Freud dan Sendal Swallow

Posted: Selasa, 14 Oktober 2008 by Divan Semesta in
0

Saat aku melihat jaket yang melekat dipunggungnya hamper menghilang, aku teringat cerita kami satu tahun yang lalu.

Di sebuah kamar kosan dengan empat orang sebagai penghuninya, aku memang berniat ingin mengetahui … seksual temanku itu. Lantas aku bercerita mengenai bagaimana seorang banci BIP pernah berbisik tepat dibalik telinga yang jarang kubersihkan.

“Mas… masnya ganteng kayak Ari Wibowo.”

Bukannya GR. Bagiku bisikan itu seperti kerusuhan yang dibuat badai Katrina.
Kontan saja, setelah aku selesai mencat rambutku yang panjang aku langsung pergi, meski ia menawariku untuk creambath gratis.

Aku pun melanjutkan pancingananku dengan cerita mengenai bagaimana aku pernah dipegang-pegang penunggu Sukamantri. Bagiku itu benar-benar kejadian yang mengerikan. Bukan terhadap orientasi seksualpria yang melakukan itu padaku, tetapi lebih dikarenakan lelaki sialan itu sudah kuanggap sebagai seorang yang bijak. Tak lupa aku pun menceritakan bagaimana sahabatku membuatku terbangun ketika aku tidur. Sahabatku mencium mulutku. Bukan bibir dengan bibir, tapi lebih ekstrim dari itu. Ia memainkan lidahnya. Maka aku pun langsung bangun dan dengan kejantanan yang luar biasa patriotik kutinju wajahnya. Cukup sekali. Dan semenjak hari itu aku tak pernah memaafkannya.

Baru tiga cerita ku berikan, ia melahap umpanku. Sahabatku itu kemudian membeberkan kisah-kisahnya yang cukup mengerikan. Di bus kota, di kamar kosan. Di beberapa tempat lainnya dan pengetahuannya mengenai dunia gay senusantara serta istilah-istilahnya dijabarkan oleh mulutnya.

Duhai. Aku tertawa. Teman-teman yang mendengarkan omongan dia pun tertawa. Aku tak tahu mereka yang tertawa itu sambil berpikir atau tidak. Yang jelas aku berpikir dalam keriuhan. Em ternyata.

Sudah hampir dipastikan kita tahu bahwa seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual sesama jenis dimasa depannya memiliki potensi besar untuk memiliki orientasi seksual yang sama.

Apakah itu terjadi dengan diriku?

Bisa jadi.

Dan malam kemarin sesuatu yang lumayan mendebarkan terjadi.

Sahabatku itu datang ke rumahku menginap. Et, jangan dulu menyimpulkan. Nah, sebelum aku tidur karena benar-benar kecapean hari itu, aku melihat dia tengah menonton Nanny Diary. Iseng aku bertanya tentang kasus Ryan, lalu obrolan sambung menyambung hingga akhirnya ia mengatakan bahwa banyak artis yang homoseks. Dan dalam prosentase sembarangan ia mengatakan hamper seratus persen.

Aku penasaran.

“Saiful Jamil?”

“Biseks.”

“Tora Sudiro.

“Biseks. Liat aja, pas Extravaganza dia berusaha memasukan ide-ide orientasi seksnya.

“Bagaimana kalau Aming?”

“Apalagi dia.”

Wah seru juga. Lalu dalam pikiraku ini kubuat daftar-daftar.

“Bagaimana kalau Dedy Mizwar?”

Dia serius menjawab “Nggak!”

Aku tertawa.

“Komeng?”

“Nggak.”

“Aduy?”

“Siapa Aduy?”

“Temennya Komeng.”

“Nggak tau.”

“Hm, gimana dengan SBY?!”

“Nggak … SBY nggak. Tapi kalau Yusuf Kalla ada indikasi.”

Aku tergelak. Dan sahabatku itu membuka folder berisi gambar sahabat-sahabatku.

“Sutiyoso?”

Dia berpikir lama. “Sutiyoso nggak, tapi dia kayaknya suka maen cewek. Pejabat-pejabat itu banyak yang aneh mas. Ada ustad juga yang kemungkinan homo seks. Namanya ….”

“Hm kalau George Bush bagaimana?”

“Nggak.”

“Kalau Quraisy Shihab?”

“Nggak.”

“Ali?”
“Nggak mungkin.”

Aku melihat layar computer dan menunjukkan sahabatku yang tak pernah bertemu dengannya. “Dia Gilang?”

“Ini mas Gilang?”

“Iya!”

“Hah… mukanya kayak homo mas!”

Aku benar-benar tertawa: mentertawakan wajah Gilang dan statementnya.

“Emangnya seseorang bisa dilahirkan dengan wajah homoseks?”

“Nggak sih. Tapi saya tahu indikasinya.” Dan obrolan yang mengerikan pun terjadi. “Mas juga ada kemungkinan bisa jatuh kepelukan homo,” dengan santainya dia berkata seperti itu.

Jreng. Jreng. Alarm survival ku berbunyi.

“Masa sih?”

“Iya, tinggal membukanya. Tapi kalau Masnya mau.”

Aku pun tersenyum. Kupikir kata-katanya memang gambaran kata-kata yang dulu pernah kami sama-sama sepakati. Mungkin didalam diriku ada kemungkinan seperti yang diutarakannya. Tapi kami akan menahannya sekuat tenaga.

***

Seluruh manusia memiliki hasrat tetapi tidak semua hasrat harus terpenuhi. Adakalanya pengendalian terhadap hasrat itu akan menaikan derajat seseorang dalam pandangan Allah.

Oh ya, jangan menuduhku homoseks.
Jika dikalkulasikan ketertarikanku terhadap wanita mencapai 99%.
Yang satu persennya itu tidak membuatku tersiksa.
Jadi jangan coba-coba berkhotbah padaku tentang konsepsi Freud
karena Freud sudah lama menjadi pagan.
Tahukah benda apa yang Freud sembah?
Sendal Swallowku!

0 komentar:

be responsible with your comment