Konsistensi sebuah Term (Risalah Demokrasi: Definisi)

Posted: Minggu, 14 April 2013 by Divan Semesta in
8

Yang harus disamakan dalam perseteruan antara pro Dem dan an Dem sebenarnya adalah penyamaan persepsi melalui pertanyaan:


1.    Wajibkah syariat Islam ditegakkan?
2.    Wajibkah kita, manusia, muslim diatur oleh hukum yang sudah Allah turunkan.

Jika Pro Istilah Demokrasi, mengatakan tidak wajib, maka permasalahannya adalah di akidah rububiahnya.

Dan ini menjadikan keislaman pihak yang setuju istilah Demokrasi Islam, batal.

Sama seperti wudu, shalat, zakat dan shaum, yang memiliki syarat sah-nya, maka keimananpun memiliki syarat sah.

Menjadi muslim pun ada syarat sahnya, jika satu syarat tidak dipenuhi maka kemuslimannya, keimanannya batal.

Nah selanjutnya bagaimana jika ketika pihak/muslim yang pro istilah Demokrasi menyatakan bahwa syariat Islam wajib ditegakan dan menjadi tujuan pergerakan yang ia berkecimpung didalamnya, dan ia sangat meyakini bahwa setiapa muslim dan manusia wajib diatur oleh hukum yang sudah Allah turunkan?

Jika seperti itu, maka insya Allah tidak setitik keimanan-pun yang menjadi batal.

Hanya saja, saya menilai bahwa yang pro istilah Demokrasi tidak memahami definisi Demokrasi itu sendiri.

Silahkan dilihat, dipelajari dari literature Barat manapun, semenjak zaman Yunani, Revolusi Prancis, hingga saat dimana Amerika menjadi simbol kekuatan terbesar saat ini.

Silahkan dilihat, dikaji bagaimana penelitian itu akan menghasilkan kesimpulan bahwa di dalam Demokrasi, rakyatlah yang berdaulat atas hukum. Yang dimaksud berdaulat atas hukum adalah, rakyat mayoritaslah yang berhak membuat sebuah hukum. Sehingga seringkalai –dari hal ini—kita melihat bahwa hukum di Amerika contohnya, berubah-rubah.

Di masa lalu, di bawah tahun 1970 Amerika itu sangat rasialis (sekarang wallahu alam), dan hukum sangat berpihak kepada kulit putih. Akan tetapi setelah muncul perjuangan, penyadaran, maka kemudian mayoritas masyarakat Amerika kemudian mendukung penyamarataan hak antara setiap ras. Kemudian dari dukungan minoritas ini menghasilkan kesepakatan mengenai penyetaraan.

Ini bagus tetapi bukan itu intinya. Inti buruk, karena akhirnya dibuat berdasar desakan dan inspirasi mayoritas masyarakat.

Di masa lalu juga, masyarakat Amerika anti terhadap homoseksual atau orientasi sex menyimpang kaum Sodom. Akan tetapi saat ini karena mayoritas masyarakat tidak mempermasalahkan maka kemudian kaum Soddom abad ini di’halal’kan oleh negara.

Sama halnya dengan kasus lain, seperti minuman keras, hubungan bebas yang diperbolehkan atas dasar kesepakatan atau konsensus mayoritas masyarakat.

Disinilah kita masuk kedalam inti Demokrasi.

Term Demokrasi

Jika kita kembalikan secara pendefinisian bahasa pun term Demokrasi pun akan menghasilkan hal yang serupa.

Demokrasi berasal dari dua suku kata. Demos rakyat dan cratos/cratein, pemerintahan. Ada pula yang menyatakan bahwa Demokrasi itu pemerintahan dari rakyat untuk rakyat kepada rakyat. Kemudian terus berkembang dengan berbagai macam teknik penyempurnaan sehingga demokrasi menjadi seperti saat ini.


Kalian bisa saja menyatakan bahwa Demokrasi sudah berkembang dan akan terus berkembang dengan trias politikanya: eksekutif, yudikatif, legislatif.

Tapi, ah, apapun itu perkembangannya, tetap saja bahwa di dalam Demokrasi yang membuat/menentukan hukum atas manusia bukanlah Allah, melainkan manusia.

Uji Konsistensi

Bagaimana kasusnya jika yang pro Dem tetapi mereka sepakat penegakan syariat Islam, bahwa Allah memiliki hak untuk mengatur hukum sebagai bukti penyembahan, menyatakan bahwa.

1.    Siapa yang mendefinisikan Demokrasi ini dan itu? toh itu kan yang membuat manusia? Jadi jika yang membuat manusia, gak papa dong kami membuat definisi Demokrasi sendiri, dengan substansi yang berbeda dari makna yang berjalan hingga saat ini.
2.    Kok term dipermasalahkan, toh substansinya sama kan? Kami ini ingin menegakan syariat Islam.

Nah, jika kasusnya seperti ini, sebenarnya kita tidak saling bermusuhan secara radikal karena fundamentalnya berbeda. Tidak. Kita tidak saling bermusuhan karena tauhid kita masih sama, insya Allah

Akan tetapi, coba pertimbangkan argumen yang akan menguji kekonsistenan saudara yang insya Allah saya cintai.

Jika kita saudara, meminta untuk dimaklumkan akan penggunaan Demokrasi dengan alasan Anda membuat definisi Demokrasi sendiri maka, mampukan Anda tidak mempermasalahkan jika saya yang setuju penegakan syariat Islam mengatakan, dan meredefinisi term sebagai berikut:

1.    Komunis Islam?
2.    Liberal Islam/Islam Liberal?
3.    Kejawen Islam?
4.    Hindu Islam
5.    Kristen Islam

Dengan alasan kebaikan dakwah yang substansinya adalah penegakan syariat Islam di China yang berpaham komunis, di masyarakat Prancis yang liberal, di pelosok-pelosok pedesaan pulau Jawa, di Vatikan yang mayoritasnya adalah Kristen, dimuka bumi?

Dan jika Anda mempermasalahkan hal tersebut, maka Anda akan kami bantah dengan mengatakan bahwa “Komunis, Liberal, Kejawen, Hindu Kristen Budha adalah istilah yang dibuat manusia, maka tidak masalah jika kami mendefinisi ulang. So What! Jangan mempermasalahkan hal yang nggak substansial!!?”

Apa jawaban Anda?

Atau bagaimana jika saya tambahkan lagi kata yang lain, mohon maaf:

1.    Tai (Islam)
2.    Dubur (Islam)

Itu memang keterlaluan, tapi sekali lagi saya hanya ingin menguji konsistensi. Bagaimana jika Anda menuntut orang yang mengatakan itu, kemudian orang itu mengatakan bahwa

“Kata tai, dubur itu yang mendefinisikan adalah manusia. Saat ini memang manusia memiliki pemahaman yang sama mengenai tai itu apa, dan dubur itu apa. Akan tetapi, sekali lagi bahwa itu kata hanya buatan manusia. Dan saya yang manusia ini bisa merubahnya dong. Tai dan Dubur yang kami maksudkan adalah sesuatu yang suci yakni Islam Islam, bahwa kata itu adalah kata ajakan juga bagi muslim untuk menegakan syariat Islam.”

Bagaimana jika seperti itu?

Inilah risalah konsistensi dalam sebuah definisi.

Jika Anda konsisten, Anda luar biasa mengerikan, meski saya pun masih tidak berani mengatakan anda sesat.

Tapi, jika Anda tidak konsisten atau mengatakan tidak boleh (penggunaan kata-kata yang mengerikan tersebut) maka ada baiknya kita tidak mengutak-atik sebuah definisi berdasarkan urgensi: menyelamatkan tauhid saudara-saudara kita di luar sana. 

Mengerti maksud saya? Maksud saya, hati-hati dalam menggunakan term untuk di redefinisi. Kita bisa menggunakan term dari luar rahim peradaban Islam, apabila term tersebut tidak bermasalah secara bahasa, definisi awal dan sejarahnya. Wallahualam. Hm, hati-hati ya. (Bersambung)

8 komentar:

  1. Sundawi says:

    Oiya, kang. Sebenernya ada pertanyaan yang selama ini menghantui saya: Kan demokrasi itu haram karena adanya fungsi legislatif yang berijtihad berdasarkan hawa nafsu masing-masing individu di parlemen itu sendiri.

    Nah, gimana kalo semua "legislator" di parlemen itu dikondisikan agar melakukan ijtihad berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah; menurunkan semua UU yang dibuatnya dari Hukum Allah? Gimana, kang?

  1. Emang Islam gitu kan? yang menjalankan hukum Allah itu ya manusia. Manusia yang memegang sumber pokok dalam Islam :) Memang seharusnya gitu.

  1. Anonim says:

    Sami'na waatho'na.... masak mau netapin UU yg jelas Wajib masih di musyawarahkan di legislatif,.... lagianpenetapan bukanya di Kholifah yak kalo nurut Shahabat siy

    Test,.. Ketua Pansus membuka sidang pertama, Pansus ini adalah untuk membuat UU Prostitusi,..
    " Sidang saya buka,.. siapa yg setuju prostitusi angkat tangan....
    jiah... bukanya Zina itu sudah nya ta haram

  1. Hehe.. ini yg diskusi waktu itu ya..?

    Jangan terlalu PD mengatakan orang lain gak konsisten. Nanti ketulah. Yang penting itu adalah soal yang pertama. Mau didefinisikan apa istilah yang akan dibicarakan. Dan, yang mengeluarkan istilah harus bisa menjaga agar lawan bicara paham.

    Kalau masih keukeuh dibilang gak konsisten, ya kepaksa dunk ente juga nolak istilah "agama islam", "ekonomi islam", "filsafat islam", "epistemologi islam", "punk islam", "underground islam", "psikolgi islam" dan akan banyak istilah yang bermunculan.

    Pasti ente bisa membantah argumen ini dengan lari ke etimologi. Dan nanti kita akan saling kejar-mengejar alias balap lari :D

    Salam :)

  1. Saya tetap pada pandangan saya. Ya, etimologi terkait apakah arti kata itu bisa menjadi representasi agama (pengambilan hukum) atau tidak. Demokrasi sudah saya sampaikan diatas, yang lainnya disandingkan dengan Islam, silahkan dibuktikan saja.

    Waalaikum salam do :)

  1. Sebenernya, triger itu bukan untuk nt do, tapi muncul terkait ribut2 yang anti demokrasi sama prodem (yang sebagiannya sepakat syariat Islam). Ributnya cukup mengerikan.

  1. Sebenarnya pembahasan demokrasi dan termnya belum selesai do. Tinggal satu lagi. Dan itu yang paling penting. Insya Allah, kapan2 kalau lagi mood, nya baik :)

  1. Anonim says:

    Tidak mungkin dalam sebuah negara demokrasi akan mendasarkan cara pemecahan permasalahan harus melalui Al-Qur"an...dalam sebuah negara demokrasi hal yg harampun bisa d halalkan..hal ini didasarkan mekanisme pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi itu sendiri...

be responsible with your comment