan Animisme serta Dinamisme terdapat kemiripan kepercayaan mengenai adanya hal-hal gaib diluar “dunia nyata” (dunia manusia); antara Islam dan Budha terdapat kemiripan ajaran mengenai hubungan antara manusia dan binatang yang harus selaras tetapi, apakah dengan adanya sedikit kemiripan itu dapat dikatakan Islam/muslim Komunis, Islam/Muslim Kapitalis?, Islam/Muslim Animisme?, Islam/Muslim Dinamisme, Islam/Muslim Budhism?, Demokrasi Islami (karena di dalam demokrasi katanya ada musyawarah mufakat), atau Perek Islami? (karena si pereknya menggunakan jilbab).

Sebagai contoh lain bagaimana memaparkan kekeliruan teman-teman di syir’ah adalah menggunakan perbandingan sebagai berikut : Kuda memiliki kaki empat, babi rusa memiliki kaki empat apakah dengan adanya kemiripan (kaki empat tersebut, kuda bisa disamakan dengan babirusa?. Kuda adalah babi rusa, babi rusa adalah kuda!. Orang utan memiliki dua bola mata, memiliki hidung, dua tangan dan dua kaki. Manusiapun demikian. Tetapi adanya kemiripan tersebut bukan berarti Orang Utan itu manusia dan manusia itu orang utan. Logika yang digunakan syirah salah!.

Kalau syirah benar-benar serius menggunakan logika diatas kenapa malah menjelek-jelekan Kapitalisme padahal seharusnya syirah mengatakan “Muslim Kapitalis siapa bilang anti Islam? (karena Kapitalis mengajarkan menabung, berpetualang dan berinovasi bukankah Islampun demikian?).Orang yang mengatakan saya Muslim Komunis (split personality), berarti tidak memahami substansi Islam (yang memiliki kesempurnaan ideology dan spiritual). Dan dia tidak memahami substansi komunisme itu sendiri (selaku sebuah ideology). Stupid!

0 komentar:

be responsible with your comment