Moon Walker Bush

Posted: Kamis, 24 April 2008 by Divan Semesta in Label:
0

Politically Thinking

Usai revolusi industri manusia membuat lompatan ekstrim dalam kehidupan. Hidup memang tidak jadi cepat atau berubah menjadi lambat sebab yang kesankan hidup berubah hanyalah aktivitas. Semula, manusia butuh waktu satu minggu atau lebih dengan bekal yang mantap untuk lintasi jarak seribu kilometer menggunakan binatang: gajah, unta, keledai. Dengan kemajuan teknologi saat ini manusia tidak usah mengkhawatirkan membawa bekal yang merepotkan, karena dengan pesawat termurah, dengan kecepatan standar 1000 km/jam manusia hanya tinggal siapkan sedal jepit, kaus oblong, dan tentunya ongkos perjalanan sebesar 300 ribu.

Aktivitas manusia berubah cepat. Penemuan “binatang besi” jadikan hidup lebih efisien dan efektif. Ilmu pengetahuan dan teknologi memberi jalannya. Ia telah peragakan kejayaan yang di masa lalu hanya menjadi mimpi-mimpi dikalangan filosof semisal Da Vinci ataupun teknokrasi pada masa Kekhilafahan Abasyiah di Granada.

Seperti halnya teknologi buatan Tuhan yang perlu memamah energi, maka binatang besi buatan manusia yang ditujukan untuk menerbangkan, menyelam, dan berjalan di atas permukaan bumi pun memerlukan konsumsi. Seperti rantai yang saling berhubungan, ketika manusia mencipta binatang besi maka manusia pun harus mencari makanan, sumber energi untuk operasikan temuannya.

Bahan bakar fosil adalah salah satu pilihan. Batu bara, bahan bakar fosil tetumbuhan dikonsumsi lokomotif untuk kirimkan milyaran ton tebu, puluhan ribu tentara menuju Normandia untuk meriahkan perang dunia ke dua, atau untuk menggerakan turbin pembangkit listrik demi nyalakan lampu gantikan cahaya bulan di malam hari. Bahan bakar fosil lainnya, minyak bumi menjadi sumber energi limousine Paris Hilton. Bahan bakar minyak binatang raksasa purba semisal stegosaurus, dinosaurus, atau t-rex itu diminum pesawat kepresidenan AS, dikonsumsi roda besi pabrik pemintalan benang di Bangladesh, hingga disedot burung besi yang dijuluki whispering giant, raksasa yang baru-baru ini di-launcihing dan dimiliki pangeran Saudi dari pabrik Boeing.

Penemuan merupakan berkah, namun siapa sangka jika akhir-akhir ini temuan energi bahan bakar fosil itu tidak hanya kuasi angkasa dengan warna abu, tetapi juga akibatkan dampak yang luar biasa berbahaya. Suatu hari kalangan ilmuan melaporkan bahwa CO2 di atmosphere bumi --yang kebanyakannya merupakan hasil bakaran bahan bakar fosil--, kini bertambah tebal dan konsentrasinya sudah melebihi ambang batas. Tebalnya CO2 --yang juga merupakan unsur terbesar pembentuk gas rumah kaca (GRK)0)—dianggap mengancam masa depan bumi dan mahluk hidup yang ada di dalamnya.

Dalam keadaan normal, sebenarnya CO2 dan zat rumah kaca lain tidak menjadi sebuah ancaman. Svante Arhaeneus seorang ilmuwan Swedia (1894) mengutarakan bahwa C02 memiliki fungsi menyerap radiasi matahari yang justru menghangatkan suhu bumi. Ini berarti, jika gas rumah kaca lenyap, bencana yang sama mengerikannya (dengan bertambah tebalnya gas rumah kaca) akan muncul. Manusia memerlukan baju setebal sleeping bag dan crampon (cakar besi pada sepatu) jika hal itu terjadi, sebab pada saat itu bumi manusia dilapisi es, seolah manusia kembali hidup di zaman es, di zaman mammoth.

Sampai saat ini bumi tidak menghadapi kekhawatiran kembali ke zaman es, namun manusia diancam oleh berjejalnya gas rumah kaca. Jejalan ini timbulkan kegerahan ekstrim efek khas rumah kaca yang efeknya bisa dibayangkan apabila kita terperangkap kemacetan tepat jam 12.00 siang di bunderan HI sementara air conditioner dan kaca jendela mobil tidak dapat dibuka. Coklat Cadbury yang kita simpan di dashboard mobil meleleh, seluruh perona di wajahmu rusak, mukamu jadi belepotan. Itu sederhananya. In fact, efek rumah kaca jauh lebih kompleks dari lelehan coklat. Manusia dan mahluk hidup di dalamnya, pasti bukan hanya kepanasan. Selimut es di kutub dan puncak pegunungan tinggi semisal Mount Cook atau Korakoram lumer. Jika lumeran terus dibiarkan masa depan kepulauan dan negara-negara kecil yang dikelilingi lautan jadi suram. Banjir di kawasan Tanjung Priok dan kota pesisir dunia lainnya bertambah tinggi apalagi jika si korban banjir menangis1).

Mengalirlah air banjir ke laut. Laut mengembang. Permukaannya bertambah tinggi. Tingginya permukaan laut akan membabat lahan mangrove (bakau). Lahan mangrove hilang, jika Tsunami datang, ia akan melahap lebih banyak jiwa seperti yang pernah dilakukannya di Aceh. Tidak berhenti di sana, dampak pemanasan global akan akibatkan stok persediaan air jadi terbatas, malaria dan penyebaran hama yang makin meluas, panen bahan makanan pokok terganggu dan gagal. Jika persediaan air dan makanan terbatas maka di belahan dunia yang paling miskin, kemusnahan manusia akan berawal.

Dampak jejalan gas rumah kaca begitu mengerikan hingga sekitar 10.000 delegasi, pengamat dan journalis merasa perlu untuk berunding dalam sebuah pertemuan internasional. Di kemudian hari protokol perundingan itu dikenal dengan nama Protokol Kyoto. Sebuah protokol yang disusun untuk mengatur target pengurangan serta target waktu penurunan emisi gas rumah kaca (terutama CO2) bagi negara maju. Mengapa negara maju? Karena menurut data ilmuwan, negara-negara maju adalah negara yang menghasilkan emisi terparah di dunia.

Atas dasar pertanggungjawaban ’siapa yang paling bertanggung jawab menambah gas rumah kaca di atmosphere bumi’ maka di Kyoto semua negara menandatangani kesepakatan pengurangan emisi gas rumah kaca. Sayangnya ketika naik ke tampuk pemerintahan Bush Jr. presiden Amerika yang hingga saat ini menjadi presiden negara dengan tingkat emisi terparah sedunia (32,1%)1) menolak penandatanganan Protokol Kyoto yang pernah dilakukan delegasi Amerika di era Clinton.
Pada tahun 2001 Bush Jr. memberi alasan penolakannya bahwa naskah perubahan iklim global Protokol Kyoto tidak adil karena 80% penduduk dunia (termasuk yang berpenduduk besar, Cina dan India) dibebaskan dari kewajiban menurunkan emisi. Negoisasi Protocol Kyoto dikatakan Bush tidak efektif dan implementasinya akan berpengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Dan bantahan yang menurutnya paling penting ialah, bahwa penyebab perubahan iklim (terutama CO2)3) dan solusi permasalahannya tidak didukung oleh pemahaman ilmiah yang baik (tidak valid). Dalam istilah yang lebih brutal, CO2 yang dianggap banyak negara sebagai penyebab utama global warming hanyalah mitos seperti halnya mitos mengenai lochness.

Pendapat ini (anggapan mengenai mitos) di kemudian hari berkembang dan mendapatkan justifikasinya yang paling mutakhir. Ketika mantan wakil preside Al Gore mengangkat isu global warming yang berdampak pada pendangkalan sebuah danau di Chad, seorang penulis, Ellen Tiffany Gilder mengatakan bahwa kerontangnya danau Chad tidak disebabkan oleh pemanasan global. Danau Chad sudah dangkal sebelumnya. Kekeringan yang ada disebabkan proyek irigasi dan penggunaan air danau oleh manusia disekelilingnya. Melelehnya gunung Kilimanjaro tidak ada sangkut pautnya dengan tingkat emisi CO2 di atmosphere bumi. Gunung es itu meleleh karena memang esnya tipis, demikian ungkap Ellen dalam buku The Gospel According to Gore

Mungkin Ellen benar (atau sebaliknya, mungkin Ellen salah) namun bukan berarti pemanasan global dan perubahan iklim sebagai akibat dari menumpuknya CO2 di atmosphere merupakan mitos. Bukti-bukti bahwa CO2 adalah senyawa penyumbang gas rumah kaca terbesar diungkap ribuan ilmuwan di dunia dan sebagian besarnya berasal dari Amerika.

Dalam hal ini saja, skeptisisme yang diutarakan Bush mengenai validitas ilmiah Global Warming perlu di runut untuk mengetahui motifnya, apalagi ketika di konfrontasikan dengan penandatanganan Protokol Kyoto (12 Desember 1998) oleh delegasi Clinton (presiden Amerika saat itu). Clinton bukan saja menyetujui Protokol Kyoto untuk kurangi emisi CO2. Ia bahkan memberi usulan ditambahkannya juga tiga senyawa yang harus diperangi untuk menahan laju pemanasan global (ini diliput CNN). Di era itu Amerika menyadari bahaya penumpukan CO2, lantas mengapa di era Bush Jr. Amerika bukan saja mundur, tetapi berbalik arah berseberangan dengan opini dunia (dan opini Amerika sebelumnya)? Mengapa Ellen4) dan berbagai media propaganda Amerika lainnya, ikut-ikutan meng-counter isu ini?

Dalam politik, counter isu memang menjadi hal yang popular: holocaust yang dilakukan Hitler, pembunuhan JFK, Black September di Munich, hingga yang sifatnya lebih lokal seperti lenyapnya Widji Tukul atau pilkada pun memiliki banyak versi. Pro kontra terjadi karena adanya berbagai kepentingan5). Hal ini pun terjadi dalam wiracarita penyelamatan bumi melalui isu global warming.

Untuk itu, kita harus melihat siapa yang paling diuntungkan dalam pro kontra tersebut? Adalah pertanyaan sederhana di bawah ini, yang akan mengungkap kepentingan raksasa di balik penolakan Protokol Kyoto oleh Bush Jr.

”Ketika banyak praktisi, ilmuwan dan politisi serta para ‘nabi’ di bidang seni semisal Tom Yorke (Radiohead), Sting (mantan The Police) dan Bono (U2) mengorganisasi berbagai kalangan suarakan pengurangan emisi demi masa depan bumi, kepentingan siapa yang mereka hadapi?”

Perusahaan raksasa. Mereka hadapi perusahaan transnasional yang memiliki kepentingan terhadap minyak bumi semisal Exxon Mobil Oil, Caltex dan perusahaan exploitir bahan bakar fosil lainnya. Bayangkan, bila seluruh manusia sepakat mengurangi emisi terutama CO2, yang terjadi adalah pengurangan konsumsi bahan bakar fosil. Jika pengurangan terjadi maka perusahaan-perusahaan raksasa tersebut akan kehilangan omset yang luar biasa besar.

Kita sama-sama telah membaca berbagai telaah mengenai konspirasi internasional perusahaan transnasional untuk mempertahankan kepentingannya.. Salah satu telaah yang diungkap dengan baik dan tajam hingga menimbulkan situasi horror bagi pembacanya pernah diuraikan Jhon Perkins dalam Confession of The Economic Hitman. Di sana menjabarkan bagaimana dengan kekuatan dan pengaruhnya, perusahaan besar transnasional Amerika (termasuk perusahaan minyak dinasti Bush) menentukan kebijakan kongres Amerika, menginstruksikan pejabat militer di Pentagon untuk menekan sebuah tombol, meluncurkan peluru kendali, atau bahkan mengirimkan ratusan ribu tentara demi melindungi kepentingan perusahaan raksasa tersebut di berbagai negara.

Dana perang yang dibuang di Iraq dan Afghanistan (setidaknya contoh kecil saja ) adalah bukti bagaimana mereka mampu dan mau mengeluarkan dana tak terbatas untuk melindungi kepentingannya. Menyuplai dollar bagi pihak-pihak yang dirasa mampu menjungkirbalikan isu mengenai penyelamatan bumi adalah perkara mudah melebihi mudahnya membeli tisu toilet. Mengutip kata-kata yang sering dilontarkan rapper Amerika: memberi dana pada Global Climate Coalition6) seperti yang dilakukan Exxon Mobile Oil dan perusahaan raksasa lainnya, “It’s just a piece of shit!”

Mengenai alasan penolakan Bush terhadap naskah Kyoto yang dianggap tidak adil, karena 80% penduduk dunia dibebaskan dari kewajiban menurunkan emisi, sesungguhnya tidak didasarkan pada tanggung jawab negaranya sebagai penyumbang emisi CO2 terbanyak di dunia7) Perlu diketahui, bahwa 80% penduduk dunia adalah penduduk negara miskin dan berkembang yang paling merasakan dampak pemanasan global. Banjir besar di Mozambik, Bangladesh, Guatemala, minimnya persediaan pangan dan air di negara-negara miskin, naiknya ketinggian air laut di negara pulau kecil hingga kekeringan di Afrika dikarenakan perubahan iklim yang disebabkan oleh konsetrasi emisi C02 yang sudah diluar ambang batas.

Benar bahwa tingkat emisi sekecil8) apa pun yang diproduksi negara miskin dan berkembang mempengaruhi iklim global, akan tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan bagi penghasil CO2 terbesar di dunia itu untuk mengelak dari tanggung jawabnya. Lagipula negara miskin dan berkembang (negara yang paling merasakan dampak terberat global warming) pada akhirnya menyatakan keterlibatan mereka untuk ikut memecahkan permasalahan global. Mengenai presentase yang dikemukakan Bush tentang 80% penduduk dunia yang dibebaskan dari kewajiban menurunkan emisi sebenarnya khas dengan argumentasi Kapitalisme mengenai pertumbuhan ekonomi yang selalu distandarkan pada angka-angka (statistika).

Benar, 80% yang diutarakan Bush merupakan prosentase yang besar dari penduduk dunia yang saat ini melebihi jumlah enam milyar. Akan tetapi prosentase 80% itu tidak ada kaitannya dengan pertanyaan negara apa atau siapa yang paling banyak menumpukkan emisi CO2 di atmosphere bumi, karena 80% penduduk dunia tersebut berada di negara yang konsumsi bahan bakar fosilnya rendah. Biang paling radikal penyebab pemanasan global bukanlah kalkulasi 80% jumlah manusia di negara miskin dan berkembang. Biang paling radikal penyebab pemanasan global adalah siapa yang paling banyak menumpukkan emisi dan penumpuk emisi yang paling berpotensi menghancurkan dunia di masa mendatang adalah Amerika.

Alasan lain berkenaan bahwa implementasi Protokol Kyoto akan berpengaruh negative terhadap ekonomi AS seperti yang diutarakan Bush, adalah juga pernyataan yang benar, namun mengapa negara maju lainnya banyak yang menandatangani protocol? Apakah penandatanganan itu tidak akan berpengaruh negatif terhadap ekonomi mereka?

Negara-negara maju di luar Amerika sadar bahwa penurunan konsumsi bahan bakar fosil akan memiliki dampak ekonomi, tetapi partisipasi mereka terhadap Protokol Kyoto adalah penanda solidaritas mereka terhadap penduduk bumi yang terkena dampak langsung pemanasan global. Mereka tidak menginginkan kenaikan kemakmuran dan tingginya tingkat ekonomi (yang didukung oleh konsumsi BBF) menumbalkan negara-negara berkembang dan miskin, menumbalkan dunia dan generasi manusia di masa mendatang. Penolakan Bush terhadap protocol bukan saja mengecewakan negara-negara maju, tetapi juga menyinggung perasaan negara-negara yang secara langsung merasakan dampak global waming.

Jelas, dari arah manapun argumentasi Bush Jr. tidak bisa diterima oleh banyak kalangan termasuk ketika dia mempermasalahkan negoisasi. Negoisasi yang dianggap tidak efektif dan tidak adil seperti yang diutarakan Bush Jr. adalah sebuah keanehan karena semua sama-sama tahu bahwa Amerika senantiasa mengirimkan delegasi dengan jumlah yang tidak mungkin disaingi oleh negara lain. Amerikalah yang senantiasa menekan negoisator negara lain untuk mengikuti kepentingannya. Di sisi lainnya, dengan track record yang suram (ketika Amerika menginvasi Afghanistan dan Iraq) kita bisa menduga motif di balik keputusan presiden negara adidaya itu untuk menolak penandatanganan Protokol Kyoto.

Motifnya? Minyak.

Bagaimana Memposisikan Amerika?

Sikap kita terhadap apa yang dilakukan Amerika perlu diawali dari pemahaman kita terhadap ilmu pengetahuan. Terkesan filosofis dan serius memang, namun untuk bersikap bijak terhadap apa yang dilakukan Amerika, kita memang harus berangkat dari pemahaman ini

Pada dasarnya kita paham bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah untuk mempermudah kehidupan manusia. Penemuan bahan bakar fosil sebagai salah satu sumber energi merupakan kerja ilmu pengetahuan untuk permudah kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan merupakan hasil dari proses trial and error. Penemuan bahan bakar fosil adalah proses trial yang sama dengan proses trial penemuan mesin pabrik yang dapat memproduksi barang secara masal.

Ketika zaman melaju dan pengetahuan manusia bertambah, termasuk di dalamnya, dampak yang ditimbulkan penemuan bahan bakar fosil dan dampak yang diakibatkan penemuan mesin-mesin pabrik, ditemukan. Konsumsi bahan bakar fosil ternyata mempertebal gas rumah kaca dan mengakibatkan pemanasan global, sementara penemuan mesin-mesin pabrik mengakibatkan sekelompok pengusaha yang menggantungkan hidupnya dari produksi barang secara sederhana menggunakan tangan, gulung tikar.

Ketika kita marah terhadap Amerika karena mereka mengkonsumsi hasil penemuan ilmu pengetahuan berupa bahan bakar fosil, maka apa yang kita lakukan sama sama derajatnya dengan kemarahan kaum Luddite terhadap ilmuwan dan mesin pabrik.

Ketika kita menyalahkan Amerika dengan konsumsi bahan bakar fosil yang memang luar biasa itu, jangan-jangan motif kemarahan kita hanyalah kecemburuan karena di dalam hati kecil ini kita mendambakan tingkat kemakmuran ekonomi yang didukung bahan bakar fosil seperti yang Amerika raih.

Jika kecemburuan itu terjadi maka tindakan kita menyalahkan kosumsi bahan bakar fosil --atau lebih ekstrimnya menyalahkan bahan bakar fosil itu sendiri--. sama halnya dengan mengindetifikasi kita dengan kaum Luddite (seperti yang saya katakan dalam paragrap sebelumnya). Kaum yang pernah melakukan penghancuran pabrik bahkan membunuh ilmuwan yang dianggap menghancurkan mata pencaharian mereka

Kesalahan terbesar Amerika bukan terletak pada konsumsi bahan bakar fosil. Jika dengannya Amerika salah maka para decicion maker, praktisi, aktivis lingkungan seperti Green Peace yang pada bulan desember 2007 ini menjadi peserta KTT Bumi pun patut disalahkan, karena untuk menghadiri KTT mereka menggunakan mobil, menggunakan pesawat terbang atau bahkan jet penghasil emisi CO2 seperti yang sering dipakai Jhon Travolta.

Kesalahan Amerika bukan terletak pada konsumsi bahan bakar fosil. Kesalahan Amerika terletak pada kesombongan jajaran pemerintahan Bush ketika menolak Protokol Kyoto yang diterima banyak negara maju lainnya.

Ketika negara maju lain, ketika aktivis, praktisi, ilmuwan dan media menyadari adanya error dalam penemuan penggunaan bahan bakar fosil, mereka ingin berubah menjadi lebih baik. Dengan menandatangani Protokol Kyoto negara-negara maju yang didukung oleh berbagai pihak tengah beranjak menuju proses trial lagi, ketika pemerintahan Bush berbalik arah, melakukan moon walk, mundur kebelakang.

Dalam persepsi Islam, sikap menolak kebenaran ketika kebenaran itu tampak dan kebiasaan melecehkan orang lain adalah kesombongan. Pemerintahan Bush memiliki kriteria semacam itu. Karena pencapaian peradaban material yang spektakuler, mereka menolak untuk melakukan tenggang rasa dengan negara-negara yang secara langsung mengalami kerugian akibat pemanasan global. Mereka melecehkan dan menolak kebenaran ketika ilmu pengetahuan mengenai dampak CO2 terhadap pemanasan global yang kebanyakannya dimunculkan oleh ilmuwannya sendiri ditemukan.

Dengan adanya penolakan penandatanganan Protokol Kyoto, pemerintahan Bush bukan hanya menanam kebencian di masa lalu atau saat ini saja. Jika hal ini terus berlangsung maka Amerika tengah menanam amok puluhan juta manusia yang saat ini masih berbentuk sperma. Karenanya saya yakin, kekeraskepalaan pemerintahan Bush Jr. bahkan hingga di KTT Bumi Bali berakhir, akan menyebabkan Amerika padam di masa yang akan datang.

----------------------------
Diolah dari :

Tiga Seri buku Perubahan Iklim, Daniel Murdiyoso. Mekanisme Pembangunan Bersih, Protokol Kyoto, Konvensi Iklim. Harian Kompas. etc

0 GRK : Gas Rumah Kaca yang terdiri dari CO2, CH4, N2O, HFC, PFC, SF. Gas-gas ini menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi hingga menimbulkan peningkatan suhu bumi, menimbulkan global warming. CO2 adalah gas yang paling tinggi kemampuannya menambah pemanasan global.

1) Meski tidak terkait langsung bukankah lelehan di kutub dan mencairnya es di puncak gunung tertinggi
akan mengalir ke laut. Otomatis hal ini akan menambah tinggi permukaan air laut.


2) Perhitungan./persentase ini tentu berubah setiap tahunnya. Kompas yang mengutip siaran BBC memperkirakan tingkat emisi Amerika tahun ini mencapai 36%.

3) Menurut undang-undang AS, ‘Clean Air Act’ CO2 tidak dianggap sebagai pencemar. Secara domestik CO2 tidak perlu diatur emisinya.

4) Kita tidak bisa mengatakan Ellen sebagai kaki tangan Bush. Kita hanya bisa memprediksi.

5) Benar, semua pihak memiliki kepentingan tetapi yang harus mendasari akal sehat ialah kepentingan mana yang terbaik. Apakah kepentingan memperkaya diri, mengharumkan nama pribadi, mengekalkan jabatan yang justru memberi dampak negative atau kepentingan untuk senantiasa berpihak pada kesejahteraan, kebaikan mansusia, dengan kata lain, --yang saya tidak begitu saya suka—berpihak pada kepentingan kebenaran?

Ketika terdapat banyak kepentingan dalam sebuah peristiwa, analisis sederhana mengenai siapa yang ada di balik sebuah isu dapat mendekatkan diri kita pada kebenaran atau setidaknya membuat kita skeptis terhadap berbagai informasi yang ada. Analisis mengenai siapa yang paling diuntungkan pun, bisa kita gunakan untuk mengetahui apa di balik dua isu mengenai penyelamatan bumi ini.


6) Kelompok yang ikut serta menghadiri Protokol Kyoto dan memiliki pengaruh untuk membelokan opini public mengeai global warming.

7) Lihat tabel

0 komentar:

be responsible with your comment