Koclak

Posted: Jumat, 01 April 2011 by Divan Semesta in
1

Tentu si Liam ini bukan anaknya Liem Swie King, mantan pemain bulu soang yang ditangkis-tangkis atawa bulu tangkis. Bukan pula anaknya babah Liong, temennya si Pitung. Yang membuat ketiga-tiganya sama, terletak di garis mata. Mata mereka sama-sama sipit. Maklumlah keturunan Tiong Hoa.

Si Liam, yang namanya mirip nama jablay lebay Lawang Seketeng ini, profesinya sales penjualan rumah. Penjualan land dan commercial residential bahasa kerennya. Baru sekitar satu bulan dia bekerja di tempat saya bekerja.

Dulu, waktu masa-masa training, si Liam ini saya sangka punya agama Kristen, tak tahunya –diluar dugaan—dia ngakunya orang Budha. Lantas, saya tanya Budha mana? Ternyata Hinayana. Saya tanya perkembangan Dalai Lama pigimana? Boro-boro tahu kabar Dalai Lam, mendengar namanya pun baru saja, aku dia terheran-heran.

Masya Allah, orang Budha tapi tidak tahu Dalai Lama. Saya fikir hebat juga saya. oh, oh mungkin si Liam ini kurang baca, ah tak tahulah. Yang saya tahu, dia bilang selain aliran Hinayana, Budhism yang dia anut berasal dari Budhism Jepang. Tapi, bukan tentang itu maksud saya cerita.

Sebelum saya ceritakan di mana tepatnya, saya ceritakan dulu tokoh lainnya.
Namanya, Indra. Oh, tentu saja bukan Indra Brugman, Saudara-Saudari, Meneer dan Engko! Dia Indra asal Cicurug, yang baru-baru ini membeli rumah BTN, subsidi pemerintah di dekat gunung Salak. Wah baguslah itu, sementara saya malah belum punya rumah.

Omong-omong si Indra ini, pernah debat dengan saya tentang keagamaan. Oh, lagi lagi oh, saya tidak akan bicara debat saya tentang itu, tapi saya pernah memberi dia semacam petuah.

“Dra, Lu enak aja ngomong Cina, Cina sama si Liam di sini (di Indonesia maksudnya). Coba kalau Lu di Cina sana, Lu bakal di bilang Indon! Indon! Dasar Indon!”

Maksud saia, supaya dia merubah omongan, tapi dia nggak merasa rupanya. “Jangan rasialis seperti itulah”, kesal saya. Rasanya pengen ngepret!

Dia Cuma bilang. “Humor mas,” sambil tertawa.

Okelah, satu. Manusia emang gampang lupa. Tapi, kalau sudah tiga kali seperti itu, ya untuk apa ada polisi, untuk apa ada kata maaf ujar almarhum Broeri Marantika.

Nah, semasa training, untunglah si Liam itu keliatannya sabar. Just piece of cake lah, gampang seperti ngorong lah, kalau kata orang USA sono bilang. Dia, si Liam tidak ambil lalu, cuma ambil cengar-cengir aja. Dan beda ternyata setelah masa training.

Sehabis training, pergilah itu sepasang: si Liam dan si Indra ke Lido Lakes. Rencananya, mau nyebar brosur ke member club golf disana. Waktu masang-masang meja promosi, si Indra keceplosan bilang. “Ari maneh, dasar Encek! Dasar luh cina!” Karena si Liam dia anggap punya masalah.

Si Liam mesem-mesem aja.

Dasar kebiasaan, waktu si Liam buat kesalahan sekali lagi, si Indra nyeletuk lagi. “Eh ari sia teu ecreug! Ah, Elu gak bener! Cina sih, sia mah! Elu sih, Cina!”

Si Indra pun berbalik.

Lucunya waktu badan dia ngebalik, mendaratlah itu keplakan dendam kesumat.

“Anjing sia goblog! Anjing Luh! Cina-cina ti kamari! Ngomong Cina dari kemaren! ”beringas si Liam. “Ari sia mun wani ka Aing, gelut siah anjing! Kalo Lu berani, berantem Luh Anjing ma gua!” dan sekali lagi mendaratlah itu keplakan di tempat yang disebut tempat kehormatan (kepala) manusia.

Diajak gelut, atawa berantem, si Indra malah diem. Diajak lagi berantem, eh dia malah kabur. Hehe. Dasar. Dipikir-pikir hebat juga si Liam. Umurnya juga paling baru 23 sementara si Indra menjelang punya anak.

Mendaratnya kelepakan maut itu masih mending, coba kalau si Liam mendaratkan tendangan kuntao, atau telapak kaki maut Jet Kundo Bruce Lee. Biar katanya suka nongkrong di Ultimus, rupanya si Indra nggak paham juga kalau Polpot itu matanya sipit, dan Mao Ze Dong itu Tiong Hoa!

Makan tuh rasis. Dasar koclak!

1 komentar:

  1. aemtemite says:

    Hahaha, ceunah ceuk batur, nu cicingeun mah pas keur ambekna edun. Meureun si Liam eta kaasup salah sahiji nu diomongkeun ku batur :p

be responsible with your comment