Korong Gajah
Posted: Jumat, 24 April 2009 by Divan Semesta inINI sebuah cerita lucu. Cerita orisinil yang dibentuk dari suatu perbincangan antara saya dan Nyawa. Siang hari menunjukkan jam satu. Saya baru saja membacakan empat judul buku pada Nyawa seperti yang ia minta, tetapi Nyawa belum juga menunjukkan tanda-tanda ingin tidur siang.
Saya berinisiatif menawarinya makan karena sudah 4 jam lalu ia belum makan.
“Mbak…makan yuk” ajak saya. Nyawa asik membuka halaman-halaman buku miliknya.
“Nggak mau” jawab dia sanati.
“Tapi Nyawakan belum makan, nanti lapar lho…”
“Nggak mau” Nyawa keukeuh. Saya duduk di sebelah dan memangkunya.
“Ya udah…milih mana, makan disuapin Manda atau makan disuapin sama gajah?” tanya saya mencari cara lain. Saya terpikir sosok gajah dalam buku 100 Binatang Pemecah Rekor yang sangat disukai Nyawa.
“Mau…sama gajah” jawabnya semangat.
“O…gitu. Tapi gajahkan nggak punya tangan” ucap saya, Nyawa menoleh.
“terus makannya pake apa?” tanyanya.
“Gajah kan pake hidung untuk ngambil makanan, terus dimasukkan ke dalam mulut. Nanti kalo nyawa disuapin gajah berarti disuapin pake hidung dong” kata saya memperhatikan wajahnya yang mulai tertarik. Saya pun melanjutkan.
“…kan hidung gajah nggak pernah dibersihin. Hiiii banyak korongnya” saya pura-pura bergidik.
Nyawa memandang saya. "“Ga mau katanya.”
“Nggak mau apa?” saya kurang mengerti.
“Nyawa nggak mau disuapin gajah. Nyawa gak mau makan korong” mendengar kalimat Nyawa, saya seketika itu juga tertawa. Nyawa yang melihat saya tertawa ikut tertawa.
“Jadi…Nyawa mau makan sama siapa?” tanya saya ketika tawa kami reda.
“Nyawa mau makan sama Manda, kan manda nggak punya korong. Tapi diliatin sama gajah ya…. gajahnya liat aja…kan gajah banyak korongnya.”
“Mbak…makan yuk” ajak saya. Nyawa asik membuka halaman-halaman buku miliknya.
“Nggak mau” jawab dia sanati.
“Tapi Nyawakan belum makan, nanti lapar lho…”
“Nggak mau” Nyawa keukeuh. Saya duduk di sebelah dan memangkunya.
“Ya udah…milih mana, makan disuapin Manda atau makan disuapin sama gajah?” tanya saya mencari cara lain. Saya terpikir sosok gajah dalam buku 100 Binatang Pemecah Rekor yang sangat disukai Nyawa.
“Mau…sama gajah” jawabnya semangat.
“O…gitu. Tapi gajahkan nggak punya tangan” ucap saya, Nyawa menoleh.
“terus makannya pake apa?” tanyanya.
“Gajah kan pake hidung untuk ngambil makanan, terus dimasukkan ke dalam mulut. Nanti kalo nyawa disuapin gajah berarti disuapin pake hidung dong” kata saya memperhatikan wajahnya yang mulai tertarik. Saya pun melanjutkan.
“…kan hidung gajah nggak pernah dibersihin. Hiiii banyak korongnya” saya pura-pura bergidik.
Nyawa memandang saya. "“Ga mau katanya.”
“Nggak mau apa?” saya kurang mengerti.
“Nyawa nggak mau disuapin gajah. Nyawa gak mau makan korong” mendengar kalimat Nyawa, saya seketika itu juga tertawa. Nyawa yang melihat saya tertawa ikut tertawa.
“Jadi…Nyawa mau makan sama siapa?” tanya saya ketika tawa kami reda.
“Nyawa mau makan sama Manda, kan manda nggak punya korong. Tapi diliatin sama gajah ya…. gajahnya liat aja…kan gajah banyak korongnya.”
Saya tersenyum. Kami pun beranjak menuju dapur untuk mengambil makanan. Tapi pikiran saya masih tertawa terbahak, membayangkan gajah dengan banyak korong di hidungnya. Mungkin pikiran itulah yang terlintas dipikiran Nyawa. Tapi lagi-lagi saya terbahak di sela menyuapi makan ketika Nyawa nyeletuk sendirian.
“Gajah….nanti ya….kalo korongnya udah dibersihin, baru…Nyawa-nya disuapin sama gajah”.
“Gajah….nanti ya….kalo korongnya udah dibersihin, baru…Nyawa-nya disuapin sama gajah”.
Ah... kadang bayi bisa melontarkan komedi diluar kesadaran --atau tanpa-- sepengetahuannya.
23 April 2oo9, manda Nyawa
23 April 2oo9, manda Nyawa
Manda Nyawa teh puterinya Divan?