Melampaui Anarkisme
Posted: Rabu, 20 Agustus 2014 by Divan Semesta in
MELAMPAUI ANARKISME
Dua tahun yang lalu, saya melihat beberapa diantara
teman-teman –termasuk saya—membuat kegiatan menyerupai Food not Bomb atau malah
mengikuti kegiatan tersebut, dan bangga, lalu membombardir dinding dinding kota
dengan slogan-slogan yang ala anarkis, meramu aci atau meleburkan gabus dengan
bensin menjadi lem untuk merekatkan poster di dinding dinding kota, dan mereka
bangga –termasuk saya dulu—dan lain sebagainya. Tak tahukah kamu, saya pernah
mengikuti beberapa perbincangan bahwa yang dilakukan kalian –termasuk saya
dulu—itu di ejek, di bicarakan digosipkan. Bahwa kalian lucu, bahwa kalian split
personality, bahwa kalian tanggung, bahwa kalian gajebo alias gak
jelas bo.
Mengapa? Karena kalian dianggap satu kaki masih sok-sokan
muslim tetapi disatu sisi masih berpijak di dunia tersebut. Hal itu nanggung
karena kalian dianggap menggunakan media dan cara-cara yang terkesan identik
dengan cara-cara kalangan yang menyebutnya Anarkis. Ketika gambar molotov
muncul, maka poster molotov itu menjadi trend, ketika poster anonymous
muncul, maka anonymous itu menjadi trend, ketika jargon lain muncul maka
kalian dibicarakan, dianggap sebagai kaum hipster tetapi hipster
bukan dalam lingkup trend mayoritas, ini hipster dalam versi lain.
Saya? Dan kamu yang memang punya keyakinan kuat terhadap
Islam tentu akan menganggapnya enteng, mentertawakan omongan semacam itu,
karena jujur saja, saya dan ada diantara kamu memang memanfaatkan hal itu. Kami
secara sadar membuat, merancang,mendesain tulisan-tulisan dan propaganda,
kegiatan memanfaatkan hal itu. Saya, kami tidak menyangkalnya. Kami terpengaruh
oleh gambar-gambar kegiatan-kegiatan seperti itu. Lantas kenapa?
Yang saya pedulikan bukan disananya, saya mempedulikan
muslim-muslim yang menggunakan jargon-jargon, desain-desain, kegiatan-kegiatan
ala anarkis tetapi cara berfikirnya masih tanggung, masih belum percaya diri
terhadap diennya, terhadap Islam.
Kalian yang tersindir mungkin akan mengatakan. “Ah itu
Cuma perasaan kamu aja! Kita mah bangga aja, cuma beda.”
Apanya yang cuma perasaan, apanya yang bangga, jika
kaus-kaus yang kamu pakai seringnya mempropagandakan tokoh-tokoh Anarki? Jika
buku-buku yang kamu tampilkan itu buku-buku dan zine Anarki? Seperti
itukah kamu bangga terhadap Islam? Tidak.
Kamu minder untuk menyatakan keislamanmu,
kekepalabatuanmu, kebanggaanmu ditengah-tengah kaum Anarkis, karena alih-alih
mempropagandakan Islam kamu malah men-suar-kan A-Z Anarkisme. Kamu malah
semangat trading zine zine Anarkisme, yang merusak, disatu sisi bukannya
semangat, kamu malah loyo, letoy, lesu, gak pede menyebarkan buku-buku
atau pamflet Syaikh Al Makdisi, Aiman Azzawahiri atau buku lain menceritakan
akidah para Rasul. Ya, Kamu malah terwarnai oleh bukan saja cara mereka, bukan
saja desain atau sablonan mereka melainkan cara berfikirnya.
Ya, cara berfikir tokoh-tokoh Anarkis, teman-temanmu yang
Anarkis itu bergerilya di alam bawah sadarmu, sehingga membuat kamu melakukan
banyak hal yang seharusnya tidak dilakukan, dan kamu membuat pembelaan.Itu yang
saya pedulikan. Dan saya akan terang-terangan membuat garis, bahwa saya berada
di front ini, mereka di front itu, kamu di front tengah.
Dengan izin Allah, saya akan membuat kamu bangga kembali
terhadap ke-Islaman-mu, bahwa Islam itu sangat dalam dan supaya,
orang-orang yang menganggap dirinya Anarkis, berkaca bahwa mereka salah ketika
mereka menyudutkan keyakinanmu, menyudutkan, meremehkan apa yang pernah dan
sedang dilakukan oleh saudara-saudara muslim-mu. Dengan izin Allah, saya akan putar
balikan kebanggan kalian terhadap yang dilakukan komunitas terkait hal-hal yang
biasanya dijadikan kebanggaan, dijadikan sebagai alat sok-sok-an,
keren-kerenan, yaitu:
1.
Food Not Bombs,
2.
Pedagogi,
3.
Serta aneka
kekerasan yang dilakukan kalangan Anarkis.
Mari kita bedah satu persatu
Food Not Bombs
Adalah sebuah kegiatan manakala Kamu mengumpulkan
sayuran, datang ke pasar-pasar untuk menyortir wortel, mentimun, seledri,
sayuran apapun atau mungkin daging sisa yang tidak mungkin masuk standar
swalayan besar, lalu kamu memasak nasi, lalu Kamu membawanya ke sebuah taman
kota, menggelar pemberitahuan bahwa di siang itu, sore, malam itu ada makanan
gratis untuk tuna wisma, untuk penjaja makanan atau pun buruh yang saat itu
mungkin tengah menggali saluran air, dan kamu menamakan apa yang kamu dan
komunitasmu lakukan sebagai gerakan otoritarian, gerakan tanpa otoritas (ah
masa) Food not Bomb?
Kemudian, gerakan yang Kamu tiru dari luar (luar bukan
berarti buruk/busuk/bangsat) menginspirasi orang-orang seusia Kamu,
kebanyakannya mahasiswa atau usia mahasiswa untuk membuat hal yang sama, lalu,
Kamu, kolektif Anarkis atau pseudo Anarkis menganggap hal itu hebat,
sehingga ketika ada segelintir muslim yang mengadopsi hal itu kemudian Kamu dan
kolektimu remehkan. Manakala, Kamu menganggap pengadopsian itu sebagai kloningan,
maka saya akan katakan, makanlah kesombongan itu!
Bagi yang tidak sombong, bagi yang rendah hati, apa yang
kalian lakukan itu baik, tetapi ya, ini bagi kalian yang ngehe, maka
seolah olah apa yang dilakukan itu adalah sesuatu yang besar dan heroik? Tunggu
dulu, ada banyak komunitas dari kaum muslim yang turun, melakukan hal yang
lebih ekstrim ketimbang yang kalian lakukan.
Mereka memberi makan bukan segelintir orang, yang itupun
hanya waktu-waktu tertentu. Mereka memberi makan ribuan orang, mengupayakan
makanan yang bukan makanan sisa, makanan yang benar-benar sehat.
Jika kalian mengandalkan Food not Bomb, maka bicaralah
dengan Rumah Zakat, bicaralah dengan Dompet Dhuafa, bicaralah dengan beberapa
organisasi filantropis muslim yang bahkan bukan hanya menyediakan makanan,
tetapi pendidikan dan rumah sakit.
Lantas apa yang kalian sombongkan jika kegiatan seperti
itu sangat biasa dilakukan oleh ibu arisan, perkumpulan pengajian yang waktu
pelaksanaannya lebih intensif ketimbang yang kalian lakukan? Perbedaan cuma
pakaian kalian, cara bertutur dan propaganda kalian nampak keren,
sementara ibu-ibu, ikhwan berjanggut itu gak sekeren kalian.
Bandingkanlah hasil!
Pedagogi
Kamu mengatakan, kami masuk ke lingkungan kumuh,
mengajarkan bagaimana anak-anak yang terpinggirkan/marjinal supaya mereka
mengenal huruf dan hitung hitungan. Oh, itu bagus. Tapi mengapa dengan yang
orang lain lakukan kamu begitu bangga? Apa yang kamu lakukan?
Jika itu kamu tampilkan, maka kamu akan terhenyak
manakala mengetahui ada ribuan muslim bermodal beras, bermodal uang
puluhan ribu yang dikirimkan oleh sebuah gerakan Islam menuju desa-desa
terpencil, mendaki gunung, ada yang meninggal dunia di bacok atau di lembing
suku pedalaman, ada yang di tenung, di injak digampar, mau dimakan buaya dalam
perjalanan, masuk ke dalam rimba belantara, bertemu dengan suku-suku pedalaman
untuk mengajarkan Islam tetapi bukan cuma itu: mereka pun mengajarkan bagaimana
berhitung dan membaca. Mereka juga mengajarkan adab dan etika.
Dari segi penampilan bedanya sederhana. Orang-orang yang
Kamu anggap mewakili kolektifmu, --sampai seolah-olah kamu yang melakukan—itu
pakaiannya hitam hitam, kadang menggunakan kaos tengkorak, ada emblem: sendiri
melawan dunia atau kapitalisme sampah dan slogan-slogan sablon heroik. Dalam
pandanganmu mereka menjadi keren karena fashion (ya sebut saja fashion)
karena musik yang disukainya sama brang breng brong hahardcoran, punk punkan,
bertempo cepat dengan ketukan drum yang menyerupai mitlariur, sementara ribuan
orang yang meringsek ke pedalaman dari organisasi Islam itu memang tampak
kurang keren, karena kadang mereka menggunakan peci, bajunya kadang kaus
sederhana, atau kemeja yang sudah lusuh, kadang menggunakan sarung, sepatupun
paling keren Neckermen bukan boots ala Doc Marten atau sepatu skate
Converse. Ya mereka tampak kampungan dari sudut pandang fasion, tapi
siapa yang mempedulikan itu. Kita bicara perbandingan. Kita bicara hasil.
Ketika engkau membandingkan ada segelintir orang dari
kalanganmu, kemudian kamu memberitakannya dengan gagah, menyerupai kesombongan,
nanti dulu, coba bandingkan dengan yang ikwan ikhwan gerakan Islam
lakukan.
Pelemparan Molotov, Vandal, Pembakaran ATM
Ya, engkau buat dalam zine-zine-mu dalam omongan
omonganmu, dalam diskusi diskusimu bagaimana anarkis Yunani melempar bom
molotov pada aparat negara. Engkau bangga ketika mengangkat perjuangan
Comandante Marcos di Chiapas. Engkau senantiasa menceritakan kisah-kisah
bentrokan di Seatle, ketika anak anak muda Anarkis, dan membenci Kapitalis
menggunakan tudung dan masker gas, ketika membuat beku kota tersebut sehingga
peristiwa itu menjadi melegenda dan diceritakan berulang-ulang.
Itu disana. Kalau bicara skup luar, kami, muslim punya
yang lebih. Jika perlu kami bicarakan Suriah, Jabhah Nusrah, jika perlu kami
bicarakan Al Qaida saat mempermalukan Amerika di Timur Tengah, serangan ke WTC,
atau kala Islamic State Iraq and Levant (ISIS) menggusur rezim murtad di Iraq
kemudian masuk ke Suriah memutuskan mitos perjanjian antar nation state yang
diawali dari perjanjian Skies Pycot. Jika perlu kami ceritakan para janda
mujahidin Chechnya yang dikenal sebagai Black Widow kala merencanakan
pengeboman-pengeboman dan pembunuhan. Jika perlu kami kisahkan mengenai
perjuangan heroik bangsa muslim di Moro, di Patani yang saat ini menjadi camp
pelatihan jihadis di wilayah Melayu Raya. Itu baru segelintir saja. Saya
beritahukan saja, bahwa: zine-zine kalian tidak akan mampu menuliskan
perjuangan kaum muslimin melawan berhala tiran dari semenjak Mesopotamia,
Babylon, masa penjajahan Belanda hingga abad ketika Kapitalisme menjadi
penyihir terbesar.
Tapi okelah, saya tanyakan apa yang bisa kamu banggakan
dengan perilaku perilaku kekerasan Anarkis di negeri ini? Vandal? Ya ampun,
vandal itu sih lucu-lucuan. Keren-kerenan.
Sama aja kayak kamu buat kritikan, tulis kebencian
terhadap budaya, terhadap masyarakat, terhadap negara di sosial media, di
Facebook.
“Kalau begitu mencuri, melakukan direct action di
swalayan Kapitalis!”
Ha! Yang seperti itu dibanggakan? Itu bukan mencuri keren
namanya! Itu pengutilan yang sama aja dengan yang dilakukanWynona Ryder untuk
kepuasan.
Tapi kemudian kamu menyanggah “Tetapi motifnya beda!”
Ah sama saja, untuk kepuasan juga.
Dengan mengutil kalian cuma mendapat kepuasan saja. Bukan
perubahan. Dengan mengutil sampo, sikat gigi, balsem, kondom, under wear
merk Jackerton, justru kalian malah menjadikan orang yang kalian anggap
korban/sekrup Kapitalisme menderita.
Kamu pikir, perusahaan yang akan alami kerugian? Ya,
tindakan seperti itu bukan keren tapi memalukan, tidak perlu diceritakan dalam
blog atau zine-zine, karena yang nantinya membayar atas kehilangan itu,
yang menanggung kerugian itu bukan perusahaan melainkan karyawan karyawan yang
gajinya dibawah UMR itu.
Kalau kalian bicarakan pengutilan-pengutilan maka kami
akan bicarakan penggasakan-penggasakan rekening individu-individu yang sudah
diidentifikasi oleh jaringan Jihadis sebagai kafir yang memusuhi. Mereka
merampok bank! Mereka memiliki pasukan tersendiri secara terorganisir untuk
‘merampok’ orang orang yang memusuhi itu dan menggunakan uang yang mereka ambil
untuk melemahkan negara.
Inilah perlawanan yang mengerikan yang benar-benar
menggoyang sendi-sendi pseudo Kapitalisme negeri ini. Bukannya ngutil.
Bayangkan dari sudut bahasa dan bunyi sebuah kata, ngutil itu sangat lucu makna
dan bunyinya ketimbang penggasakan, perampokan. Jadinya jauh sudah! (guyon
cucoklogi :D)
“Kalau begitu pelemparan molotov!”
Melempar molotov? Ada berapa orang yang melempar molotov?
Satu dua? Paling juga hitungan jari, lagian dimana kerennya? Mahasiswa tahun
1998 juga melempar molotov. Kan sama saja. Bagaimana dengan pembakaran atau
pelemparan ATM dengan molotov yang kemudian ditulisi secarik kertas bahwa ada
komunitas Anarkis di Indonesia yang membenci Kapitalisme?
Kalian mengajukan itu? Yang bener aja. Ketika kalian
mengatakan melawan negara dengan cara seperti itu, maka kalian tahu apa yang
dilakukan Jihadis-Jihadis negeri ini? Mereka menantang duel aparat keamanan
terutama Densus 88 di Tamanjeka, Sulawesi! Ketika kalian mengatakan kebencian
pada polisi, mengatakan aparatmati! aparatmati! Maka apakah dengan perkataan
itu kalian sudah berhasil membuat aparat modar? Membuat aparat yang
kalian benci itu mati?
Sudah banyak yang terjadi ketika ikhwan-ikhwan jihadis
dari Jamaah Ansorut Tauhid ditemukan benar benar berlemah lembut pada sesama
muslim (bukan kaum munafik) tetapi keras kepada kaum kafir yang memerangi,
meludahi polisi saat mereka menggunakan motor. Saya akan sedikit ceritakan,
bahwa ada seorang ikhwan yang mengatakan. “Bapak itu kafir harbi!”
ketika ia berkunjung di sebuah penjara. Kemudian ia ditanya. “Kamu membawa
makanan untuk siapa!?” maka ia mengatakan, untuk saudara saya! Lalu aparat
bertanya. “Kalau kami siapa?” maka diberikanlah jawaban diatas. Dan dihajar
habis-habisan ikhwan yang bertubuh kecil namun punya keberanian yang layaknya
singa itu. Ada pula yang mengamuk memecahkan kaca pengadilan dan melemparkan
botol air mineral, mempermalukan Jhon Kei. Adalagi yang melakukan i’dad/persiapan
perang (kasus yang terkenal adalah pelatihan militer di Aceh, yang menjadikan
sebuah alat justifikasi untuk menyeret Ustad Abu Bakar Baasyir)
“Kalau begitu apa ya?”
Apa? Ketika kalian baru bicara melawan negara,
meruntuhkan negara, Imam Samudera telah melakukan pemboman yang menakutkan
Amerika dan Australia setelah ia menganalisa ada banyak intelegen Australia di
cafe yang ia ledakkan. Ketika kalian bicara tentang buku-buku yang kalian
anggap mengancam, ikhwan-ikhwan Jihadis melangkah lebih jauh: telah mengirimkan
hadiah bom buku pada Ulil Abshor Abdalla.
Jadi, apa guna kalian bergosip ria terhadap apa yang
dilakukan teman-teman kami saat mengkopi apa yang kalian lakukan? Merendahkan
mereka dibelakang, menstempel mereka split personality? Itulah mengapa
jika kalian mengatakan, menganggap diri apa yang komunitas Anarkis yang kalian
jalani itu jauh-jauh lebih keren, maka jawablah: kini lebih menyeramkan mana,
apa yang kalian lakukan ketimbang Jihadis-Jihadis negeri ini lakukan?
“Ah! Apa yang kamu ajukan itu sektarian! Islam
tidak mengajarkan pembunuhan sembarangan. Islam itu agama rahmatan lil
alamin.”
Oh, lucu. Bukankah kalian menyukai yang gore gore.
Bukankah hoodie kalian bersablon tengkorak, jacket bersablon pemukul
bisbol atau keling? Bukankah kalian menyukai dan melukis lukisan wanita
telanjang dengan teknik cukil kayu, menggunakan rapido lalu kelaminnya ditusuk
bambu atau besi? Bukankah kalian menyukai lukisan-lukisan surealis ataupun
seni-seni rajah bergambar mutilasi? Menyukai film-film horor atau pembunuhan?
Bukankah kalian mengeksplorasi sadomasokis, bondage, menjunjung
tinggi penulis seks Prancis yang mengeksplorasi seks sadistis, yang bahkan
ketika rezim memenjarakan dan menjauhkannya dari pena, ia menulis dengan tai,
ludah, air seni, dan darahnya. Lalu mengapa kalian menggeneralisir seluruh
polisi adalah bangsat, ACAB! Sementara kalian memprotes kekerasan yang
dilakukan oleh Jihadis tertentu?
O’, bagaimana kalian ini? Bagaimana bisa kalian tiba-tiba
berubah menjadi bijak, membawa-bawa Islam pula, bahwa Islam itu rahmatan lil
alamin, bahwa Islam itu agama damai setelah kalian mengkhianati roots
awal kalian sendiri, setelah kalian bisa jadi murtad dari agama ini kemudian
berpindah keyakinan memeluk agama anarkisme, humanisme?
Bagaimana mungkin kalian bisa menjadi bijak,
mempertanyakan apa yang dilakukan Jihadis? Mengatakan Jihadis itu sembarangan
(memangnya kalian faham devinisi sembarangan dalam konteks Islam. Ya, kalian
menilai sembarangan dengan definisi agama humanis, keyakinan Anarki yang kalian
punya).
O’ bagaimana mungkin setelah dalam obrolan obrolan,
kalian gemar mengatakan anjing, bangsat, tai, ngentot, ya setelah sebelumnya di
gigs kalian mengatakan fuck! fuck! asholle, liang tai maka O’ ...
apakah undergroundnista yang juga merekomendasikan buku kekerasan
Anarchy Cook Book, apakah undergroundnista yang berapi-api membicarakan
kegiatan penghacuran yang dilakukan oleh Black Block, perjuangan bersenjata Sub
Comandante Marcos di Chiapas, pengeboman Anarkis pengagum Ema Goldman di
Lexington satu abad yang lalu, atau kekerasan kalangan Anarkis Spanyol mengapa
kini yang suka mendiskusikan, membicarakan dengan semangat bukan saja batu
batere Alkalin, melainkan genset, mengapa undergroundnista yang
menyampaikan penuh kebanggaan atas kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di
komunitasnya (di luar) kinimenjelma menjadi semacam rahib-rahib, atau apakah
kalian tiba-tiba mendapatkan pencerahan melalui kursus Yoga di Adnan
Ashram?
O’ mengapa kalian tiba-tiba menjadi lemah setelah sekian
tahun, sekian belas tahun mendengarkan musik musik keras yang sungguh sangat
brutal, setelah kalian menghadiri gigs gigs yang penuh orang menari
pogo, saling bertubruk-tubrukan, yang kadang kalian terpental, gigi patah,
tulang patah, darah keluar. Mempertanyakan yang Jihadis lakukan setelah kalian
melakukan tarian yang tidak bisa disaingi oleh scene musik manapun?
“O berarti tulisan ini mengajarkan kekerasan, memotivasi
kekerasan!”
Bukan
disitu maksud tulisan ini dibuat.
Para Jihadis sendiri kadang memiliki perbedaan dalam
menyikapi permasalahan teknis dilapangan. Termasuk, saya yang memiliki sedikit
perbedaan pandangan akan tetapi setiap Jihadis pasti akan menyatakan bahwa
Jihadis lainnya (yang memiliki perbedaan cara pandang dalam melihat kasus)
adalah saudara yang berhak mendapatkan pembelaan ketika media massa Kapitalis
mendiskreditkan apa yang dilakukan Jihadis lainnya.
Minimal bentuk loyalitas terhadap sesama adalah berdiam
diri, tidak berkomentar pada saat sebuah kejadian yang dianggap mengerikan
terjadi, karena para Jihadi memahami bahwa situasi orang yang tengah berperang,
di lapangan berbeda dengan orang yang duduk-duduk mengomentari saja (ya,
seperti suporter bola yang tentu jauh berbeda pemahaman akan lapangan
dengan pemain bola)
Bagi kalian kalangan Anarkis, atau sok-sok Anarkis, yang
merasa bangga seolah kalianlah yang paling keren dalam membuat sebuah kegiatan,
paling macho, paling revolusioner, ya bagi kalian yang terjangkit waham
kebanggaan diri maka tulisan ini sengaja saya buat, agar kalian berkaca, agar
kalian rendah hati atas apa yang kalian lakukan.
Jika kalian sudah mencapai level seperti itu, sikap kami
sederhana, meski saling memusuhi maka setiap musuh yang gentle, setiap
musuh yang gagah, yang perwira, yang bijak tetaplah patut dihormati.
Bagi kalian yang sekedar mengikuti, tak mengetahui
substansi dari Anarkisme, maka afa hukmul jahiliyyati yabghun, hukum, way
of life, pengaturan hidup siapa yang lebih baik dari hukum Allah? Maka
sekali kalian menyentuh Anarkisme atau ide buatan manusia lainnya, sementara
kalian tidak memiliki struktur keimanan, kekuatan tauhid maka perlahan kalian
akan ikut masuk kedalam golongan yang memperolok dien Islam di dalam
setiap kesempatan, atau minimal berdiam diri, ikut tertawa disela sela giting
kala diantara kalian ada yang mengatakan dien ini adalah dien fasis,
bahwa agama adalah mitos, bahwa tuhan itu ada di mana-mana kalau ada
dimana-mana maka tuhan itu berarti ada di dalam tahi, atau di sela sela bulu
ketek, maka kalian tertawa, atau tetap ikut didalamnya, maka kalian adalah
bagian dari mereka.
Kalian tak sadar bahwa lirik lirik lagu yang kalian baca,
yang kalian dengar lalu kalian sing-along-kan di dalam gigs kadang
merupakan lirik yang memurtadkan kalian tanpa sadar, kalian tak sadar saat
membaca zine-zine Anarkis bahwa kalian itu tengah duduk dengan takzim
merenungkan ceramah-khutbah stensil ustad ataupun ulama besar kaum Anarkis,
maka kemudian kalian akan membela way of life Anarkisme yang saya
katakan sebagai ide kufur, sebelum kalian selesai membaca tulisan ini.
Ya, itu karena apa? Karena alam bawah sadar kalian menganggap ide buatan
manusia itu sesuatu yang keren, karena, ide ide itu telah bergerilya dan
mencendawani cara berfikir kalian.
Karenanya, kembalilah sahabat... kembalilah kepada
Islam... kembalilah kepada dien awal kita sebelum terlambat... kembalilah
kepada Islam. Bukan yang lainnya.
Mantap Kang...kena banget...
Benar, mereka cuma pengen keren-kerenan saja. Tidak lebih