Belajar Melangkah Lagi (1)

Posted: Selasa, 03 Maret 2009 by Divan Semesta in
5

SEORANG sahabat baru baru ini menceritakan bahwa tempat kerjanya seakan al catraz. Ia merasa terpenjara. Ia telah mencapai titik didihnya. Kulminasi kekecewaan yang dia alami bukanJustify Full dikarenakan ia kekurangan uang. Dalam hal material setidaknya dalam sudut tetangga memandang ia telah mendapatkan lebih dari segalanya. Tetapi ia merasa kurang. Ada sisi yang tidak bisa ia lepaskan: panggilan jiwanya.

Untuk pribadi , saya tak tahu apakah saya telah menyambut panggilan jiwa saya. Saya tidak tahu tapi secara general saya merasa nyaman atas apa yang saya dapatkan. Dan ini bukan dikarenakan sy telah menyesap semua yang ada di diagram maslow. Tapi saya tidak peduli apa hidup saya harus di cocokkan dengan piramida tersebut. Karena bagi saya ketika Ira telah mengatakan bahwa apa yang saya lakukan sedikit banyaknya sudah benar, dan dia memiliki impian yang sederhana sama halnya dengan impian saya, maka permasalahan dunia, dalam tanda kutip telah saya selesaikan.

Impian saya sederhana, sy ingin memiliki rumah sederhana, memiliki satu buah kendaraan beratap yang baik, dan menyekolahkan anak saya ke sekolah yang mampu membimbingnya mengenai makna hidup ini. Saya tak punya impian berlibur setiap tahun ke Karibia, atau mengemudikan yatch pribadi di lautan eropa, memiliki rumah ya sebesar Buckingham palace atau rumah pemilik SDSB di Bogor atau bahkan mengimpikan rumah sebesar rumah pramudya ananta toer. Impian saya benar-benar sederhana.
Saat memutuskan batas impian yang sederhana itu, saya bahkan telah bicara dengan atasan sy. Ini artinya saya berbincang dengannya . Dan ia tahu mungkin selamanya saya tak ada di perusahaan tempat saya bekerja. Kalaupun masih, saya jelaskan nggak akan neko-neko, tapi bertanggung jawab pasti. Bahkan jika impian itu terpenuhi saya pernah terbayang untuk jualan juice, gado-gado atau gorengan hanya untuk pemasukan sehari-hari saja.
Ketika impian sudah terpenuhi (dari segi material) sy ingin menghabiskan diri untuk mengejar banyak hal. Mengejar ketertarikan saya. Saya ingin Nyawa memahami pola fikir saya. Saya ingin ia berjalan dengan kayakinan yang sempurna sebagai muslimah dan dengannya sy menjadi tak khawatir jika ia membaca beragam buku dan berdialog dengan orang-orang yang berbeda pikiran dengannya. Saya ingin mengeksplorasi ide-ide islam, menelaah Al Quran, melakukan aksi untuk menerapkan apa yang saya pelajari. Sy ingin melatih diri saya. Naik gunung, arung jeram, belajar teknik berkelahi, mempelajari bahan peledak, mengancingkan pistol supaya tak menyalak. Saya ingin melatih diri untuk mempersiapkan perang yang sering dianggap sinis oleh orang-orang. Saya tak peduli karena saya mempelajari sejarah bahwa Hitler tak pernah bisa berhenti jika tak diekspansi, dan orang-orang sakit di Siera Leone, yang memuntungi lengan bayi dan kanak-kanak hanya untuk menunjukkan kekuasaannya tidak bisa di tumbuk selain dengan penaklukan. Apabila dunia yang saya tempati masih seperti ini, maka perang memang harus berlangsung di masa depan.
Impian saya benar-benar sederhana, dan ini semua saya utarakan kepada sahabat saya itu.
“Urang ge hayang kitu deui!” ungkapnya sedikit meratap.
Ah, seperti halnya sebuah kata-kata: kami memang diikat oleh terajut sebuah ikatan yang rekat seperti halnya ikatan ideology yang mampu mengendalikan matahari dari bumi. Dan dari pemahaman mengenai ikatan inilah saya menjadi sedikit sedih.
Saya tahu bagaimana jiwa dia sesungguhnya. Saya sungguh-sungguh tahu bahwa di dalam dadanya bergolak keinginan seperti halnya keinginan yang sama dengan saya dan sahabat yang lainnya. Ia merenungi mengapa, bahkan meminta saya untuk memarahinya.
Sahabat, saya tahu siapa dirimu. Saya memahami engkau sungguh. Saya memahami bahwa penemuan-penemuan mengenai jawaban kejiwaan telah kau selesaikan sejak lama. Saat ia berbicara saya mengetahui ia telah menemukan jawabannya dan ia sesungguhnya menginginkan affirmasi.
Ia memang menginginkan itu. Kau memang membutuhkannya. Maka secara tidak langsung, merapatlah perlahan. Hubungi sahabat-sahabat yang masih merindukanmu. Kau tahu sahabat? Kami tidak pernah menutup pagar ikatan persahabatan ini. Kami sengaja membuka pintu itu agar kau mengetahui tempatmu kembali. Bahwa sahabat-sahabat ini selalu merindukanmu. Perlahanlah tak usah terlalu hardcore. Mainkan saja music atomic kitten yang easy listening. Mari belajar melangkah lagi.

5 komentar:

  1. Anonim says:

    huhuhu...
    kalo uda nyaman 'begini' en malah sungkan 'kumpul' lagi gimana dong, pak...

  1. Gk papa yoan, ... kapan aja, pintu itu akan selalu terbuka... :)

  1. hehehe, nice learning.
    TQ bro.
    membuat saya makin belajar dan memahami makna mimpi,cita-cita dan lebih banyak bersyukur

  1. Anonim says:

    bang Q permisi dah gosibpin nama dan tulisan abang diatas tu. tak gosibpin di "sebelum belajar melangkah". klo misal da yang gak connect segera respon..ntar segera ku revisi tu essay.

  1. riri says:

    sungguh impian yang sederhana, persis dengan impian saya..

    impian sederhana saya lainnya punya istri dan anak yang sholeh...

be responsible with your comment