Ganja

Posted: Kamis, 24 April 2008 by Divan Semesta in Label:
0

Di telapak kaki Pegunungan Himalaya dan Vindhya. Kunang-kunang statis kota Hardwar berkedip menemani alunan air yang membawa satu juta ton endapan. Gemericik sungai menusuk organ keong pada rongga telinga. Yang bening tak berjiwa maju merontokan kerikil, pasir dan tanah lapuk di tepian. Mematuhi hukum alam. Pasrah mengalir dari puncak menuju jurang yang dalam. Membelah bukit hingga kota suci. Menebarkan hikmah kesuburan seusai banjir melanda. Dini. Jam 4.34 subuh. Di tanah alluvial berwarna coklat kekuningan. Jutaan manusia berbeda kasta berkendara peraduan. Melanglang. Terbang. Berderai. Menyeringai! Penanam padi mimpi! Petak garapannya rimbun. Perut sekembung ikan buntal. Makan segala kelezatan. Mencicipi kenikmatan. Dalam tujuh atau delapan jam. Dalam ketidaksadaran mimpi yang cukup mengobati kesunyian hati Paria dan Sudra.

6000 meter di bawah atap dunia. Gigi serta jemari puluhan lelaki gemeretak. Melawan 5 derajat celcius. Kalau bukan tugas, berbalut selimut wol dan melumat istri yang empuk merupakan pilihan tepat. Karena masih pagi. Tentu! rerumputan masih basah oleh jilatan kabut. Embun diarak perlahan oleh angin. Bunga, ranting dan antropoda menerima tetes demi tetes. Sukacita!. Ranting pohon yang terinjak teriak. Jangkrik ikut-ikutan berisik manakala angin berkoar-koar melibas dan mengusik cuping telinga. Mereka!. Lelaki-lelaki itu!. Tak terusik! Konsentrasi terpusat menuju garis setapak yang curam. Terkadang bolong dan berkubang.

Seorang penulis freelance berkasta Sudra menyelip. Namanya Sanjay. Tubuhnya kecil. Kulitnya coklat dengan kumis melintang. Sanjay berasal dari Kota Patna. Sebuah wilayah negara bagian Bihar. Profesi wartawan baru dijalani selama setahun. Beberapa hari lalu, sepupunya --seorang inspektur kepolisian Hardwar-- bernama Vijay Memberi kesempatan. Meliput penggerebegan ladang ganja terbesar selama 30 tahun terakhir. Peliputan ini sangat fenomenal. Dan setelah menyelesaikan tugas, Sanjay berharap honor peliputan sanggup memuaskan perut kembang kempisnya. Ambisi yg sederhana memang!

Kontur tanah merapat. Denyut nadi beringas! Minimnya suplai oksigen memaksa jantung berkerja ekstra. Setelah bukit dijalani. Terbentanglah! dataran hijau lumut dan juga Kaliandra yang menahan oranye matahari, melilit kompleks batuan. Sanjay bersandar di batu sebesar anak gorila. Segera diperiksa kamera pas pistol dikokang. "Ckreek…ckreek!. Menyadari ladang ganja sebentar lagi melumuri pandang mata. Sanjay memutar leher. Perlahan. Kalem. Slow motion! searah laras pistol yang dikokang..

“Apapun yang terjadi anda harus tetap di belakang kami”. Lelaki berambut rata-rata sama. Cepak! Memperingatkan.

“Okey !” Berusaha menunjukan keberanian. Sanjay mengkedipkan mata. Cukup sebelah.

***

Gubug kecil berukuran empat kali tiga menyendiri dalam gelap. Atapnya berteduh rumbia. Tak berlentera. Tidak ada cahaya mendagorin puluhan pasang mata. Hanya sinar matahari pagi diatas bukit yang menerangi suram. Detik dipergelangan tangan mendekati angka penentu. Tali kamera melilit dileher. Serasa jarum. Angin makin dingin menusuk tulang. Jam menunjuk ke enam tepat!

“Serbu!” Aba-aba bergaung memantul. Seluruh inteligen tak berseragam menyerbu. Mereka berlari menuju gubug. Dan Sanjay menyambangi langkah. Menggocek!

Seluruh personil berlindung pada benda yang mampu memuntahkan, meredam dan meng-hokcaykan peluru. Pohon dan batu pilihan akurat. Sanjay paling belakang. Ia berlindung di batu sebesar moyang gorila.. Tiba-tiba! Suara keras bergema.

“Kalian sudah terkepung. Keluar! dan angkat tangan!…ngan …ngan”. Hening tak berbalas.

“Sekali lagi kami peringatkan. Jangan coba melawan! Wan...wan..wan. Silahkan keluar!. Atau kami yang akan masuk kedalam..lam…lam…lam…”. Pantulan mengejek.

Tak ada jawaban. Inspektur semakin garang. “Awas! jangan main-main … kami akan masuk dengan paksa”. Hitungan mundur dimulai “Empat..3..2..satu…Serang!”

Orang yang beberapa saat lalu mengokang senjata di hadapan Sanjay menyeruak. Dari balik belukar. Sepatu lars berlumuran tanah. Menerjang!. “Brak !”. Daun pintu belum dobrak. Ditendang sekali lagi “Brak!” Belum juga.

"Bruaak ... Krekek!”. Hampir terdobrak.

"Dobrak sekali lagi!" Sahut inspektur. "Arghhhhhhhhhh... grusak... BRUACKKEBOOOOMMM!". Pintu dobol berderak!

Sorot cahaya menjelajah lekuk ruangan. Intel memanggil inspektur Vijay. Inspektur memanggil Sanjay. “kemari !” Sanjay berlari. Jari kelingking dan sepatu boots kiri sudah berada di gubug hangat. Ketika tubuh masuk sempurna. Hidung Sanjay mekar bereaksi “Hua… Hua”. “HUASYIM !”

Serakan ganja kering terbang menunggu promosi.

***

Sisa pembayaran berita penggerebekan dua hari lagi habis. Beberapa rupe tersisa. Perut kembang kempis. Hanya linting rokok yg setia menemani. “Sialan!" Sanjay memaki. “Ketika menerima amplop, seluruh tetangga tertawa. Teman-teman tersenyum bangga.Mereka menyanjung setinggi cemara. Ketika dompet tdk terasa mengganjal pantat. Kegembiraan sirna. Plash!. Hilang. Sepi kelabu. Tdk ada tepuk tangan. Tdk ada rayuan tetangga yang mukanya seperti Kajol."

"Sialan!". Dihisapnya rokok sedikit demi sedikit. Sayang. Pus …pus…

Matahari menyeret air menyatukanya dengan mendung. Awan belum menangis. Seorang penunggang sepeda masuk ke halaman rumah Sanjay. Surat dimasukan ke mulut kotak pos. Meski tak ada tahi merpati yang menggunduk. Tapi tahi cecak ada segunduk. Kotak pos tetap mirip sarang merpati. Tidak mirip sarang cecak. Lelaki meluncur begitu saja. Segelas kopi dihabiskan. Sanjay melangkahkan kaki. Berharap-harap cemas. “Mudah mudahan rezeki.”

Rintik-rintik hujan tiba. Beberapa huruf Time New Romans pada surat mulai memudar. Awan menangis. Seperti memirit gaple. Satu persatu huruf dieja. Hati-hati sekali. Bait kata terangkai. Membentuk mimik terkesima. “Perayaan pemusnahan 100 kilogram ganja di kantor kepolisian Hardwar.” Di bolak-balik kop surat melihat tanggal yang tertera. Jangan-jangan kadaluarsa. “15 Juli ... hmmm. Esok hari.”

“Hore !… hurai !…Horei !” . Tawa membahana. Minim pengeras suara, seluruh penjuru desa tahu bahwa di rumah yg sederhana, wartawan freelance Sanjay Vinjali kebanjiran rezeki. Kuping penagih hutang meruncing. Perawan tetangga yg mirip Kajol mulai bersolek. Warga mempersiapkan teks sorak sorai agar Sanjay mentraktir martabak sebagaimana mestinya.

***

Lapangan ini cukup luas. Sedikit lubang disana-sini. Wajar!. Disamping kiri, hidangan prasmanan tersedia. Di depan tenda, tepat ditengahnya, podium dipersiapkan. Khusus inspektur berbicara. Tenda berwarna biru. Sesaat penuh sesak. Pejabat-pejabat daerah memakai baju tebaik. Tak lupa kacamata hitam. Rayban!. Superstar hari ini sungguh bersahaja. Seragam rapih disesuaikan rambut kelimis yang disisir kebelakang.

“Ting..tong!” Inspektur Vijay dipersilahkan memberikan secuil kalimat”. Moderator berpatah kata.

“Salam sejahtera!. Yang belum sejahtera, sejahterakan segera sendiri. Selamat siang!. Siang hari ini kita selamatan”. Ia berbicara panjang lebar tentang tetek bengek penangkapan. Selama satu setengah jam pidato selesai. Akhirnya upacara pemusnahan dimulai. Hadirin bertepuk tangan. Inspektur mengambil obor yang disediakan panitia. Brr.. angin datang tak tentu arah. Asap hitam berputar di udara. Sebelum api mencium tumpukan ganja, inspektur bertutur.

“Kita basmi kejahatan di bumi India, hidup Sri Rama!” Api menjilat seluruh bongkahan ganja. Cepat!

Salah sorang audiens berdiri mengacungkan tangan “Hidup inspektur Vijay!”

“Hidup !” seluruh hadirin berteriak. Tak lupa mengepalkan tangan keatas.

“Hidup inspektur Vijay” Kembali bergelora.

Seluruh hadirin menyuarakan yel-yel yang sama. Tak terkecuali Sanjay. Seperti film Bollywood yang sering diputar di TV Nasional kiranya.

“Kratak...trak…tak”. Ratusan kilo Ganja terbakar. Asap melayang, dipermainkan angin. Ke utara.

"Serr!". Mampir di penciuman Brahmana.

"Serr!". Mampir di kerongkongan pendeta.

"Seer!". Membuat kesat mata.

Sgroooooook! Ngiuk-ngiuk!” dihisap bersama. Asap menggoda ke selatan tenda. Asap keluar seperti cendawan pabrik.

"Serr!" Menelusup ke kolong meja. Hitungan satu menit seluruh hadirin tersenyum. Sanjay menyadari janggal. Ia menyumbat pernafasan dengan saputangan. Asap putih mengepung. Memenjarakan. Asap menggelitik lubang hidung.

“Hatsyii!”. Memenuhi paru-paru.

“hmmm.. hmmmm…”. Menyepuh otak.

“Hmm…”. Bibir melebar.

“Ha..haa..ha”. Sanjay ikut terawa. Semua orang yang hadir bercanda. Kantun mata mereka berair.

Inspektur menahan wibawa.“Hhmmmph ..”. Mulutnya menggelembung. Mata memerah. Semua dibawa terbang kebatas cakrawala. Kisah pemusnahan ratusan kilo mariyuana berakhir saat semua tertawa. Semua cekakak. Semua cekikik kemudian berkata “wuasoy!”. Wuenak. Wuenak dan … WUENAK!

PS : Mengapa memusnahkan ganja dengan dibakar?

0 komentar:

be responsible with your comment