Ikatan

Posted: Selasa, 30 November 2010 by Divan Semesta in
7


Kamu tahu bagaimana persaudaraan itu diikat? Persaudaraan itu diikat bukan tanpa perdebatan sama sekali. Ikatan itu dibentuk dengan landasan perbedaan dalam memandang suatu hal tetapi sama dalam memandang beberapa lainnya.

Seringkali saya berdebat dengan seorang sahabat mengenai Syiah-Sunni, betapa sahabat saya itu mengkafirkan Syiah sementara saya hingga saat ini belum berani melakukan itu. beberapa diantara sahabat saya bahkan pernah mengatakan saya kafir. Tidak secara langsung (melalui ym).

Yang lain, yang kini tinggalnya di luar daratan pulau Jawa kelihatannya pundung atau kecewa ketika saya mengatakan bahwa kamu kafir kalau bersumpah atas nama selain Allah. Sy pikir dia pun memahami itu saat dia sedikit ragu untuk mengucapkan sumpah PNSnya. Saya sendiri tidak tahu apakah sumpah PNS menggunakan janji untuk setia kepada selain Allah atau tidak namun saya hanya memberikan batasan yang secara general dia sudah ketahui, bahkan tidak mungkin tidak ia ketahui. Tapi orang tidak selamanya menjadi kafir terus menerus.

Semenit manusia menjadi kafir, semenit berikutnya ia mengucapkan istigfar, mengucapkan tanda penyucian maka ia kembali lagi menjadi seorang muslim. Ketika mengatakan jujur mengenai pandangan terhadap sumpah PNS itu, saya pun mengatakan, bahwa kemarin saya pun menjadi kafir dan kemudian bersyahadat kembali karena saya berpikir yang bukan-bukan tentang Allah. (Berpikirnya seperti apa, tak usahlah saya sebutkan)

Itulah para sahabat. Saling berdamai, saling berseteru, kadang saling memaki, berbeda pendapat, tetapi tetap diikat oleh satu ikatan. Kadang jauh tetapi tidak benar-benar menjauh karena ada rasa merindu. Kadang ada rasa kesal tetapi kesal itu hanyalah bumbu.

Seperti perkawinan kadang kita ingin menggampar istri kita, kadang kita mungkin ingin mencakar suami kita satu waktu, tapi kita tetap bertahan karena peristiwa remeh semacam itu hanya satu dari kebaikan-kebaikan yang pernah dialami bersama: bersetubuh hingga pegal, mandi bersama di kamar mandi, saling membantu menyikat tubuh, memperingatkan adanya jalan bolong ketika tengah mengendarai motor, mengelap keringat yang bercucuran ketika ac mobil kita tengah mati, berkerjasama membersihkan tempat tidur dan mainan anak yang berserakan. Kita bertahan, kita memaklumi karena kita cinta. Itulah pernikahan, dan persahabatan tidak mengangkat parang untuk menyangkal atas persamaan itu.

Benar atau tidaknya dia, salah atau kelirunya seorang sahabat atau teman yang benar-benar kita kenal bukanlah halangan bagi saya untuk menunjukkan solidaritas atasnya.

Kamu pun mungkin demikian. Itu sangat baik. Tak peduli madzhabnya apa, tak peduli pilihannya apa, selama ia seorang muslim seorang sahabat akan selalu berada disisinya, teman yang baik pun demikian.

Ini bukan berarti menyetujui atau tidak, bukan memaklumi atau tidak, mendukung atau tidak, bukan hitam dan putih: kalau hitam lalu kita tinggalkan, kalau putih okelah kita masih akan sering bertandang ke kediamannya. Tidak seperti itu.

Ini bukan tentang kamu benar, saya salah, saya salah kamu benar. Ini tentang persahabatan, sekali lagi saya bilang persahabatan.

Kita, tak peduli dia melakukannya atau tidak, yang seharusnya kita pedulikan adalah diri kita sendiri. Sejauh mana solidaritas itu dijunjung diatas kepala. Saat ini kita mungkin tidak bisa menemuinya selama tujuh hari karena undang-undang terorisme memperbolehkan hal itu.

Kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukan advokasi, selain menghubungi Tim Pengacara Muslim (TPM) dan berharap mereka akan menindaklanjuti posisinya. Kita mungkin tidak memiliki media yang baik, sehingga kita tidak memiliki kemampuan yang luar biasa memblowup peristiwa ini sehingga kecenderungan dihilangkannya nyawa seseorang karena hanya sedikit media yang peduli, yang artinya hanya sedikit orang yang mengetahui sehingga kemungkinan dihilangkannya seseorang akan semakin besar. Tapi kita bisa memantau perkembangan itu dari TPM.

Kita bisa melakukan yang bisa kita lakukan: bukan hanya menyematkan doa ketegaran dan kesabaran atasnya dan keluarga kecilnya, tetapi bersama-sama menjenguknya sesegera mungkin.

Insya Allah saya akan berusaha menyempatkan untuk mengambil cuti, dan mungkin kita akan bersama-sama menemui dan menghibur dirinya, memberikan suntikan pengharapan, memperlihatkan ikatan itu belum hilang, mengalokasikan ---tak peduli sedikit atau segunung-- dana untuk penghidupan sementara keluarganya jika dibutuhkan. Kita masih harus terus bertanya, bertanya, bertanya terus menerus. “Apa yang bisa kita bantu? Apa yang harus kami bantu?” hingga ujian ini bisa pupus dan tergantikan oleh ujian berikutnya

Sesungguhnya, kalian mengetahui apa dan siapa yang tengah saya bicarakan.

Tulisan ini bukan untuk orang-orang yang tidak mengenal dirinya, tetapi orang-orang yang sudah bertemu dengannya, berbagi kisah, minum di cangkir yang sama dan memiliki impian akan negeri yang lebih baik dari negeri yang kita pijak saat ini.

Ketika ikatan terurai karena keterpaksaan, kita akan berusaha merajutnya. Ketika simpul itu lepas oleh penangkapan kita akan berusaha menyambungnya.

Jangan biarkan ia merasa sendiri.

7 komentar:

  1. Setelah saya hapus, dan setelah mempertimbangkan keadaan, akhirnya tulisan ini saya tampilkan kembali. Semoga Allah menguatkan ikatan kita :)

  1. Fajar212 says:

    You'll never walk alone bang

  1. Fajar212 says:

    oya bang lupa. minta izin buat mempublish nih tulisan di zine gw, burjo zero

  1. Fajar 212: Dangdut banget never walk alone. Alon-alon asal nglakon x :D. Ambil aja Jar.

  1. Semoga teman kita yang disana diberi kekuatan dan cukup percaya bahwa banyak yang memikirkannya.

  1. Siap Kopral Bambang. 86! Kalau kenal, tengok aja ke Solo. Dah dipindahin Kok. Jogja Solo = 1 jam. Kesukaan dia pisang cavendish dan apel.
    Amin :)

be responsible with your comment