Kelebaman Manusia

Posted: Jumat, 18 April 2008 by Divan Semesta in Label:
2


Manusia selalu berubah? Bukankah yang berubah hanyalah perkakas yang digunakan untuk membantu kehidupannya? Bukankah yang berubah hanyalah teknologi? Apa benar hakikat manusia ikut berubah?

Dulu Chandragupta Maurya menggunakan lembing, gada, tombak, panah, dan gajah untuk menguatkan pasukan perang India. Dulu Alexander the Great menerobos Himalaya melalui celah Keiber, membawa pasukan tempur yang persenjataannya tak jauh beda dengan Chandragupta, kecuali kuda. Sekarang persenjataan perang berubah. Manusia membuat senjata pembunuh masal untuk menghancurkan sesamanya. Agent Orange, chemical weapon, nuclear, digunakan untuk mendeportasi manusia dari alam dunia menuju alam baka. Tank, kapal induk dan pesawat supersonik dijadikan andalan untuk membombardir manusia dengan senjata berat. Apakah itu yang mengindikasikan manusia berubah? Bukankah hakikatnya tetap sama? Bukankah dari dulu sampai sekarang, manusia berjuang mati-matian untuk menampakkan eksistensinya dengan mempertahankan diri?

Dulu manusia menggunakan timbangan besi untuk mengakali pembeli (mencuri dengan mengurangi timbangan). Dulu seorang perampok, masuk ke dalam rumah, mencuri koin-koin emas dan gepokan uang milik seorang saudagar, setelah berdandan ala ninja. Sekarang, di era digital abad 21, manusia tidak usah lagi berdandan semacam itu, , atau menggunakan timbangan besi demi mengakali pembeli. Manusia tinggal leyeh-leyeh menghadap monitor computer, sambil menyeruput coffelate, mengetuk-ngetuk tuts keyboard, mengarahkan mouse maka bobol-lah milyaran dolar uang di sebuah bank.

Apakah perbedaan cara mencuri yang mengindikasikan manusia berubah? Bukankah hakikatnya tetap sama? Bukankah dari sejak zaman Qorun sampai zaman Bill Gates, manusia selalu ingin memperkaya diri menggunakan cara yang sah dan tidak sah.

Dulu, manusia di zaman food gathering mengolah daging dengan mengumpulkan atau langsung memamahnya, kemudian, zaman berubah. Manusia membakar makanan terutama daging, menggunakan batu api, atau mungkin menunggu petir untuk membakarnya, atau --yang paling banter-- merebusnya. Sekarang berbeda! Manusia mati-matian memutar otak, demi menemukan cara masak yang bisa membuat kritikus makanan terbang melayang-layang seperti burung layang-layang, atau seperti mendapat kan ledakan mercon sewaktu menikmatinya at the first bite! Manusia mengolah bandeng menggunakan presto (alat masak yang desisannya bisa membuat manusia purba mampret); menyelimuti daging kalkun dengan alumunium foil, memasukannya ke dalam oven, kemudian menunggu dengan khidmat seperti yang biasa dilakukan anak-anak bangsa Amerika, saat mereka merayakan thanksgiving bersama kakek neneknya. Apakah cara mengolah makanan yang mengindikasikan manusia berubah?

Cara manusia mengolah makanan memang berubah, tetapi bukankah hakikat manusia tetap sama? Bukankah dari dulu sampai sekarang, manusia selalu membutuhkan makan dan minum untuk memenuhi kebutuhan asasinya?

Dulu jika manusia haus akan kebutuhan biologisnya, maka manusia membutuhkan pasangan hidupnya. Cara yang ekstrem: menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan sesama jenis atau bahkan dengan binatang. Yang konvensional, menyalurkannya dengan pasangan dari jenis yang berbeda (pria dengan wanita).

Sekarang, semenjak munculnya “revolusi seks” seorang lelaki bisa menggunakan boneka angin sedangkan yang wanita bisa memuaskan libidonya menggunakan dildo atau vibrator. Apa cara memenuhi kebutuhan seks lah yang mengindikasikan manusia berubah?

Cara manusia dalam menyalurkan kebutuhan seks sedikit banyaknya memang berubah, tetapi bukankah hakikat manusia tetap sama? Bukankah dari dulu sampai sekarang, manusia tetap berkeinginan menyalurkan kebutuhan biologisnya?

Seorang ulama bernama Taqiyudin an Nabhani pernah membahas hakikat manusia di dalam bukunya yang berjudul Nidzam Islam. Melalui pengamatannya, ia berusaha memetakan --salah satu-- diantara hakikat manusia. Menurutnya dari dulu sampai sekarang hakikat manusia adalah sebagai berikut.

1. Manusia Memiliki Kebutuhan
untuk Menyalurkan Kebutuhan Jasmaninya.
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang memang manusia mutlak memerlukan pemenuhannya. Kalau tidak terpenuhi manusia bisa sakit dan jika tidak terpenuhi terus menerus maka manusia bisa keleper-keleper, mati!.

Manusia harus makan dan minum, kalau tidak terpenuhi, manusia bisa mati. Manusia butuh kentut! Kalau tidak kentut, perut manusia bisa kembung, kalau kembung, manusia bisa kejang-kejang, kalau terus menerus kejang, manusia bisa mati.

Konon, seorang Khalifah bernama Harun Al Rasyid pernah kelenger karena nggak bisa kentut. Waktu khalifah kelenger, seorang tabib datang dan bertanya padanya,
“Lebih baik milih harta setinggi gunung tapi tidak bisa kentut atau bisa kentut sepuasnya, tapi tidak memiliki harta setinggi gunung?” dan jawabannya tentu sudah dapat diterka. Harun al Rasyid memilih kentut.

Manusia butuh menghisap oksigen, kalau tidak dipenuhi tentu kalian sudah tahu jawabannya. Saya pernah tenggelam di sebuah danau, jadi, mengenai hal ini, saya mengerti benar betapa berharganya oksigen bagi manusia.

Semua yang saya sebutkan tadi adalah kebutuhan pokok manusia yang mutlak harus terpenuhi, dan ciri lain dari kebutuhan ini, ialah bahwa kebutuhan ini muncul dengan sendirinya dari dalam diri manusia.

2. Manusia memiliki Kebutuhan
untuk Menyalurkan Kebutuhan Nalurinya.
 Naluri terbagi menjadi tiga: naluri mensucikan, naluri mempertahankan eksistensi, naluri menyalurkan kebutuhan biologis juga melanjutkan keturunan.

a. Naluri mensucikan

Manusia membutuhkan sesuatu untuk disucikan. Setiap manusia berbeda pandangan dalam mensucikan sesuatu. Bagi seorang Nasrani, Kristuslah yang harus disembah dan disucikan (tentu yang disucikan disini bukan berarti Kristus itu najis lalu harus dibasuh oleh tanah). Bagi seorang Rastafarian seperti Bob Marley, kaisar Ethiophia lah yang patut diagungkan. Bagi seorang Marxis, sosok Lenin dan Marx lah yang senantiasa dijadikan acuan, senantiasa dikhidmat dan pujikan. Bagi seorang yang tidak percaya apapun, bagi orang yang skeptis terhadap aneka macam penyembahan apapun, maka akalnya lah yang dikeramatkan.

Naluri mensucikan ini sangat luas, mencakup pula, hysteria seorang fans Cold Play terhadap Chris Martin, hebohnya seorang ibu rumah tangga terhadap pinggul Inul yang mistis.

b. Naluri mempertahankan eksistensi.

Kita bisa melihat naluri ini dari mulai keinginan anak-anak tanggung untuk minum alkohol atau ngisap lem, kebringasan Holigan sampai penyerangan yang dilakukan oleh militer zionis Israel, juga resistensi anak anak muda Palstina melalui intifada.

c. Naluri menyalurkan kebutuhan biologis juga melanjutkan keturunan.

Naluri ini dimanifestasikan oleh kerinduan seorang lelaki terhadap wanita, seorang homoseks dan lesbi terhadap sesamanya, juga seorang suami terhadap istrinya.

Ketiga hal tersebut adalah naluri yang memiliki ciri, yakni naluri tersebut tidak akan muncul jika tidak ada stimulan. Kemunculannya, dirangsang oleh fakta yang ada diluar diri manusia. Oleh karenanya, jika kebutuhan pokok tidak bisa ditangguhkan maka, naluri bisa ditangguhkan dengan mengalihkannya. Kalau tidak teralihkan manusia hanya akan gelisah ketika menanggungnya.

Menggunakan konsep itu, seseorang yang ketergantungan minuman keras bisa sembuh hanya karena diberi wawasan tentang naluri. Bahwa, keinginan meminum minuman keras datangnya dari luar diri manusia, jika tidak meminumnya seseorang tidak akan mati. Dia hanya akan gelisah. Dan kegelisahan itu bisa disalurkan melalui kegiatan yang produktif seperti membaca buku atau ikut club conversation. Jika seseorang tidak pacaran maka dia tidak akan mati, melainkan akan gelisah dan –sekali lagi-- gelisah bisa disalurkan kepada hal-hal yang lain. Maka, tak heran jika dalam urusan ini, pendeta-pendeta katolik kuat menahan nafsu biologisnya (meski terkadang ada yang nggak kuat), dan itu dikarenakan mereka mengalihkan naluri tersebut, pada kegiatan sosial memberi derma, mengurusi fakir miskin, dan beribadah kepada Tuhannya di altar-altar gereja.


Jika dikaitkan dengan larangan-larangan di dalam Islam, maka kita dapat melihat bahwa Islam tidak melarang sesuatu yang menjadi kebutuhan vital, atau sesuatu yang akan mengakibatkan kematian jika tidak dikonsumsi. Islam hanya melarang implementasi naluri yang menyimpang

Mudahnya begini, Islam tidak mengekang, taruhlah naluri menyalurkan kebutuhan biologis juga melanjutkan keturunan seperti yang dilakukan oleh biksu-biksu budha, Hindu, atau pendeta-pendeta Katolik. Islam juga tidak mengumbar, atau mempersilahkan manusia yang terikat oleh sistem nilainya, untuk berhubungan dengan apa saja. Misalnya: dengan lubang tikus, paus pembunuh (binatang), atau sesama lelaki dengan lelaki, sesama perempuan dengan perempuan, anal seks, dan lain sebagainya. Islam memperbolehkannya hubungan seks, asalkan hubungan itu sesuai dengan sistem nilai yang ada di dalamnya. Seperti harus nikah dulu dan lain sebagainya.

Yang bisa kita ambil dari penelaahan Taqiyudin ialah, bahwa Islam tidak mengancam hakikat manusia dalam hal, keberadaaan kebutuhan jasmani serta naluri di dalam dirinya. Islam tidak merusak manusia, melainkan menjaga dan menatanya.

Dalam merumuskan hakikat manusia, konsep Taqiyudin –mungkin-- tidak sempurna. Akan tetapi, konsep kebutuhan pokok dan naluri yang ia ketengahkan, diakui atau tidak, memiliki keterkaitan dengan fakta manusia. Apa sebab? Sebabnya Taqiyudin menelaah diri manusia yang tidak pernah berubah sejak dari awal penciptaan hingga abad kepunahannya.

Manusia selalu sama, meski teknologi yang membantu kehidupannya mengalami lompatan-lompatan yang menakjubkan seperti lompatan Neil Armstrong saat menginjakkan kakinya di bulan. Itulah mengapa, banyak orang yang mempercayai bahwa Islam bisa diterapkan lintas zaman, lintas abad, lintas keadaan, dengan dukungan para pembaharu yang disebut mujtahid.

Oke, oke boleh lah, jika –segelintir orang mengatakan—Islam tidak sesuai dengan zaman karena berasal dari masa purba, tapi beranikah jujur, untuk menilai mana yang lebih purba, Islam ataukah Demokrasi yang kemunculannya berawal dari masa Yunani?. Lantas kenapa mereka mengagungkan Demokrasi?

Oke oke, sesuka nyalah mengatakan Islam tidak sesuai dengan mausia saat ini. Tapi lantas, argumentasi macam mana yang bisa dijadikan alasan, bahwa hakikat manusia selalu berubah setiap masa berganti? Apa yang bisa dijadikan alasan, bagi seorang muslim untuk melipat syariat Islam yang berfungsi untuk menghandle zaman?

Jika benar hakikat manusia masa Descartes, berbeda dengan hakikat manusia, sewaktu Liberalisme merasuki benak pemuda, maka bisakah mereka membuktikan kebenaran perubahan hakikatnya?

Bisakah?

2 komentar:

  1. Rebellito says:

    syeh Taqiyuddin emang keren . apalagi Yang Buat syeh Taqi , TOP BGT dah ..!! gak ada duanya !! :D

  1. Nah, Taqiyudin udah ngasih landasan. Kamu yang ngelanjutinnya. Dia membuat banyak buku supaya banyak yang bisa jadi mujtahid. Sayangnya setelah kematian beliau, sangat sedikit orisinalitas berpikir berpikir yang tumbuh, entah dari penjelasan dalam bentuk tulisan, atau pembicaraan mengenai fenomena kehidupan dll. Kan sayang. Tugas kamu tuh...

be responsible with your comment