Filosopi korong

Posted: Kamis, 24 April 2008 by Divan Semesta in Label:
5

”Ada korong di setiap dimensi kehidupan”. Guru berkata, dan semua muridnya tertawa. Itu guru emang ekstrim!

”Apa maksudnya?” tanya dia di hadapan murid.

”Maksudnya...” seorang murid, duduk di bangku depan menunjuk wajah guru menggunakan jempol kanannya yang berkutil. ”itu pak!”

”Itu apa?” Sang Guru mendesak.

”Itu... ada korong nyempil di hidung Bapak!” Seisi kelas mengeluarkan bunyi. Yang cowok cekakak, yang cewek cekikik. Sang Guru meraba lubang hidungnya Dia cuek aja.

”Saya tahu Pak!” seorang siswa gemuk mengacungkan tangan. Pede. Seluruh siswa memperhatikan, menunggu jawaban jayus yang akan membuat geeerrr kelas untuk kesekian kalinya.

Sambil berdiri, si siswa menatap wajah sang guru. Mimiknya serius.

”Ada korong di setiap dimensi ke hidupan...”

”Ya?”

”Yaitu ... bahwa di setiap perjalanan yang manusia tempuh selalu ada nodanya Pak!”

”Apa nodanya?” sang Guru mencecar.

”Korong!” Jawab siswa lantang.

”Jadi apa maksudnya?” Sang Guru mengejar.

”Bahwa manusia akan selalu melakukan kesalahan, dan alangkah lebih baik kalau manusia terus menerus meloundri kesalahannya!” Siswa nyengir.

”Meloundri dengan apa?” tanya Sang Guru kemudian.

”Ngupil di setiap kesempatan!” dan cengiran ala bagal mengembang di wajah bertumbuh gemuk itu, sementara cengiran bapaknya bagal (alias kuda) terlihat lebar di wajah sang guru.

* * *

Siapa dia? Siapa lelaki yang seolah asal bicara tapi brilyan itu? Dia Giki. Seorang teman yang kini duduk di dekatku. Aku mengamatinya sambil mengunyah aci dimol-mol (cimol). Sejak wisuda kelulusan SMA, lelaki dekil tapi ganteng itu sudah hampir dua tahun tak bertemu denganku. Dan sekarang, di kota Paris Van Java ini, tanpa sengaja aku bertemu dengannya. Pertemuan yang mengingatkanku akan tanya jawab mengenai korong itu, berlangsung di monumen pancasila.

”Jadi Lu ngapain sekarang?” tanyaku pada Giki.

”Jadi ketua LSM” jawabnya tanpa memperhatikan.

”Gila... Hebat amat! LSM apaan?” tanyaku sembari meninju lengannya.

”Semangat amat make ninju segala!? Emang Lu mau gabung kalo gua jelasin?” tanya dia sambil menyeka minyak –menggunakan kerah baju-- yang terlihat mengkilat di area t wajahnya.

”LSM apaan dulu?” kilahku.

Giki cuma nyengir bagal lagi. Cengiran khas miliknya itu tak memberi jawaban apapun padaku. Dan aku hanya akan terus menebak-nebak LSM gila macam apa yang akan memilih Giki sebagai ketuanya.

Aku berjalan di sepanjang trotoar bersamanya. Memperhatikan wajah cewek-cewek Bandung yang tiap hari makin seksi, pakaiannya modis, warnanya kinclong, bodinya bujug buneng, menghiasi kota yang --saat ini-- sampahnya meluber kemana-mana.
Beberapa meter di depanku, sebuah gambar lingkaran putih tampak di tengah jalan. Seekor tikus raksasa dari dalam got, keluar, menyeberangi jalan protokol Juanda.

Aku menghampiri lingkaran itu. Sebuah lubang yang sekelilingnya dilingkari bulatan putih. Seseorang dengan sengaja melingkarinya menggunakan pilok putih. Di dekatnya terdapat tanda panah bertulis ’tempat kecing’ mengarah ke lubang.

”Iseng banget!”

”Iya! Aneh-aneh aja! Itu orang nggak ada kerjaan apa?” timpal Giki.

”Tauk!”

Kami menjauhi lingkaran putih itu. Beberapa belas meter kemudian, aku melihat ke belakang. Ternyata, banyak orang yang berhenti memperhatikan lingkarannya. Mereka menggelengkan kepala. Tertawa, bahkan ada dua orang turis mancanegara yang jongkok, mengambil photo di sampingnya.

Ternyata punya ternyata, Lingkaran yang kulihat bersama Giki bukanlah lingkaran satu-satunya yang kulihat di kota Bandung ini. Hampir di setiap jalan yang kulewati, lingkaran putih itu selalu menampakkan diri. Lingkaran putih itu memiliki ciri: melingkari lubang jalanan yang bopeng, dihias panah bertulis ’tempat kencing’ yang sama, di sampingnya.

Bandung kuakui adalah gudangnya orang-orang kreatif. Tapi kreativitas yang satu ini terlalu heboh! Sebuah surat kabar lokal memuat foto human interest mengenai ’Lingkaran Putih Misterius’. Akhirnya Lingkaran itu menuai kontra karena dianggap merusak keindahan jalan di kota Bandung. Satu minggu setelah foto dimuat, seorang wartawan koran nasional mengulik data dari rumah sakit ke rumah sakit, dari mulai Al Islam hingga Borromeus. Ia menemukan bahwa keberadaan lingkaran berhasil menekan korban kecelakaan lalu lintas terutama bagi pengguna kendaraan roda dua.

Satu minggu selanjutnya sebuah berita berjudul ’Lingkaran Toilet Pahlawan Kita’, muncul di koran nasional dalam bentuk feature. Koran itu memuat wawancara seorang yang terang-terangan bersyukur atas keberadaannya,

”Aduh, amun nu buleud-buleud bodas eta teu aya, bisa bisa si Joli tipalitek. (Waduh kalau buletan-buletan putih itu gak ada bisa-bisa si Joli keseleo)” Katanya.

”Memang si Joli teh Saha Pak? (Memangnya si Joli itu siapa Pak?)” tanya si wartawan.

”Eta namina kuda sayah, Aden!. (Joli itu-- nama kuda saya Mas!)”

Sejak saat itulah, kini, hampir setiap jalan berlubang kota Bandung hampir pasti diperbaiki selang seminggu setelah Lingkaran Toilet muncul. Buset! Lingkaran Toilet dianggap pahlawan lalu lintas!?

***

Tengah malam di suatu hari yang sibuk, usai mengerjakan paper, aku berjalan pulang dari rental komputer menuju kosan. Jalanan lengang. Hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor yang lewat.

Hawa malam yang dingin membuatku merinding. Kutatap gedung sate berlatar angkasa dan dua buah sinar yang menyinarinya. Kelap-kelip kecil lampu pesawat menebas langit kelam. Sesekali bunyi salakan anjing kota yang biasanya budug terdengar.

Baru beberapa langkah meninggalkan gedung sate, berbelok ke kiri, tiba-tiba... aku melihat seseorang yang mencurigakan! Perawakannya yang sebesar perawakanku. Saat tubuhnya melewati lampu mercuri, ia mengeluarkan kupluk hitam dari balik sweater abu-abu yang kembung. Ngapain malem-malem gini orang itu sendirian? Aku mencurigainya padahal aku pun sendiri. Aku menimbang-nimbang untuk membuntuti atau tidak, sebab gerak gerik orang itu mencurigakan! Aku memberanikan diri, sebab dia cuma sendiri.

Memasuki jalan di samping hutan kota yang gelap, kuperhatikan tingkah laku orang itu makin aneh. Ia bersiul-siul. Lalu berhenti pada sebuah titik. Ia menengok ke belakang. Untung di dekatku ada pohon besar. Aku bersembunyi sambil mengintai di baliknya.

Kuperhatikan lelaki itu jongkok, dan mengeluarkan sesuatu dari sweater. Ia kembali melirik ke kiri, ke kanan, ke depan, dan ke belakang lalu ... Ssszzzzssttt! Ssszzzsssst! Sssszzzzzsss! Sebuah bunyi yang kukenal terdengar. Itu kan bunyi pilok. Pikiranku berkerja. Samar-samar aku melihat bulatan putih muncul di permukaan jalan. Jangan-jangan ni orang pembuat Lingkaran Toilet yang mahsyur itu?

Pikirku ini penemuan langka! Seperti penemuan spesies baru serangga! Aku yakin dia orang baik, maka aku keluar dari balik pohon dan mendekatinya.

”Stt!” sahutku.

Lelaki yang tengah mengocok tabung pilok itu melirik. Ia terkejut. Kemudian berdiri. Ia berjalan.

”Mas?” ucapku setengah berbisik.

Ia mempercepat langkah. Dan aku berlari mengejarnya.

”Mas sebentar!”

Mendengar ketepak-ketepok kakiku, ia melirik ke belakang. Melihatku berlari, dia ikut berlari! Larinya lumayan cepat, tapi aku yakin sebentar lagi dia bakal tersusul olehku! Aku berlari melewati pepohonan besar dan bangku-bangku taman yang kehitaman. Sekitar lima puluh meter kemudian, suasana menjadi terang. Lelaki itu sampai di perempatan! Ia melihatku ke belakang, sementara tangannya terangkat (nampaknya ia sudah menemukan angkutan kota). Angkutan kota yang kosong berhenti.

Lha, rasanya aku kenal ma lelaki itu! Bukannya dia?! Bukannya dia ...?!

”Woi Giki! Ngapain Lu?” Aku berteriak, memastikan.

Lelaki itu terlihat menengok lehernya. Memastikan wajahku. Ia penasaran. Angkutan kota ia anggurkan. Dalam beberapa detik kemudian aku sampai di hadapannya. Ngos-ngosan!

Benar! Lelaki misterius yang membuat Lingkaran Toilet itu ternyata Giki!

”Teryata elu! Setan!” Aku tertawa. Dia geleng-geleng kepala.

”Heu! Ngagetin aja! Disangka mau digerebek!”

Angkutan kota mengklakson. Giki meminta maaf. Si sopir marah. Sambil menekan kopling dan mengkecot mobil carry warna hijaunya, dia pergi sambil memaki. ”Kehed siah! (Bangsat Lu!)”

Aku dan Giki tertawa. Kami lantas berjalan mencari warung indomie. Menemukannya, kami ngobrol sampe suara ayam yang baru pertama kali kudengar di kota ini, berkokok. Setelahnya, kami pun kembali ke habitatnya masing-masing.

***
Giki!

Itu anak emang gila! Laki-laki misterius yang buat Lingkaran Toilet itu emang dia. Kalau sudah dipergoki gitu gimana mau ngelak coba?! Tapi, masa itu anak Cuma bilang kalo apa yang dilakukannya karena kepengen doang!?

”Masak cuma karena pengen!? Nonsen Gi! Pasti ada sebabnya?”

”Eh dibilang kagak pecaya!”

” Babi Luh! Masa gitu doang alesannya?!”

Akhirnya setelah mengkol ke mana-mana dia bicara juga. Terus terang juga.

”Abis gua bosen ma cara orang ngeritik! Demo bosen! Buat surat pembaca bosen! Happening art bosen! Ya udahlah buat aja yang kayak gitu. Biar aneh sekalian!”

”Terus recana lanjutan Lu apa?”

”Ois… rahasia perusahaan dong!”

”Kupret Lu!” aku menepiskan tangan. ”Masa ama temen sendiri pake rahasia-rahasiaan?!”

”Asal rahasianya nggak merugikan, ya nggak apa-apa! Tapi ...” ia mengerling padaku.

”Asal Lu mau jadi anggota LSM ni .... asal Lu mau ... semua rencana gua kasih tau!” Giki memainkan cangkir kopinya.

Aku menimbang-nimbang. Nggak apa-apa kali, jadi anak buah si Diki. Lagian kalau di tengah jalan ada yang aneh keluar aja. Si Giki ini yang jadi ketua! Nggak masalah! Aku menyentuh gelas kopi Giki dengan gelas air putihku. Tring! Meletakannya, kemudian menjabat tangannya.

”Oke! Gua mau jadi anggota LSM Lu! Tapi jangan-jangan pake biaya segala!? Lu tau sendiri kan?!”

”Kagak! Cuma patungan buat beli peralatan doang! ... Kayak pilok … cat, atau apa lah…”

“O, jadinya gerakan Lu, gerakan sporadis ya?!”

”Iya! Lha emang!?”

”Jangan-jangan, LSM Lu nggak ada akta pendiriannya!?”

”Alaaah pake akta segala” sambarnya monyong! ” Asal bener. Independent gak papa! Yang ada aktanya aja banyak yang nipu! Mending gak buat akta sekalian!”

”Kalo nggak ada aktanya berarti bukan LSM, nyaho! Jangan-jangan ...,” aku mulai mencurigainya. Tapi dia malah gak peduli!

”Jangan-jangan apanya! Sabodo amat! Mau dibilang LSM ato bukan kek! Kalau kata gua LSM ya berarti LSM!”

”Anggotanya ada berapa Gi?!”

Dengan santainya Giki bilang, ”Baru ada dua!”

”Hah?!! Dikit amat! Anggotanya Gua ama siapa lagi!?”

”Hah heh hoh! Hah heh hoh! Ya Elu doang. Kan baru tadi perekrutannya!”

”Samber gledek! Gampang amat bikin LSM. Oke, oke … terserah pala lu aja deh! By the way, nama LSM kita apa?”

“L.F.I..S,” ia mengejanya. “Artinya, Liberation frOm opreSsor”

Aku mengerutkan kening. Mencoba mengaitkan singkatan huruf-hurufnya.

“L untuk Liberation! O untuk From!” aku mengkerutkan kening. ”I? ... untuk apa kalo O untuk Opressor! I nya singkatan apa Gi?!”

”I untuk Idiih” Gi nyengir.

”Lho?” Aku protes, ”Udah keren-keren kok pake idih?!”

Dan Giki pun mengeluarkan seluruh perbendaharaan kosa katanya. ”Pembebasan dari opresi yang ’idih’ maksudnya, usaha pembebasan manusia dari opresi atau penindasan atau tekanan, atau pengalienisasian, atau usaha memarjinalkan, kreatifitas dari subjek agressor di luar diri kita!” Lantas, dia jelaskan mengenai banyak hal! mengenai stagnasi kritisi! mengenai mampetnya birokrasi!

Aku tak begitu mengerti dengan yang dijelaskan Giki. Otak kanan dia memang lancar dalam hal yang begituan. Aaaah, pokok nya, hampir sama dengan yang dilakukan kebanyakan mahasiswa. Dan L.F.I.S menyampaikannya dengan cara yang berbeda. Karenanya aku cuma bilang ”Terserah Lu aja dah!”

Itu anak emang lain dari pada yang lain! Dibilang weirdo, bukan! Dianggap creep, nggak juga! Tapi itu anak emang brilyan! Malem itu, di warung indomie itu dia maparin kalau ke depannya mau ngejejerin plastik cimol di pager kampus-kampus. Pasalnya, kata dia, anak-anak mahasiswa sekarang suka buang bungkus cimol sembarangan.

”Biar tau rasa! Biar pada mikir!,” katanya.

Meski lumayan kreatif, kupikir ide begitu nggak terlalu spektakuler kayak Lingkaran Toilet. Paling paling isunya cuma beredar di kampus. Pikirku, Masa Giki cuma segini doang? Ternyata bener aja. Yang ada dipikirannya nggak cuma itu.

”Kita bakalan nempelin kertas di tempat sampah-tempat sampah yang ada di Bandung. Tulisan di kertasnya, ”Hanya Pajangan” atau ”Cuma Pameran!”

”Maksudnya apa?”

Rupanya dia sebel sama orang-orang yang buang sampah sembarangan, mulai dari pengendara sendal capit sampai pengendara mobil mentereng.

”Mereka nganggap tempat sampah itu cuma pajangan! Emang tempat sampah itu instalasi di tempat pameran apa?!”

Dan misi ketiga (setelah jejeran plastik cimol serta penempelan kertas terlaksana) adalah misi yang kupikir bisa menyaingi isu Lingkaran Toilet! bahkan mungkin, gentanya bakal lebih hebat lagi. Mudah-mudahan menginternasional dah!

Mimpi!

* * *

Dua misi sudah terlaksana satu bulan yang lalu. Banyak perubahan yang terjadi. Di beberapa kampus. Kantung plastik cimol sudah tidak terlihat berceceran lagi. Namun, seperti yang sudah kami perkirakan, yang memberitakan fenomena jejeran plastik cimol ternyata, hanya media kampus saja. Fenomena kantung plastik cimol tidak ditangkap oleh koran lokal. Gak papa. Betapapun kecilnya yang kami lakukan, perubahan tetap ada.

Berbeda, dengan misi yang pertama, misi yang kedua diberitakan di media massa lokal dengan format --yang sama dengan-- foto human interest Lingkaran Toilet. Biar foto kali ini tidak ditanggapi media nasional, akan tetapi surat kabar lokal --yang memang wartawannya suka mengkait-kaitkan sesuatu--, berusaha menafsirkan bahwa tulisan yang diterakan di tong sampah, merupakan sindiran bagi warga kota, yang tidak memiliki kesadaran untuk hidup bersih dan teratur!

Yes! Oke, saatnya misi yang ketiga dilaksanakan!

Sore. Aku meminjam motor teman kosan. Aku jemput Giki di sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusannya (HMJ). Ia nampak bersemangat sewaktu kubonceng. Keluar dari kampusnya, kami melihat reklame dari yang kecil hingga raksasa menghiasi kota. Gambarnya bermacam-macam ada lelaki yang bertelanjang dada sambil menenggak minuman bersoda; ada iklan rokok gambar kursi dengan tulisan khas yang selalu membuat orang bertanya-tanya; ada iklan handphone dihias seorang wanita cantik, berambut panjang berkibar.

Survei selesai. Di atas motor kami sama-sama terkekeh. Menunggangi motor CB, kami menyusuri jalan Juanda kembali. Jalanan macet. Ada apa sih?

Setelah melenggak-lenggok di antara kendaraan lain, kami lihat tujuh berhenti, di dekat rumah sakit Borromeus. Salah satu bis yang berada paling depan mogok. Bannya meledak!

”Lho, bukannya itu pak Joned?” sahut Giki dari belakang.

”Mana?”

Giki menunjuk orang yang berada di balik kaca bus yang mogok

”Mata lu burem!? Bukan ah!”

* * *

Malam harinya, kami mulai bergerilya. Dia atas motor ini aku kejatuhan kotoran kelelawar. Di atas motor CB ini, kulihat kertas koran melayang diterbangkan angin lalu tenggelam di dalam genangan. Pamflet dan leafleat nampak berdesak-desakkan, saling menimpa satu sama lainnya. Gelandangan rebah di depan rollingdoor sebuah minimarket yang sepi. Rintik-rintik hujan mulai turun.

”Walah gimana ini Gi?!” tanyaku. ”Jadi nggak?”

”Jadi dong!! Kalo hujan orang-orang pada males keluar! Kan jadinya aman!?”

Bener juga

Sekitar satu kilometer kemudian, reklame yang sudah kami tandai terlihat. Deg degan rasanya! Bagaimana kalau ketauan!? Uh, apa Giki merasakan hal yang sama (seperti yang kurasakan) sewaktu dia membuat Lingkaran Toilet di jalan!? Hhh aku berusaha menenangkan diri.

Motor berhenti. Aku membuka ransel.

Giki menunjuk toko kelontong dan tembok di sekitar.

”Yang itu pake spidol”

”Sip Bos!”

Giki menunjuk reklame sebesar setengah bodi trailer. ”Kalau yang pake kuas itu ... biar aku yang kerjakan!”

Maka kami pun melakukannya!

Aku mengkumisi wajah wanita-wanita seksi yang tengah berpose menantang di poster!

”Kumisnya, kumis Stalin aja!” kata Giki. Tapi, aku menganggapnya bukan kumis Stalin. Aku membayangkan kumis pak Raden atau kumis Marsose, Kumpeni.!

Sambil terus menggambar, aku melihat Giki menaiki tiang penyangga papan reklame. Nekat juga itu anak!

Memegang tiang menggunakan tangan kiri sementara tangan kananya memegang kuas, Giki mengkumisi wajah wanita dan lelaki yang ada di papan. Ia tak puas, dada lelaki ia lukisi bikini.

Perkerjaan selesai. Giki turun, mukanya merah. Melihat hasil pekerjaannya dari jauh, aku ngakak! Dia pun ngakak! Dan waktu menjejakkan kaki ke tangah ... tiba-tiba ..muncullah masalah!

Aku melihat seorang lelaki berjalan menuju papan reklame menghampiri Giki. Gawat!

”Ki buruan cabut!”

Giki lari. Tapi lelaki itu mengikuti kami. Ia berteriak, ”Giki hei!!!”

Giki bimbang. Ia berpaling.

”Giki aku gurumu. Pak Joned!”

Giki beku.

Benar! Itu pak Joned. Apa yang harus kami jawab seandainya beliau bertanya? Terengah aku menghampiri mereka, dan mendengar samar percakapan antara Giki dengannya.

”Ngapain kamu?!”

”Maaf ...” Giki cengengesan. ”Bapak sendiri ngapain?!”

”Cari udara segar!” ia kemudian berpaling ke arahku. ”Lho kamu kan Deon!? Ngapain juga kamu sama si Giki?!”

Pak Joned melihat papan reklame. Ia terlihat berusaha menahan senyum.

”Ngapain kamu ngumisin papan reklame!? Nggak ada kerjaan aja!”

Apa yang harus kami jawab? Namun, beberapa saat kemudian Giki memberi isyarat. Ia mengedipkan mata padaku. Pertanyaan Pak Joned dijawabnya tuntas.

”Apa yang kami lakukan adalah bentuk filosofi yang bapak ajarkan!”

”Lha filosofi macam mana!?”

”Bahwa ada korong di setiap dimensi kehidupan!”

Pak Joned tidak mengerti. Tetapi ia terbahak bahak seperti orang kemasukan! Kami pun ikut tertawa. Giki emang gila!

Dasar!


“Speak to me, when all you got to keep is strong
Move along, move along like I know you do
And even when your hope is gone
Move along, move along just to make it through
Move along
Move along.”

(The All American Reject)

Banyak perubahan terjadi ...
Hanya untuk Tuhannya, Fat_Gie

5 komentar:

  1. Anonim says:

    giki gokiiiiiiiillll...!!
    smart abiiisss \(^.^)

  1. Anonim says:

    kang serius tu pernah di lakuin??
    eh ni rahasia ya (rahasia kok bilang2) minggu kemarin kita aksi agak brutal, nempelin petutup buat gambar cewek bugil di gedung Seni sebelah gedung kampusku...uihh edann kang..druuueeedeg abiss deh...malem malem lagi...parahnya pakek speda pinjeman lagi? tiap ada orang lewat kita mesti merunduk ngumpet...
    akhirnya ku tempelin juga pakek karton trus di lem kayu...
    ...
    Puas setelah besoknya liat hasil kami.. yups smua pada mlongo liat gambar perempuan yang gak utuh and ada tulisannya "Telah Lulus Sensor Perempuan Berkalung Karton"..
    Tu aksi pertama Qt..
    ada ide lain gak kang? :D
    [Rain'd Nebula]

  1. haha, saya suka yang ky gini. gimana seru kan? pastinya ketagihan... trus gimana sekarang gambarnya masih eksis prempuan berkalung karonnya? lebih lucu lagi kalau di dokumentasiin. di photo dong. Ide yang lain sy ngehayal dulu deh. btw maaf sy baru jawab. baru bisa ol hari dr semenjak tgl 3 rain.

  1. Anonim says:

    Ah eksis gimana kang, bertahan cuma satu hari doank, trus disobek2, hah tetep ja ada bekasnya (hooree). satu minggu kemudian temen si Rain'd tu ngajak diskusi temen lainnya, akhirnya agak kecium jg deh Qt2. ha2x jadi tau rasanya jadi teroris, apalagi yang buru kita tuh dosen2 jurusan seni...tapi kok Qt gak ketangkep2x ya?(loh kok malah minta) ah mungkin mreka lagi sibuk urusin UTS (ujian tengah semester) kli..hihi.
    maaf bang Qt gak ada camera (huh melasnya)
    waslm by Svn Lvl

  1. Yah, nggak papa, yang penting dosennya sekarang rada rasa ...apa namanya hipotermia?... eh lupa. pokonya jadi khawatir kalau mau masang gambar aneh lagi. Nice kicked!

be responsible with your comment