Anthem

Posted: Jumat, 18 April 2008 by Divan Semesta in Label:
0

(Propaganda Bahasa –terkadang—
Menjauhkan Kebenaran dari Diri Manusia)

“Fasis luh!” bentak seorang anak punk saat ada yang mengutarakan konsep jihad di dalam Islam. Setelah diltelusuri, ternyata yang dikatakan fasis dalam pandangannya adalah orang atau institusi yang melakukan kekerasan. Apapun bentuknya. Hal ini aneh –setidaknya buat saya—. Apalagi mengetahui ternyata dia komunis yang menggabungkan diri dengan organisasi, underbow sebuah partai kambing. Maksudnya partai yang dihitamkan semenjak kerusuhan 27 Juli 1996.

Setelah dia membentak fasis, di dalam kepala saya mulai muncul pertanyaan: apa dia bakal mengatakan fasis juga sama Lenin yang melakukan serentetan kekerasan di Soviet? Apa dia mau mengatakan fasis pada Mao, atau si penderita bengek kronis (Che Guevara), si penghisap bako nomor wahid (Fidel Castro) saat melakukan perang gerilya bersenjata di Siera Maestra? Atau pada comandante Marcos di Chiapas? Kalau dia nggak mau bilang fasis, berarti dia nggak fair. Berarti anak punk itu memainkan standar ganda, melakukan pembajakan hak asasi seperti yang juga dilakukan Amerika terhadap demokrasi! Berarti dia melakukan newspeak! (meskipun sedikit agak berlebihan tentunya). Atau, kemungkinan lainnya, dia memang tidak mengerti yang dimaksud dengan fasis. Lantas fasis itu apa?.

Kembali kita melingker-lingker, bermain di dalam kepelikan bahasa. Untuk mengetahui sebuah makna kata di dalam bahasa, tentu kita harus mempelajari dari mana bahasa itu berasal, dan bagaimana sejarah penggunaannya. Dan saya fikir, setelah mempelajari mempelajarinya, barulah kita berhak menilai seseorang, sekumpulan orang itu fasis atau tidak, sehingga kita tidak terjebak oleh kata-kata yang kita ucapkan.

Jika kita mau meneliti kata fasis, maka kita akan menemukan sebuah kata yang berasal dari kata dalam bahasa Italia, yakni fascio yang berarti seikat ranting yang mengidentifikasikan kesatuan atau liga. Jika merunut pada kata di dalam bahasa kuno Romawi, fasis berawal dari kata fasces yang berarti sebuah ikatan stik lambang otoritas Romawi yang memiliki kekuatan untuk memotong, mengkapak, menjagal orang-orang atau masyarakat yang melakukan kejahatan. Kita akan mendapatkan beragam definisi mengenai fasis, namun jika disimpulkan maksudnya akan mengkerucut pada pemaknaan seperti yang saya tuliskan.

Untuk pertama kalinya, fasis sebagai sebuah isme digunakan sekitar tahun 1919 oleh diktator Italia Benito Musolini. Ajaran ini muncul sebagai sebuah respon terhadap ketidakpuasan segelintir orang (termasuk Musolini) atas ketidakstabilan sosial Eropa setelah perang dunia ke dua dan revolusi Rusia 1917.

Musolini mengembangkan isme fasis dengan menitik beratkan pada pengagungan ras dan bangsa, nilai patriotisme, birokrasi politik, sosial dan budaya yang kaku, politik militerlistik dan sentralistik. Di German ajaran fasis menginfluence Nasionalis Socialist German Workers Party (NAZI) untuk mengembangkan karakter yang sama sebagai usaha pengagungan bangsa Aria German di hadapan bangsa Eropa dan dunia. Hampir secara bersamaa di benua Asia ajaran yang mirip fasis --namun sebenarnya bersumber pada budaya samurai dinasti Tokugawa-- dikembangkan oleh militer Jepang.

Di kemudian hari (pada Perang Dunia ke-2) ajaran ini menjadi ancaman yang menakutkan karena menghalalkan perbudakan bahkan eliminasi manusia lain di luar ras dan bangsanya. Salah satu doktrin ajaran ini bersumber dari konsep “struggle of the fittes” Darwin yang dikesimpangkan menjadi siapa yang “lemah akan digilas yang kuat” maka bangsa lain yang derajatnya dinyatakan lebih rendah, halal diperlakukan secara semena-mena. Tak heran, ketika perang dunia ke dua terjadi. aneka macam kebijakan yang menakutkan, seperti pengiriman manusia untuk dimusnahkan, dijalankan (konon ada yang dijadikan bahan dasar pembuatan sabun).

Semula dalam perang dunia ke dua, ketiga negara yang memiliki karakter fasisme itu berjaya. Karena mengkhawatirkan adanya campur tangan bangsa-bangsa kuat dunia untuk membendung ambisi menguasai dunia di bawah tirani ras, maka ketiga negara itu membentuk poros.

Singkat kata setelah terjadi peperangan yang mengerikan ketiga negara itu dipukul mundur dan ditaklukan oleh aliansi kekuatan besar Inggris, Amerika dan Soviet. Kekuatan Fasisme dalam bentuk Negara hilang. Kini, Fasisme hanya menjadi sebuah pemahaman yang dianut oleh gerakan tertentu dengan karakter pembangunan gerakan yang disandarkan pada nilai pengagungan ras dan bangsa, nilai patriotisme, birokrasi politik, sosial dan budaya yang kaku, politik militerlistik dan sentralistik

Karakter itulah yang kemudian dijadikan sebagai sebuah landasan bagi orang-orang untuk mengatakan organisasi ini fasis, dan gerakan politik itu fasis. Maka, jika suatu saat kamu ke Colorado Amerika, kemudian rumah kamu dibakar, dan diancam karena kamu bukan orang kulit putih Amerika maka kamu sedang berhadapan dengan orang Fasis dan Rasis Klux Klux Klan. Atau ketika sedang asyik mahsyuk nonton Liga sepakbola di Eropa, tiba-tiba kamu dipukuli segerombolan laki laki botak, make sepatu boots, jaket kulit yang ada emblem swastikanya, sebaiknya kamu mengingat apa yang kau impikan tadi malam? Sebab, sekarang yang kamu hadapi itu gerombolan Skin Head Fasis, atau anak-anak Rasis utranasionalis Neo Nazi “penyembah Hitler dan Musolini.”

Seperti itulah Fasis dengan definisi yang di telusuri melalui sejarahnya, makna dan yang terakhir karakteristiknya. Oleh karenanya, jika orang Komunis di atas tadi, mengatakan bahwa Islam itu Fasis karena memiliki konsep kekerasan jihad di dalam perang maka dia harus konsisten mengatakan tokoh-tokoh yang dipujanya dan negara soviet yang hampir selalu dijadikan rujukannya adalah tokoh dan negara fasis pula. Pada kenyataannya tidak mau kan?

Meski Islam jauh beda dengan Komunisme. Islam dan Komunisme memiliki sedikit kesamaan yang berbenturan dengan ajaran fasis. Islam dan Komunisme anti terhadap rasialisme, corak negaranya tidak didasarkan pada corak kebangsaan atau nation melainkan internasionalisme, dan lain sebagainya.

Memang Islam dan Komunisme (setidaknya komunisme demokratis Marx yang humanis) memiliki konsepsi sentralistik untuk membentuk struktur yang mengatur jalannya ekonomi, budaya, arus politik dan informasi akan tetapi bukan sentralistik membabi buta ala fasis. Kedua ajaran tersebut tidak memiliki kesamaan karakter yang menyeluruh dengan karakter ajaran fasis. Sehingga tidak bisa disamakan dengannya.

Bagi saya permasalahan anak punk itu, sesungguhnya terletak pada kekeliruannya dalam memaknai sebuah kata di dalam bahasa. Atau, bisa jadi kata-kata fasis yang dikeluarkannya merupakan alat propaganda yang mungkin (loh) biasa dipakai oleh orang orang partainya.
Jika begitu, masalah selesai, namun satu saat kemudian, jika kamu menghadapi permasalahan yang kamu kira sama, cuma takutnya berbeda, maka kamu harus menguji dan mempertanyakan sebuah konsistensi.

Misalnya, jika kamu bertemu seorang anak Punk yang memaki, “Anjing! FPI fasis!, Islam fasis! Yahudi fasis!. Agama Fasis! Religion is dead!” maka kamu harus memetakan (seperti yang saya katakan) konsistensi dia terlebih dulu.

Kalau dia ternyata orang Komunis dan nggak berani bilang Lenin dan Stalin fasis, maka dia itu orang komunis licik. Tapi kalau kemudian dia mengatakan bahwa Lenin, Stalin dan aneka macam gegedug Komunis lainnya fasis maka bisa jadi kamu berhadapan dengan anak Punk yang menganut Anarki sebagai madzhab pemikirannya.

Jika kasusnya seperti itu, ujilah konsistensi dia. Tanyakan apakah pemboman-pemboman yang dilakukan oleh kaum anarki semasa Tsar dulu itu fasis atau bukan? Jika dia menguraikan bahwa memang dalam sejarahnya kaum Anarki ada yang menghalalkan kekerasan, dan kekerasan yang dilakukannya bukan ditimpakan kepada rakyat, melainkan pada pemerintah.
Pemboman-pemboman yang dilakukan oleh kawan-kawan dulu dilakukan khusus, untuk gedung-gedung pemerintahan. Kemudian dia mengatakan bahwa tindakan segelintir kaumnya adalah Fasis juga, maka bisa jadi dia adalah Anarki yang bermadzhab anti kekerasan (no violence).

Jika kasusnya seperti itu berarti dia menggunakan kata secara serampangan, dia menyelewengkan makna fasis untuk mengagitasi orang diluar pemahaman dirinya.
Jika dia mengatakan,

“Aku nggak peduli sejarah bahasa dan kata! Kita berada dalam perdebatan humaniora. Asal bisa dipertanggung jawabkan tidak apa-apa! Toh, kita bicara dengan titik tekan bahwa kami benci kekerasan”

Maka, katakan padanya, “Jika satu saat ada orang yang mengatakan kamu fasis! Karena kamu menggunakan teror kekerasan menggunakan kata-kata, maka kamu harus mengakui bahwa perkataannya benar! Jika kamu bilang agama itu fasis! agama itu anjing! Kamu boleh tau kalau agama saya Islam. Dan saya tersinggung dengan kekerasan yang kamu lakukan. Dan tidak salah jika saya mengatakan, kamu fasis juga!”

Jika dia kembali mengatakan ya! Maka sudah bisa dipastikan yang berhadapan denganmu itu orang sableng.

Sebagai sesama orang sableng, berikanlah senyuman padanya, dan saya yakin dia pun akan memberikan senyuman terbaiknya untukmu.

Pulanglah ke rumah. Bawalah kecamuk perdebatan kecil itu dikepala. Lalu menjelang tidur siang, bertanyalah pada-Nya, “Ya Tuhan, bagaimana manusia bisa terbebas dari teror bahasa? Bagaimana mungkin manusia mengklaim bahwa dirinya anti kekerasan namun kekerasan dalam definisinya dipaksa hanya sesuai dengan isi kepalanya saja?”

“Ya Tuhan, jika manusia terus menerus melakukan klaim dan propaganda, tanpa mau menukik pada masalah sesungguhnya, yakni membuktikan bahwa klaimnya dapat dipertanggung jawabkan, maka apakah manusia akan menjauh dari kebenaran yang selalu dikejarnya?”

“O Tuhan, jika manusia tidak mau menukik pada permasalahan inti kehidupan mengenai ajaran mana yang terbukti valid dan rasional dalam menjawab tiga pertanyaan mendasar dalam kehidupan, maka kebenaran macam apa yang dikejarnya? Epistemology kesombongan dan macam mana yang diyakininya?”

Jika Tuhan sudah menunjukan jalannya padamu, maka datangilah kembali orang terakhir yang memberikanmu senyum itu. Janganlah kamu mengajaknya berdiskusi tentang klaim dan definisi yang seringkali di jadikan sebagai alat propaganda bahasa. Janganlah terjebak pada permasalahan sepele yang bisa diputarbalikan menggunakan permainan kata-kata. Fokuslah, berdiskusilah dengan baik mengenai mengenai pertanyan dasar yang fundamental: dari mana kita berasal, mau kemana dan akan kembali kemana setelah umur kita tersisa.

Jika sudah melakukannya, pertanyakan kembali padanya dan pada dirimu sendiri: kosepsi mana yang ternyata rasional dengan jiwa dan kepala? Kebenaran macam mana yang valid untuk dijadikan pegangan di dunia?

Setelah kamu membandingkan dan menemukannya, maka kamu dan dia berhak berjalan sebagai pencari kebenaran yang sama, maka kamu dan dia akan meyakini keagungan dan kemegahan nilai-Nya, maka kamu dan dia akan memiliki anggapan yang sama: menganggap cetek propaganda bahasa.

Lalu, genggam erat tangan hangatnya. Berlarilah di padang ilalang yang dihiasi bunga dan cahaya. Tataplah angkasa dan persembahkanlah anthem bersama bagi Pemilik Semesta & Cahaya.

Kau dan aku selalu untuk selamanya
Kau dan aku selalu untuk bersama
Kau dan aku selalu untuk selamanya
Kau dan aku selalu untuk bersama

(Nidji, Kau dan Aku)

0 komentar:

be responsible with your comment