Lets Start a Revolution from Our Bed
Posted: Minggu, 05 Juli 2009 by Divan Semesta inSaya tidak mau ambil pusing dengan pemilu. Bukan saya saja, Ira, istri sy itu sudah tiga kali tidak ikut pemilu, dan tentunya Nyawa, dan sepertinya bapak saya juga. Mengapa sepertinya? Karena bapak saya pernah berlalu masuk ke dalam kamar setelah melihat debat calon presiden, sambil mencak-mencak.
Mungkin itu ada benarnya, ujar salah seorang yang kamu kenal. “Golput merupakan sebentuk ketidakberdayaan, pelarian dari tanggung jawab," katanya. Dan sebaliknya, bagi dia, memilih menjadi sebuah tindakan patriotic yang dengannya berarti kita ikut menentukan mau dibawa kemana arah bangsa ini, negara ini.
Well, kata patriotic sama halnya dengan kat demokrasi saat ini sudah seperti musik pop menye-menye dan sinetron ram Punjabi, yang sudah tidak enak didengar, dan membuat eneg di pandang pula.
Perubahan tidak sesederhana yang dibayangkan. Syarat perubahan di samping aksi ialah konsep yang ada di dalam kepala orang-orang yang saat ini bertarung sebagai kontestan. Nah, bagaimana saya mau memilih jika konsep di dalam kepala orang-orang itu tidak saya sepakati?
Dan ingat kawan … bahwa memaku mati perubahan/penentuan kondisi bangsa ini hanya bisa ditentukan dari masuknya seseorang ke dalam bilik suara. Kalau masuk ke dalam bilik suara, tetapi dalam kesehariannya seseorang koruptor tetaplah koruptor, bagaimana jadinya? Kalau birokrat yang melakukan penjarahan atas kelamin wanita di kompleks pelacuran menggunakan gaji, komisi dan hasi korupsinya, dan dalam diri seseorang yang kesehariannya menebarkan kedengkian, sikap picik dalam kehidupan keseharian, maka memilih hanyalah sebuah pesta yang hadirnya dia tidak diiring oleh kesadaran.
Memang tidak mungkin semua pemilih adalah kriminal. Terlalu gila jika saya berpandangan demikian. Akan tetapi, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa perubahan bisa berawal dari mana saja --di samping tentunya termasuk dari pemilihan umum (tapi sayangnya saya bukan hanya tidak percaya orang-orangnya melainkan konsep pemerintahannya).
Tapi bagi saya itu tetap saja di samping. Di pinggir, di pojokkan, yang berarti memilih akan tetap saya tirikan. Karena, tetap saja da banyak hal bisa saya/kamu lakukan selain mencontreng. Kamu kan bisa memilih untuk diam dirumah, bercumbu dengan istri. Saya bisa mengajak anak main, melihat dam Katulampa, ngulik lagu-lagu The Used yang baru saja teman saya bajak, atau membaca 40 hadist yang dijelaskan Imam Komaini (semoga Allah merahmatinya) yang sahabat-sahabat saya anggap kafir, atau mengagendakan tanggal delapan ke depan untuk bertamasya bersama sahabat dan kawan-kawan yang memiliki persamaan pemahaman politik untuk berjemur sambil tertawa-tawa di dekat air terjun yang sudah puluhan kali saya kunjungi.
Dan bukankah Newton melakukan perubahan hanya karena ia melihat apel jatuh, bukankah Archimides menemukan kaidah yang merubah dunia dari bak mandinya…
Ya, perubahan bisa dilakukan bahkan semenjak kita bangun dari tempat ngiler dan mengucek mata.
(gambar di ambil dari rainattack.blogspot.com)
salah aku bila aku mencintaimu???
:)