Bulannya Nyawa

Posted: Rabu, 07 Januari 2009 by Divan Semesta in
0

Ada bulan… ungkap Nyawa terbata, sambil melihat jendela.

"Mana bulannya?" Tanya Manda.

Ira tidak melihat bulan itu.
Ia lalu merendahkan kepalanya.
Ia tertawa.
Ternyata dibalik rimbun daun pohon jambu air itu, bulan mengintip kami bertiga.

Saya masih diam sambil memperhatikan Nyawa yang terbata-bata berceloteh.

“Bulan, bulan," panggilnya. "Sini bulan tidur ma Wawa." Ia menepuk2 bantalnya. "Di bulan, minum cucu bulan, makan ot, makan ot.”

Maksud cucu tentunya susu, sedangkan maksud ot adalah quacker oat yang selalu Ira suapkan sehari tiga kali padanya.

Saya melayangkan pikiran, tersenyum betapa saya dikarunia keluarga yang selalu membuat saya ingin pulang.
Setiap sore pikiran saya selalu melanglah ke Nyawa.
Ingin selalu mendengar ia menguik “jangan panda!” akibat saring seringnya saya mengitik-itik pinggang dan ketiaknya yang wangi.

Hm, Nyawa sudah lumayan besar. Terharu rasanya ketika ia mulai terbiasa merangkai kata. Dan ira tentu saja boleh berbangga karena banyak hal-hal yang bersifat spiritual saat ia melihat Nyawa tumbuh dibesarkan oleh tangan dan lisannya.

Dia merawat Nyawa baik-baik, membawanya setiap minggu ke toko buku, mengulang hafalan doa sesaat sebelum kami melihat wajahnya yang tak berdosa terpejam.

Hm saat menulis ini,
saat saya istirahat, saya pun masih melamunkannya.
Memikirkan apa lagi yang nanti bakal ia ceritakan di malam hari.

Adakah malam ini bulan masih ada di atas tempat tinggal kami.
Adakah malam ini bulan tersenyum pada sahabat kecil Nyawa, di sana...
di jalur Gaza?


Bersinarlah terus,
Bulan... Nyawa...
Bercahayalah terus,
Bulannya Nyawa...

0 komentar:

be responsible with your comment