Future Weapon

Posted: Kamis, 24 April 2008 by Divan Semesta in Label:
0

Posisi tiga buah manekin berada di balik tembok tebal. Ketika sebuah bunyi membesat udara psing (bukan dor) tembok bolong. Tiga manekin ditembus peluru kaliber berat. Dalam hitungan detik tembok beton hancur. Geleng-geleng kepala. Bukan hanya itu saja yang buat saya terperangah. Jika di lampau senjata berat pemuntah peluru tidak begitu memiliki stabilitas, senjata yang saya saksikan di Star TV itu berbeda. Ketika sebuah gelas berisi air diletakan di atasnya, gelas hanya bergoyang. Tidak mental dan jatuh ke tanah. Goyangannya tidak seberapa, seperti goyangan anggur ketika pemabuk benturkan gelas kristalnya.

Masih dalam episode yang sama, kecanggihan teknologi perang digelar. Dalam perang Iraq dan Afghanistan kemarin kita saksikan bagaimana tentara Amerika bergerak di jalanan kota menggunakan peralatan yang stylist. Sebelum melihat acara itu saya mengira apa yang tentara muda Amerika pakai seperti kacamata hanya berfungsi untuk gaya. Terbayang jika seseorang memakai kacamata yang mereka kenakan di Botany Square. Pasti orang-orang norak bakal teriak-teriak, “Kamana gaya!” Kalau kita teriakin tentara Amerika itu kamana gaya? Jawab mereka, “O ini alat buat ngebantu bunuh kamu orang! To shoot youre f**** as*!”

Kacamata yang mereka pakai itu sebenarnya alat bantu. Google untuk nahan pasir supaya mata tidak kelilipan. Google yang didalamnya ditanam kamera. Gunakan kamera kecil itu, si pemakai akan memiliki kekuatan hampir seperti yang dimiliki salah seorang X-Man. Benar, bahwa kacamata itu tidak bisa digunakan untuk menyulap gedung raksasa jadi reruntuhan tetapi kacamata itu bisa digunakan untuk memetakan sebuah daerah, memantau panas tubuh manusia di malam hari, alat penghubung antar istruksi untuk melakukan strategi, menjebak atau melarikan diri. Dan yang paling menarik lagi, kamera itu berfungsi seperti periskop. Alat untuk melihat musuh di balik sebuah penghalang (tembok, batu, pohon) tanpa harus mengorbankan tubuh untuk diberondong senapan. Tinggal mengulurkan tangan keluar dari jendela, sementara badan dan kepala berada di balik penghalang yang aman, psing matilah yang di sasar. Fungsinya sebagai alat bantu untuk menghancurkan.

Senjata dan alat bantu perang secanggih itu menjadi peralatan standar tentara Amerika dalam perang kota saat ini. Senjata berat seperti yang diceritakan di awal, biasanya di tempelkan di atas Humvy, jeep tentara …. (kemampuannya uraikan), sedangkan senjata yang memiliki periskop, kacamata plus monitor dipakai di dalam perang kota. Ini menghenyakkan, karena senjata mematikan yang pernah saya lihat dimiliki oleh elit militer Zionis Israel itu diproduksi masal dengan kualitas yang nampaknya lebih baik hanya dalam renggang waktu tak terlalu lama.

Singa Roheng

Sebesar-besarnya singa si raja rimba apabila tak memiliki taring, atau taringnya roheng, ia hanya akan menjadi singa yang aumannya tak di reken mahluk lainnya.Amerika itu sebaliknya. Mereka adalah singa raksasa pemilik taring yang hobby pamerkan ketajaman taring untuk menunjang kekuasaannya. Tak bisa ditampik, untuk saat ini Amerika adalah war lord, dewa perang. Senjata adalah kekuasaan. Taring adalah kekuatan. Amerika memiliki taring itu, tajam dan siap untuk dihunjamkan dan banyak negara yang takut padanya.

Secara manusiawi itu wajar. Ketika melihat senjata canggih manusia ketar-ketir. Jangankan senjata, tokek aja banyak yang takut. Belum lagi pohon beringin, setrum, dan orang-orang gila yang sering kita hindari dengan was-was di jalanan. Melihat kekuatan Amerika, manusiawi jika timbulkan kegentaran, maka setelah saksikan peragaan persenjataan super canggih itu saya sampaikan short message pada salah seorang sahabat, “Gila! Senjata Amerika! Hanya dengan pertolongan Allah kita bisa kalahkan pemerintahan tyran kapitalis Amerika. Hanya dengan pertolongan Allah, Bro!”

Saya yakin, sahabat saya mengerti kata hati saya, tetapi apa jadinya jika saya sampaikan sms itu pada orang lain yang tidak mengerti.

“Bung,” katanya, “kau bukan orang beriman! Iman tak kenal senjata Bung! Satu orang muslim akan kalahkan tiga orang musuhnya! Ingat Badar! Pelajari bagaimana kaum muslim mengalahkan pasukan Persia dan Romawi. Mari saksikan Afghanistan sewaktu mujahidinnya menekuk pasukan beruang merah, pelajari sejarah!” ujar lelaki penggiat counter strike yang konon bernama Sumintir.

“Bang Bang Bung,” pikir saya, “Masakan ketar ketir dan mengakui kecanggihan peralatan perang Amerika dianggap tidak beriman? Iman pun tidak hanya butuhkan pelisan tetapi praktik nyata kaidah kausalitas di lapangan. Praktik keimanan itu seperti tawakal yang harus diikat dengan usaha. Jika di kaitkan dengan masa kini, tawakal di masa rasul adalah bagaimana kita mengunci kendaraan atau memasang alarm untuk jamin keamanan sebelum kita meninggalkannya. Tawakal itu bukan membiarkan pintu mobil kita tidak terkunci untuk kemudian diserahkan pada Allah. Nanti kalau mobilnya tidak terkunci, ada yang mencuri bisa-bisa kita bilang, “kemana aja itu Allah?” tidak seperti itu. Demikian pula keimanan. Perang untuk praktikan keimanan butuhkan strategi. Strategi bukan hanya penguasaan navigasi, mengetahui seluk beluk hutan belantara, mengetahui secara detail padang pasir tetapi juga bagaimana strategi saat atau momentum menyiapkan konflik dengan Amerika!”

”Badar, dikalahkannya Persia di Ain Jalut, Romawi Timur di jantungnya sendiri adalah fakta sejarah, saya tidak bisa membantahnya. Tetapi perang masa lampau telah usai. Manjanik, pedang dan panah telah digantikan peluru kendali, tank dan jet tempur. Zaman dahulu kaum muslimin menang karena senjata perang masih manusal. Tidak seperti sekarang. Memang, …”

“Kau pikir perang ditentukan dari materi belaka? Salah! Perang ditentukan nyali! Keimanan! Keyakinan! Kau pengecut bung!”

“Siapa bilang perang hanya ditentukan materi? Saya mau Tadi setelah bilang memang saya mau tambahkan itu, tapi kau memotong saya. Rasanya begitu sakit. Begitu peureus!”

“O maaf,” si Sumintir ketawa. “Memang, tidak hanya materi ya?”

“Tentu, exactly, sumuhun! Perang butuh hal lain seperti jiwa, spirit, nyali. Ini termasuk hal yang menentukan, tapi apa keberanian jiwa adalah garansi? Di mana stiker hologramnya nyali menjadi garansi? Ke pabrik mana kita meng-complainnya? Tidak ada. Dulu perang mengandalkan nyali, masih masuk akal karena segalanya masih manual. Pasukan sebesar apapun bisa dikalahkan dengan pasukan kecil yang bernyali besar dan terlatih. Syaratnya bernyali besar dan terlatih. Tetapi itu pun kadang-kadang. Tidak selamanya yang memiliki nyali besar bisa semena-mena terhadap diri dan pasukan perangnya. Bayangkan, apa jadinya jika sebuah pasukan mengandalkan nyali, hanya bersenjata bogem berhadapan dengan tumbak apalagi busur panah. Mampuslah. Apa kita fikir rasulullah serta merta menyuruh sahabatnya perang tanpa senjata. Beliau manusia biasa yang juga mengucurkan darah. Beliau tuntun kita dengan ajaran yang mengikuti hukum alam. Jika tidak mengikuti hukum alam, Muhammad hanya akan berdoa untuk kalahkan pasukan, tetapi tidak begitu. Muhammad berdoa dan ikut membangun parit khandaq untuk hadapi kaum jahiliah Quraisy. Itu strategi.

Tidak banyak orang yang mengerti hal sederhana ini. Sejarah mengajarkan pada kita tetapi bukan berarti segala sesuatu di dalam sejarah akan berulang mutlak. Copy paste lalu disimpan pakai rich text format. Selalu sama. Kita harus pelajari sejarah.

Secara nyali kaum muslimin yang pernah pimpin dunia, memang sukar untuk dikalahkan. Bahkan dalam kondisi yang terpuruk ini, nyali kaum muslimin tidak ciut. Apalagi jika spiritual kita berada dalam kondisi puncak. Kita bukan hanya bisa kuasai dunia. Kita bisa tundukkan musuh-musuh kita dan membuat mereka kagumi kita, tetapi bukankan kondisi puncak harus di aplikasikan dengan kondisi kekinian? Bukankah spiritualitas tidak akan pernah berubah tetapi teknologi ya.

Kita sampai di masa setelah 2000 tahun setelah Isa dianggap wafat, teknologi perang tidak seperti zaman onta. Konsep spiritual kita tidak berubah tetapi teknologi berubah. Saat Amerika, musuh kemanusiaan itu mengupdate persenjataan perangnya kita pun harus melakukan itu. Kita akan ajak mereka perang, kita akan rongrong mereka bukan hanya dengan modal n nyali, tanpa strategi, tanpa usaha mengupdate persenjataan.

Dimasa ini (dan di masa rasulullah) jika pasukan tempur hanya andalkan nyali, ibaratnya sekumpulan laron yang menubruk api untuk dibakar dan terpanggang dikobaran kekuatan besar yang memiliki persenjataan ultra modern. Kita bukan hendak ikuti pasukan Inggris vs Amerika saat membentuk barisan, saling berhadap-hadapan untuk saling tembak seperti dalam film Patriot yang didasarkan kisah nyata (dengan alasan nyali dan pengabaian strategi maka perang ini dianggap sebagai perang paling bodoh dalam sejarah).

Berhadapan langsung dengan Amerika saat ini tidak bisa disamakan dengan hadapi Amerika ketika mereka menghadapi Vietcong. Masa itu persenjataan Amerika bisa diimbangi. Sekarang, jeda pembangunan persenjataan negara dunia dengan Amerika sangatlah jauh. Jaraknya semakin lebar. Ini karena ilmuwan kita tidak di fokuskan untuk membangun teknologi persenjataan.

Iran telah menyadarinya. Saya yakin diam-diam mereka membangun pabrik senjata, misile serta nuklir. Mereka barter dengan Korea Utara. Iran mempelajari teknologi balistik sementara Korea mempelajari hulu ledak, bagaimana luncurkan misile dengan sasaran yang akurat.

Kesadaran seperti itu adalah kesadaran muslim yang baik. Pemahaman keislaman yang bersumber pada rasionalitas bahwa di dunia ini nyali bukan segalanya.

Ini sebenarnya sejalan dengan apa yang umat Islam lakukan ketika hadapi pasukan persekutuan kaum Quraisy (Ahzab) di perang Khandaq. Di masa yang genting itu, Rasulullah bahkan sempat tawarkan sepertiga hasil pertanian, perkebunan Madinah kepada kepala perang pasukan persekutuan agar pasukan mereka tidak menyerang.

Penawaran Muhammad adalah strategi. Memberi kompensasi sementara adalah strategi untuk mengulur waktu membangun kekuatan strategi dan senjata1) meski pada kenyataannya perang (yang dikemudian hari dikenal dengan perang parit) terjadi.

Hal ini menunjukkan bahwa tak menjadi masalah, untuk mundur selangkah dalam peperangan. Mundur selangkah untuk membuat langkah dinosaurus, tidak menjadi masalah. Hal ini berlaku apabila sebuah negara transnasional, negara pelindung kaum muslimin yang dinamakan Khilafah muncul, kemudian negara tersebut melakukan perjanjian damai sementara (tidak selamanya).

Di saat-saat itulah kita akan membangun senjata. Menyamakan kualitas senjata disamping membangun terus spiritual masyarakat Islam. Di saat itu kiita harus mengirim pelajar ke kiblat pengetahuan, menuju barat, menyerap teknologi mereka, menyalin rahasia-rahasia persenjataan, memobilisasi phd, profesor-profesor muslim untuk membangun negaranya, membangun kekuatan tempur dan kesejahteraan masyarakatnya, kemudian melibatkan mereka ke dalam industri berat, membangun pabrik senjata, mempercangih teknologi tempur, membangun reaktor nuklir tersembunyi seperti yang dilakukan Iran. Kita akan berbohong, mengkibuli pemimpin jahat dunia.

Si Ucrit nyeletuk, ““Ih dosa!”

“Crit! Dalam perang, berbohong itu strategi. Lagian, siapa yang lebih dahulu bohong? Sudah lama mereka kibuli kita dengan kebijakan yang menyengsarakan. Yang buat tailing di Arafuru, ngancurin biota laut, yang prvatisasi emas, minyak gas di negara dunia ketiga siapa? Kapitalis Amerika cs. Mereka kibuli kita! Sekarang kita akan kibuli mereka, tetapi derajat mengkibuli kita berbeda dengan kibul mereka. Kita ngibul untuk membela membebaskan kaum yang tertindas entah muslim atau non, kita ngibul untuk membangun keadilan, pemerataan ekonomi dan memercusuarkan Islam. Kibul kita beda Crit! Mereka ngibul bukan untuk masyarakat, mereka ngibul untuk nafsu pribadi yang sengsarakan umat manusia.”

“Ah, tetep aja lo mah pengecut!”


“Pengecut? Saya, mungkin saja, tapi lu harus nyaho pengecut ama pemberani keliatannya nggak sekarang! Sekarang Lu ngomong kayak yang berani aja, nanti pas perang jangan-jangan Lu duluan yang mampret! Kebanyakan omong! Pas udah liat orang ditembaki dipreteli badannya pake amunisi Lu yang nguik-nguik kayak embe!” Ucrit diam saja (karena dia tokoh fiksi yang saya karang).


Mengejar Amerika

Tulisan dengan berbagai pertimbangan ini bukan untuk melemahkan jihad. Secara pribadi dalam kondisi diserang saya berdoa pada Allah di mampukan untuk angkat senjata. Saya selalu berdoa untuk dilibatkan berperang. Dalam kondisi senjata yang saya tahu sangat kurang kita tidak punya pilihan. Satu satunya cara untuk tandingi mereka dengan gerilya, merampas persenjataan canggih Amerika. Tapi sekali lagi untuk saya pribadi dan pribadi pribadi yang lain, dan yang di sana dan disebelah situ (sampai berjumlah jutaan hehehe).

Bagi kolektif kaum muslimin keseluruhan, kaum muslim yang angankan Kekhilafahan Islam harus tetap harus menggunakan strategi. Disamping strategi yang sudah saya utarakan (mengirim teknokrat hingga kibul mengkibul) kita pun harus menyatukan kekuatan internal, mendekati angkatan bersenjata untuk samakan persepsi mengenai konsep Islam.

Jika penyatuan internal tidak dilakukan, bisa-bisa militer kaum muslimin yang rata-rata berpola pikir sekuler sendiri yang akan tembaki kita. Bayangkan, PKI yang dimasanya sudah menginfiltrasi militer, PKI dengan konsep buruh tani yang dipersenjatai saja bisa ditekuk hanya dalam hitungan hari, apalagi jika saat ini kita tidak berusaha menyamakan persepsi militer dengan persepsi kita. Sejauh mana pemikiran kita diemban kalangan pemegang senjata? Kita bisa menjawabnya. Hubungan kita masih lemah.

Jika sudah sepemahaman, jika kaum muslimin sudah mengejar teknologi, memasifkan persepsi, menjalani kaidah kausalitas, maka saya yakin hanya dengan seperempat kekuatan teknologi tempur Amerika, setidaknya kita sudah bisa mengadakan kontak senjata, menyambut era perang dunia ketiga.

Strategi canggih yang kita miliki bisa digunakan untuk tutupi ¾ persen persenjataan yang tidak terpenuhi. Strategi itu akan kita gunakan untuk loloskan pasukan elit ke bendungan besar pusat pembangkit listrik Amerika2). Kita akan ledakan bendungan yang merupakan salah satu pusat kekuatan Amerika. Kita akan ledakan bendungan yang kehancurannya akan mematikan sarana perang Amerika. Listrik, jaringan satelit Amerika akan terganggu. Komando akan kolaps. Naviigasi di daerah pertempuran akan kacau. Setelah itu suplai minyak kita boikot! Semua suplai energi yang menunjang peralatan perang Amerika akan kita stop!

Hal itu memang bombastis, karena pemaparannya masih dalam tataran global. Terus terang hal tersebut masih perlu di tekniskan hingga kedetail-detailnya. Kita masih perlu pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi serta loyalitas yang super serius kita untuk mensupport kembalinya peradaban Islam.

Kita tidak akan menyerah. Usaha mencari uang, bisnis hardware kita, kerja IT kita, menjadi buruh bangunan kita, menjadi intelektual kita, akan dipergunakan untuk mengejar ketertinggalan. Kita akan saling mensupport. Ada yang mencari uang ada yang memobilisasi pemikiran. Berkerjasamalah dengan giat. Ketika ada yang membaktikan hidupnya untuk mimpi besar ini maka kau yang memang konsentrasi berkerja harus menyumbangkan materi untuk bangkitkan peradaban yang pernah dihancurkan.

Ayo, luangkan sedikit waktu kalau memang kau tidak begitu punya banyak waktu. Luangkan sedikit loyalitasmu untuk mensupport kebangkitan peradaban yang pernah dihancurkan karena kita bukan umat sembarangan.

Janji cahaya untuk umat manusia itu akan datang. Dan pemuda-pemuda seperti kitalah yang berada di barisan terdepan untuk mewujudkan Islamic Revolution yang tengah kita rekonstruksi.

Revolt!

--------------------
Footnote

1) Mendengar keputusan Muhammad, seorang pemuka kalangan Anshor bertanya, apakah keputusan itu merupakan wahyu?
Rasulullah katakan tidak. Ia melakukan strategi. Maka kaum Anshor mengatakan, “Demi Allah kami tidak akan memberikan hasil pertanian itu kecuali pedang!” Perang berlangsung. Hasilnya pasukan Quraisy kembali ke barak. Mereka tidak bisa menembus Madinah setelah strategi parit dan datangnya ‘kamikaze’, badai pertolongan Tuhan datang.
2) Seperti dalam film Mission Imposible. Amerika dengan teknologinya tergantung pada sumber energi.

0 komentar:

be responsible with your comment