Congkel

Posted: Selasa, 26 Mei 2009 by Divan Semesta in
0

ALKISAH ada seorang ibu bermata satu yang mempunyai satu anak laki-laki.


Ketika anak laki-lakinya belajar di Sekolah Dasar (SD), si ibu datang ke sekolahnya untuk melihat anaknya. Tapi apa yang terjadi? Si anak laki-lakinya justru merasa malu. Ia diolok oleh temannya karena memiliki ibu yang matanya hanya satu. Sesampainya di rumah, sang anak memarahi ibunya dan sejak saat itu si Ibu tidak diperbolehkan untuk bertemu teman sekolahnya.

Setelah anaknya dewasa, sang anak telah bekerja dan sukses. Bahkan ia sudah berkeluarga, memiliki istri yang cantik seperti istrinya Divan dan anak-anak yang lucu seperti Nyawa (anaknya Divan juga). Karena kerinduan sudah memuncak, sang ibu pun ingin berjumpa dengan anak dan cucu-nya.

Sesampai di depan pintu rumah sang anak, sang ibu malah diusir. Anak laki-laki semata wayangnya itu malah mengeluarkan kata-kata zaman colonial. “Untuk apa kamu datang kesini! Dasar orang tua picak! Wanita ber-MATA SATU!” lelaki itu mengarahkan tangannya ke tempat sampah. “Seharusnya kamu nengok kucing beranak di sana! Bukannya malah lihat anak saya! Sumpah! Muka kamu itu, mata picak kamu itu, bukan cuma nakutin trenggiling, tapi buat anakku menjerit, tau!”
Sang ibu bermaya satu diusir oleh anaknya sendiri. Ia pun pulang. hatinya perih. Yang bisa ia lakukan hanya melihat cucu yang tengah menghapus ingus di hidungnya, dari kejauhan.
Setelah sekian lama waktu berlalu …. sang ibu bermata satu pun menderita.

Penyakit membuat tubuhnya keropos. Sang ibu merasa bahwa hidupnya tak akan berlangsung lama lagi. Ia pun memberi menitipkan kabar kepada tetangga, untuk di sampaikan kepada anak-laki-laki satu satunya itu.

Tapi sang anak tetap tidak mau datang. Sang ibu pun meninggal dalam kesendiriannya.

Waktu pun berjalan. Pada suatu kesempatan, istri juga sang anak bertanya kepada suaminya (si anak lelaki). “Mengapa kakanda tidak pernah datang ke rumah ibunda kakanda? Kami pun ingin mengenalnya.”

“Saya sedang sibuk,” jawab sang suami. Namun, karena dibujuk oleh bujukan yang hanya dimengerti oleh orang yang pernah berumah tangga atau berzina, sang lelaki pun akhirnya pergi ke rumah ibunya.

Lelaki itu pun datang ke rumah yang telah lama ditinggalkan. Ia membuka pintu rumahnya. Pintu itu berderit. Mata lelaki itu lantas terpaku pada secarik kertas yang teronggok di atas meja. Ia pun membacanya. Tubuhnya yang ditempa oleh fitness, tiba tiba meluruh. Bahunya yang tegap menjadi kuyu. Seluruh tubuh bahkan jiwanya, tiba-tiba tergetar. Ia menyesali apa yang pernah ia lakukan pada bundanya.

“Anakku,” tulis sang ibu. “Aku sangat bahagia melihatmu menggapai kesuksesan. Ketahuilah nak, bahwasanya kamu kecil hanya mempunyai mata satu dan aku telah merelakan mata yang satu lagi untuk diberikan kepadamu. Aku ingin selalu melihatmu bahagia. Aku telah memaafkanmu.”

Itulah mengapa lelaki tersebut meraung layaknya heyna.

Ya, segalanya telah terjadi. Lelaki itu pun mencongkel mata dan membalut matanya itu dengan kertas yang ditinggalkan oleh ibunya… ya ibunya yang bermata satu itu.
--Sebuah tulisan kuno yang dicongkel dan disadur
secara serampangan oleh Divan Semesta--

0 komentar:

be responsible with your comment