Mustafa Davis lahir dan dibesarkan di wilayah teluk
di Kalifornia Utara. Ia kini dikenal sebagai pembuat film dan seniman
dunia. Sebagai seniman, Davis mencintai keindahan. Dan keindahan paling
indah di matanya adalah senyum seorang pria sederhana yang tulus, yang
membawanya pada Islam 16 tahun lalu.
Semua berawal pada suatu Rabu di bulan Mei 1996, Davis bertemu dengan seorang teman dalam perjalanannya menuju kampus. Belakangan Davis tahu ia dan pria bernama Whitney Canon itu belajar dalam kelas bahasa Prancis yang sama. Lalu, mengetahui bahwa Whitney adalah seorang seniman dan musisi sepertinya, Davis kerap menghabiskan waktu bersamanya setelah itu, terutama di ruang piano di aula musik kampusnya.
Selama satu semester, dengan cara menyelinap, ia dan Whitney
menghabiskan waktu di ruangan itu, lalu bermain musik atau berbincang
tentang persoalan kerohanian di sana. Pada suatu Rabu di tahun yang
sama, bersama salah seorang temannya, Whitney Canon (kini Muslim), Davis
sedang menyantap sushi di sebuah restoran Jepang dekat kampus. Dalam
kesempatan itu, Davis menyampaikan sebuah pengakuan bahwa dirinya lelah
dengan kehidupan yang dijalaninya.
“Aku ingin mengembalikan hidupku pada jalurnya,” tulisnya dalam
sebuah note dalam akun Facebook-nya, Becoming Muslim in America
(dipublikasikan kembali oleh isamicsunrays.com dalam artikel berjudul
Becoming Muslim: Five Words That Changed My Life). Menurut Davis, gaya
hidupnya kala itu menjauhkannya dari kesuksesan, dan hanya agama yang
mungkin mengubah hidupnya. “Aku harus kembali ke gereja,” ujar mantan
pemeluk Katolik ini.
***
Tiba-tiba Whitney bertanya apakah dirinya pernah berpikir tentang
Islam. Davis menjawab “tidak” dan mengatakan pada Whitney bahwa Islam
adalah agama Arab atau gerakan separatis bangsa kulit hitam. Dari banyak
informasi dan peristiwa, Davis hanya memiliki stigma negatif tentang
agama itu dalam otaknya. “Selain itu, aku belum pernah melihat Muslim
yang baik dan taat waktu itu,” katanya.
Mendapati respons negatif dari Davis, Whitney kemudian bercerita
tentang kakak laki-lakinya yang masuk Islam. Dari kakaknya, Whitney
(yang saat itu belum menjadi Muslim) mengatakan bahwa Islam bukan hanya
untuk Arab serta merupakan agama yang universal. Whitney lalu
melontarkan pertanyaan baru pada Davis, “Apakah kamu mengetahui
Muhammad?”
Davis mengaku hanya mengetahui satu orang dengan nama Muhammad, yakni
Elijah Muhammad (salah satu pemimpin utama di Nation of Islam). Whitney
lalu menjelaskan hanya ada seorang pria bernama Muhammad yang merupakan
nabi asal Arab yang sesungguhnya. “Kau harus mengenalnya,” kata
Whitney.
Mendengar kata “Arab,” Davis tak tertarik untuk masuk ke dalam
perbincangan yang lebih jauh tentang Islam. Ia kemudian mengakhiri
perbincangan itu dan beranjak menuju tempat kerjanya, karena Davis
bekerja pada malam hari.
Pulang dari tempat kerjanya, Davis singgah ke sebuah toko buku untuk
membeli Bibel. Saat melewati deretan rak bertema “Filosofi Timur,”
pandangan Davis tiba-tiba tertuju pada sebuah buku berwarna hijau. Nama
“MUHAMMAD” tertulis dengan huruf timbul berwarna emas di sampulnya. “Aku
menghentikan langkahku, berpikir sejenak, dan mengambil buku itu dari
rak,” katanya.
Rasa ingin tahu Davis tergugah saat membaca judul kecil di bawah
tulisan MUHAMMAD; Kehidupannya berdasarkan Sumber Paling Awal. “Kata
“sumber paling awal” menggelitikku karena aku sangat mengetahui adanya
debat teologis tentang sejumlah kesalahan yang ditemukan dalam Bibel.
Fakta itu menggangguku,” kata pendiri Cinemotion Media dan Mustava Davis
Incorporation ini.
Davis membuka buku itu dan dengan susah payah mencoba membaca banyak
kata dalam ejaan Arab. “Empat atau lima kalimat yang kubaca menyebut
kata “Alquran” beberapa kali,” katanya. Ejaan-ejaan Arab yang
menyulitkan itu lalu dirasanya membenarkan pemahamannya bahwa Islam
adalah agama orang Arab. Maka Davis mengembalikan buku itu ke rak.
***
Saat beranjak meninggalkannya, tulisan emas di sampul buku itu
kembali menarik pandangan Davis sehingga ia kembali melihat ke arah buku
tersebut. Saat itu, ia melihat sebuah buku lain berjudul The Quran, dan
teringat pada beberapa kata yang baru ia baca dalam buku berjudul
Muhammad.
Setelah mengambil dan membukanya secara acak, Davis berhadapan dengan
halaman pertama Surah Maryam. “Aku membaca surah itu dari awal hingga
akhir dan merasakan tubuhku menggigil saat membaca penjelasan detail
tentang kelahiran Nabi Yesus (Isa as) yang menakjubkan,” ujarnya.
“Aku tak menyangka bahwa Muslim mempercayai kelahiran yang
menakjubkan itu, dan bahwa mereka tak mempercayai Yesus sebagai anak
Tuhan. Sebagai seorang Kristen, aku tak pernah bisa menerima pernyataan
bahwa Tuhan mempunyai anak,” tambahnya. Davis menangis dengan terjemahan
Alquran di tangannya. Ia memutuskan membeli kitab itu, lupa dengan
tujuannya membeli Bibel, dan meninggalkan toko buku itu.
***
Keesokannya, Kamis pagi, saat berjalan menuju kampusnya, Davis
melewati stan kecil milik seorang pria Senegal yang menjual kerajinan,
dompet, dan boneka Afrika. Ia sibuk dengan seorang pembeli saat Davis
menghampiri stannya dan melihat-lihat sebuah dompet. Ketika pelanggannya
itu pergi, pria kulit hitam itu menghampiri Davis sambil tersenyum
ramah.
“Senyumnya itu adalah sesuatu yang tidak pernah kutemukan sebelumnya.
Aku hanya bisa menggambarkan bahwa senyum itu penuh dengan cahaya dan
cinta,” Davis menulis dengan penuh ketakjuban.
Pria bernama Khadim itu menyapa Davis, “Hai, saudaraku, apa kabar?”
dan melanjutkan dengan sebuah pertanyaan lain setelah Davis menjawabnya,
“Saudaraku, apakah kamu seorang Muslim? Kamu terlihat seperti seorang
Muslim.”
Belum habis kekagumannya dengan senyum Khadim, Davis dibuat terkejut
dengan pertanyaan itu. Ia menjawab bahwa dirinya bukan seorang Muslim,
namun baru membeli Alquran pada malam sebelum mereka bertemu. Senyum
Khadim berkembang. Ia menghampiri Davis dan memberinya pelukan sambil
terus berkata, “Ini sangat indah, saudaraku. Ini hebat. Aku bahagia
untukmu. Ini adalah pertanda dari Allah. Kamu membuatku sangat bahagia,
saudaraku.”
***
Ketakjuban Davis belum berakhir. Saat memasuki waktu Zuhur, Khadim
meminta bantuannya untuk menjaga stan miliknya selama ia shalat. Davis
bersedia dan melewatkan dua kelas hari itu. “Aku belum pernah menemukan
orang setulus dia, yang tersenyum padaku, memelukku, dan mengatakan
dirinya berbahagia untukku.”
Saat bersama Khadim itulah, seorang mahasiswa Pakistan menghampiri
dan menyapa pria Senegal itu. Seperti Khadim, ia mengira Davis seorang
Muslim, dan gembira saat mendengar Davis telah membaca Alquran. Ia lalu
menawari menawarkan dirinya untuk menemani Davis melihat-lihat masjid.
Dan Davis menerima tawarannya.
Keesokan harinya, mahasiswa itu menjemput Davis dan membawanya ke
sebuah masjid milik Asosiasi Komunitas Muslim di Santa Clara Kalifornia
setelah terlebih dulu ia mengajak Davis makan siang di rumahnya. Saat
tiba di masjid, Davis disambut sekitar 40 pria yang menyapanya sambil
tersenyum.
Setelah duduk dan bergabung dengan pria-pria tersebut, Davis ditanya
apakah ia mengetahui sesuatu tentang Islam. Ia menceritakan Alquran yang
dibelinya dan menyampaikan hal-hal tentang Islam yang diketahuinya
melalui kitab tersebut. “Lalu seorang di antara mereka bertanya apakah
aku mempercayai Nabi Muhammad dan tanpa ragu kujawab ‘Ya.’ Aku ditanya
apakah aku percaya bahwa Yesus adalah Tuhan atau anak Tuhan, kujawab
‘Tidak’.”
Ia lalu menjelaskan banyak hal tentang Islam pada Davis; malaikat,
kitab-kitab Allah, hari penghakiman (yaumul hisab), dan banyak lainnya.
Setelah memberikan penjelasan itu, ia bertanya apakah Davis mempercayai
semua itu. Davis kembali menjawab “Ya,” lalu pria itu berkata, “Itu
adalah apa yang dipercayai oleh Muslim dan kamu mempercayainya. Maka
apakah kamu ingin menjadi seorang Muslim?”
Davis kembali menjawab ‘Ya’ tanpa keraguan sedikitpun. Pria itu lalu
membimbingnya membaca syahadat. “Aku ingat, hari itu tanggal 17 Ramadhan
1416 H,” ujarnya. (Di colong dan dirubah judulnya oleh DS dari salah satu situs besar Indonesia)
Ya saya tw kisah ini, dan senyum khadim itu memang sesuatu banget.. :)
BalasHapusfoto khadim -->
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/10/17/lt5p4w-pencarian-pertemanan-senyum-tulus-orang-asing-jadikan-mustafa-davis-muslim-dalam-tiga-hari
Peta: Heh kasih tau, segala link-nya :D
BalasHapusLiat aahh :D
BalasHapus...setelah terlebih dulu ia mengajak Davis makan siang di rumahnya. “Aku ingat, hari itu tanggal 17 Ramadhan 1416 H,”. (Itu teman Muslimnya ikut makan gak ya?)
BalasHapus