Vegan vs Winnetou

Posted: Jumat, 18 April 2008 by Divan Semesta in Label:
3

Hari raya kurban? Siapa yang mau berkurban? Manusia? Bukan! Kambinglah yang berkurban. Manusia hanya mengkurbankan uang, sedangkan kambing mengkurbankan nyawanya untuk kita. Lebih hebat mana, mengkurbankan uang atau nyawa?

Mengkurbankan berarti merelakan sesuatu secara ikhlas. Jika manusia mengurbankan uang dan kita tanya mengenai keikhlasannya, mereka pasti mengatakan ikhlas. Tapi pernahkah kita bertanya, apa kambing benar-benar rela lehernya di gorok? Masak? Rela? Belum tentu!

Kita tidak mengetahui bahasa mereka. Jangan-jangan sebelum digorok, sebelum darah yang muncrat itu amblas ke bumi, kambing meringis-ringis memohon-mohon pada tukang jagal supaya dikasihani. Saya yakin mereka berbicara, hanya, karena bahasa berbeda dan --karena kita-- tidak mau mengerti bahasa mereka, maka dengan semena-mena kita melakukan penjagalan atas nama Tuhan. Atas nama hari raya kurban!

Seandainya alien menjadikan gurun Nevada sebagai base camp dan menjadikan pengendara-pengendara mobil di Amerika sebagai santap siang mereka. --karena, si pengendara (manusia) tidak mampu membahasakan (bahwa mereka tidak ingin dimakan). Maka, sah-sah saja alien memakan kita. Sebab, kita pun melakukan hal yang sama pada kambing saat hari raya Idul Adha tiba. Begitulah.

Sehari kemudian, sebuah selebaran berwarna hijau saya temukan. Selebaran itu mengajukan protes terhadap keterancaman eksistensi binatang. Isinya hampir sepenuhnya sama dengan yang saya fikirkan pada saat hari raya qurban tiba. Bedanya, mereka selaku komunitas vegetarian mencaci maki kita selaku pemakan daging sedangkan saya tidak (waktu itu saya cuma berfikir saja).

Hati temen-temen vegan memang lembut dalam pandangan saya. Bayangkan, ketika kebanyakan orang memikirkan diri sendiri sebagai manusia (antroposentris) mereka tidak. Kaum Vegan biasa melakukan advokasi terhadap jutaan binatang untuk melindungi eksistensinya. Mereka melakukan demonstrasi saat ribuan tikus putih dijadikan percobaan bagi perusahaan kosmetika. Mereka merangsek pemerintah negara-negara maju, membuat draft hukum, mengenai perlindungan hewan.

Melihat perjuangan teman-teman kita itu, saya berani memaksa seluruh nenek moyang dan keturunan kita, untuk mengacungkan keempat jempolnya. (Hiperbolis!).

Komunitas vegan atau vegetarian dalam pandangan saya adalah salah satu komunitas yang tubuhnya paling bersih diantara komunitas-komunitas lain yang pernah saya ketemui. Mereka tidak minum bir, tidak merokok, ngeganja, nyipet dan beberapa diantaranya tidak berhubungan seks atau setidaknya melakukan seks after mariage. Hal seperti inilah yang –konon—membuat wajah orang-orang vegetarian terlihat lembut dan cemerlang. Kehidupan vegan yang bersih inilah menyebabkan komunitas lain, menyebut gaya hidup mereka sebagai gaya hidup positif1).

Seperti banyaknya madzhab dalam berbagai macam filsafat, vegetarian pun memiliki beragam cabang dalam mengaplikasikan ajarannya. Tidak sepenuhnya vegetarian tidak memakan daging. Di komunitas vegetarian ada beberapa ”pemisahan”, yakni kalangan vegan yang tidak memakan daging merah (kambing, sapi) tetapi memakan daging putih (ikan); ada pula yang mengganti protein tubuhnya hanya dengan susu dan telur; dan ada pula vegetarian radikal yang tidak mau memakan binatang serta produk yang dikeluarkannya3). Untuk madzhab yang terakhir ini, kalau kamu menawarkan permen susu sapi dari Pangalengan atau menjual sweater berbahan wol, sudah dapat dipastikan mereka akan menolaknya (terlebih, jika pakaian yang kita tawarkan terbuat dari kulit binatang yang kita biakan kemudian sengaja kita bunuh --hanya--untuk mempergaya diri).

Jika kita menelisik sejarahnya, sebenarnya gaya hidup orang-orang vegan bisa dikatakan yang paling buncit dalam menjalani hidup positif semacam ini. Sebelum komunitas vegan muncul, gaya hidup positif sudah dijalani oleh rahib-rahib agama Hindu dan Budha. Tak heran jika banyak orang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang vegan merupakan lanjutan dari gaya hidup rahib-rahib agama yang muncul pertama kali di India. Bisa saja orang memukul rata yang demikian, namun jika melihat jauh lebih dalam, mengenai perbedaan diantara kedua way of life yang dianut orang vegan dan rahib-rahib Hindu atau Budha, maka perbedaan itu cukup kentara. Jika rahib-rahib tidak memakan daging karena mempercayai filosofi daur ulang kehidupan (reinkarnasi2), orang-orang Vegan tidak, mereka menganggap gaya hidup positif sebagai sebuah way of life yang bertujuan untuk menyelamatkan bumi (memperpanjang dan menjaga keseimbangan planet ini)

Saya akui filosofi way of life kaum vegan cukup keren? Tapi, meski komunitas vegan itu saya hormati, kadang saya kesal kalau ingat kemunculan selebaran hijau komunitas vegetarian ekstrim4) yang memaki-maki penggemar daging di seluruh dunia.

Huh! Pokoknya siapa yang menambur peperangan haruslah dibalas dengan peperangan pula! Biar Ghandi mengatakan mata dibalas mata bakal membuat dunia menjadi buta! saya tidak peduli! Mata harus dibalas mata! Kapak peperangan yang sudah lama dipendam harus digali kembali!

Wahai kaumku, mereka, kaum Vegan telah melecehkan pemakan daging seluruh dunia! Mereka telah menghinadinakan bangsa pemakan bison terkemuka. Wahai saudaraku, disini di atas bukit ini, Winetou berdiri sambil berkata pada seluruh prajurit Apache yang ada di bawah lindungan Manitou. Catlah muka kalian dengan riasan perang! Tambur gendang peperangan dan asah kembali ujung mata panah dan tomahawk, karena perang besar ini merupakan satu-satunya cara agar mereka menjadi pelayan kita di padang perburuan abadi!

Semuanya! Jangan menjadi coyote! Semuanya! Tidak ada seorang pun prajurit yang tidak ikut jika Winnetou memanggil! Semuanya! tak ada seorang pun prajurit Apache yang mau tinggal di wigwamnya5) jika pemimpin tertinggi bangsa Apache ini menabuhkan genderang peperangan!6)
He…he..he..saya terlalu berlebihan rupanya.

Taushiyah dari Aa Win (A.A. Winetou)
temennya Aa Gym untuk kaum Vegan

Kawan, seperti halnya meyakini agama, menjadi vegan merupakan sebuah pilihan. Silahkan memilih tapi tolong jangan menjelek-jelekan kami! Jangan terus menerus menjelek-jelekan Aa yang suka banget makan daging. Jika kalian kaum Vegan masih ingin mencela, memperburuk keindahan persaudaraan yang ingin Aa Win bangun, silahkan!, tapi setelah kalian bisa menjawab pertanyaan Aa Win!

“Pertanyaannya apa A?”

“Kalau temen-temen merasa kasihan pada binatang dan mengatakan, bahwa apa yang Aa Win lakukan ketika memakan daging, adalah tindak kejahatan, apakah bukan kejahatan pula, ketika kalian ikut-ikutan mengambil jatah makanan binatang berupa tetumbuhan? Itukan perampokan?

”Nggak ah A’. Seperti halnya keberadaan rezeki yang bertebaran dimuka bumi, dimakannya sayuran oleh kita, tidak akan membuat binatang kehilangan jatah makanan untuk hidup. Demikianlah.”

Lalu Aa Win geleng-geleng kepala, ”Walah pinter juga. Oke-oke lumayan sip, okeh dobreh, tapi nanti dulu. Terus terang Aa Win belum terpuaskan!”

”Ah ada-ada saja Aa Win ini. Saya kan bukan pemuas kebutuhan Aa”.

”Ya ampun bandoooo!!! jijay dech kamu! Seurius band dong!”

”Jangan keterusan A’. Coba apa Aa bilang apa yang belum puas?”

”Yang belum puas tuh begini. Nah, sewaktu teman-teman membuat buletin dan mengatakan bahwa binatang sebenarnya ingin menjalin komunikasi dengan manusia, supaya mereka tidak disembelih, dan kemudian, menjadikannya sebagai landasan justifikasi, lantas apa yang akan kalian makan di dunia ini?”

”Sayuran dan buah.”

Aa Win tersenyum, ”Hm, kalau temen-temen menganggap binatang mampu berkomunikasi dan minta dikasihani sebelum disembelih, kenapa teman-teman tidak menganggap, bahwa sayuran pun ingin berkomunikasi pula sebelum kalian konsumsi? Apa kalian tidak mendengarkan teriakan-teriakan wortel, kentang, jagung dan nanas saat kalian mengkonsumsi salad, cah kangkung atau pepes jantung pisang?

”Ya Tuhan! Kenapa saya tidak berfikir sampai kesana Aa Win?”

”Bentar.” Aa Win tersenyum bijak. ”Biarkan saya menyelesaikan kemenangan ini. Begini, jikalau teman-teman mau konsisten dengan konsep andai-andai ” binatang bisa berbahasa” dan seharusnya sayuran pun juga, maka temen-seharusnya tidak lagi boleh mengkonsumsi sayuran. Lantas mau makan apa? Batu? Bagiman, kalau batu punya jiwa?”

”Ya Tuhan! Aa Win saya bertaubat. Saya menyesal Aa Win. Hik...hik...hik.” Namun, ting! Ada bohlam menyala di kepala, ”Eh, tapi Aa!”

”Aa, tapi! Aa tapi! Tidak ada tapi-tapian! Kenapa kamu masih ngeyel, masih mau mangkir dengan kebenaran yang terkandung di dalam sabda Aa Win yang suci dan agung nian?”

”Bukan begitu Aa Win. Oh Aa, di-izinkankan-kah saya bertanya?”
Karena merasa diatas angin Aa Win menyetujuinya, ”Boleh-boleh! Sekarang kan bukan zamannya orde baru toh? Setiap orang bebas bersuara. Aa Win mengizinkan. Apa yang akan kau katakan?”

”Aa, Kalau saya memisahkan mahluk yang hidup di dunia ini menjadi dua, apa Aa Win setuju?”

”Meskipun tidak tepat-tepat amat, Aa Win setuju saja! Maksud pembicaraannya bagimana ya?”

”Aa Win, di dunia ini ada mahluk hidup dan mahluk mati. Anggaplah mahluk hidup itu: manusia, kuda nil, cecurut atau kambing, dan golongan mahluk mati adalah: sayuran, bebuahan, pepohonan. Maka benarkah pendapat saya, bahwa kami hanya memakan satu mahluk yang mati saja, sedangkan Aa dan teman-teman memakan dua, bukan saja mahluk yang mati tetapi mahluk hidup juga?.”

Aa Win pura—pura bodo, ”Aduh gimana? Gimana? Logika saya sedikit lemah!”

”Begini Aa, jika hal itu benar, bahwa kaum kami hanya memakan satu mahluk saja, berarti dikehidupan dunia ini, kaum kami hanya merugikan satu golongan mahluk saja. Jadi, dipikir pikir kami lebih baik ketimbang Aa Win dan teman-teman.”

Dalam hati Aa Win kepepet, gawat! tapi masih saja pura-pura bertanya, ”Kenapa?”

”Karena Aa Win menyikat dua golongan mahluk hidup!”

”Ah, kaum kalian, kaum vegan juga merugikan!”

”Fair saja Aa Win! Kami memang merugikan! Tapi pola konsumsi kami kalah derajat merugikannya jika dibandingkan dengan perbuatan Aa Win dan teman-teman! Orang Vegan merugikan planet bumi cuma sekali (dengan menyikat mahluk mati) sedangkan Aa dua kali! (menyikat mahluk hidup dan mati)”

Aa Win keremeng-keremeng. Akhirnya pengakuannya di dalam hati ditampakkannya juga,”Kurang asem! Pintar juga kamu!”

”Ia dong! Abiiiiis sering baca essaynya Divan sih!”

”Divan mana?”

”Divan yang ganteng kayak Legolas itu! Divan yang cakep kaya Niki Tirta itu!” Huek!. Muntah semua dah! [Divan Semesta]


--------------------
Oretan di kaki:

1) Seorang mahasiswa IKJ (pematung) minum vodka di hadapan saya dan PYTM. Dia meminta maaf atas kelakuannya, setelah kami menampik provokasi minum-minumannya. Setelah wawancara selesai dia mengeluarkan rokok. Menggeletakannya di atas rerumputan agar kami menghisapnya bersama. Karena kami tidak mengambilnya, nampaknya pematung muda itu penasaran. Dia nanya, ”Nggak ngerokok?” Saya bilang, ”nggak.” Dia tepuk jidat, “oh elu pada positif ya?”. Kami tersenyum.
Kami membiarkan dia menafsiirkan apa adanya. Dan dia pun makin nggak enak. Ia kemudian meminta maaf kembali setelah sebelumnya berkata, ”pantesan ditawarin minum nggak mau!


2) Karena faham reinkarnasi itu mereka mengkhawatirkan kalau binatang yang disajikan di meja makan adalah nenek, kakek, kerabat mereka yang sudah meninggal dunia. Pabila memiliki kepercayaan seperti itu, wajar jika mereka tidak mau memakan tumis kucing, kodok panggang atau kambing asam pedas.

3) Seorang temen saya termotivasi oleh tindakan vegetarian. Dia takjub dengan cara hidup mereka. Beberapa hari setelah bertemu dan bergaul dengan orang vegan, akhirnya teman saya memutuskan untuk berhenti mangkonsumsi daging. Tapi, baru seminggu dijalani itu pola hidup, Ia mulai tergoda dengan sate madura yang lewat di kosannya. Saat itu pertahanannya belum bobol. Bobolnya pas ada temannya yang menawarkan bakso (yang rasanya terkenal paling enak di bandung). Walhasil, kalau di hitung-hitung dia cuma bisa bertahan menjadi vegetarian selama dua minggu.

4) Saya tidak suka menggunakan kalimat ekstrem sebenarnya, ini terkesan labelisasi. Labelisasi tidak berguna bagi orang-orang yang biasa berfikir. Maaf !

5) Rumah orang Indian (terbuat dari kulit bison dan dapat dipindah-pindahkan ketika musim perburuan tiba)

6) Kurang lebih, merupakan alimat yang diutarakan oleh salah seorang prajurit Apache ketika Winnetou memanggil klannya untuk berperang. Halaman 294, Winnetou II si pencari Jejak.

Yang sesungguhnya ingin saya bagi dalam tulisan ini:

Manusia harus menentukan siapa yang ia percayai sebagai sumber informasi yang akan mengajarkan segalanya. Dari kepercayaan terhadap sumber informasi itulah, kita bisa melanjutkan kehidupan. Bolehnya memakan daging di dalam Islam (daging yang sudah dihalalkan) berawal dari kepercayaan terhadap Pencipta sekaligus pemberi informasi (termasuk informasi, apa saja yang boleh manusia makan) pertama pada manusia.
Setiap pemahaman tentu memiliki aturan yang berbeda. Itu sebabnya, kita harus saling menghormati. Yang bisa kita lakukan adalah mencari dan membenturkan apakah pemilik, pemberi informasi yang kita miliki dapat kita pertaggung jawabkan eksistensinya secara logika. Artinya jika seorang vegetarian atau seorang muslim ingin beradu argumentasi, tentukan dulu rumusannya, tentukan dulu siapa yang berhak mengatur kehidupan manusia. Ar yu underseten?. Kalau yu no undrseten. Yu boleh hubungi saya di friendster dengan alamat ...........
Add saya yah… garing oy! He…he.

3 komentar:

  1. vegan bukan cuma yang ada di dekat saudara saja. di gunung-gunung,di gua2 bahkan dalam tiap2 agama.intinya tujuan dari vegan adalah membatasi nafsu binatang yang ada dalam tiap2 jiwa.kasih sayang pada semua makhluk hanyalah tujuan yang paling dasar.Bila diperdalam masih ada ribuan tujuan yang ingin kami capai dengan menjalankan gaya hidup vegan.tak perlu kita terlalu muda menggeneralisasi.
    Pemaknaan terhadap kata mahatma "mata dibalas mata" terlalu anda anggap rendah.seperti halnya ada sebagian orang meremehkan sebuah dosa,dampak dari meremehkan siksa api neraka,tanda kurang percaya akan berat dan sengsaranya neraka.lenon pernah berkata kawan "hidup ini terlalu singkat untuk peperangan dan permusuhan".
    ok.dari sekarang mari kita mulai dengan lebih baik "tunjukan bahwa kita semua bersaudara".bersatukitateguh.

  1. Saya memahami itu. Terimakasih. Btw tahukah bahwa Hitler pun ternyata seorang Vegan?

  1. Peter says:

    hi divan, essay kamu bagus, boleh saya copy paste di blog saya?

be responsible with your comment