Empower Your'e Mind

Posted: Jumat, 18 April 2008 by Divan Semesta in Label:
2

EMPOWER YOUR SELF!


“What about: why native people in this village always put fish in their bathroom?”
“Did you think that’s a big topic for this day?”
“Nope. Tapi saya bosan dengan topic yang berat-berat Miss.”
Miss yang namanya Dina itu berfikir. “Kita coba cari topic yang lain. Tapi topikmu kedengaran lucu.” Dia senyum.
Class mate saya tiba-tiba nyeletuk, “Perhaps native people think that fish can sweap their bathroom wall.” Dia tertarik.
Saya memitingnya, “Bukannya kalau naruh ikan di kamar mandi, airnya malah kotor? Kan ikan juga ee ma pipis,”
“Mungkin karena banyak nyamuk.”
“Apa hubungannya?”
“Ikan makan jentik-jentik”
“It isn’t right?” seorang rekan kelas dari Kalimantan yang gramarnya paling hancur meminta jawaban rekan lain dari Kediri.

“Ya!” lalu dia jelaskan sedikit panjang. Saya dan teman lainnya, ber ‘o’ria, with gigantic ‘O’. Kelas berakhir. Tema ‘ikan’ tidak dipakai esok harinya. ‘Its small talk.” Tema yang durasi bahasannya dianggap habis dalam sekedip. Beragam tema kemudian diajukan. Lalu dipilih satu yang paling luas bahasannya, yakni mengenai perkelahian tiga agama di Palestina. Esok harinya kelas jadi seru.

Beginilah kelas conversation kami di Pare. Kelas yang kata sebagian besar orang menyeramkan. Alasannya karena “bahasannya terlalu berat,” “miss-miss-nya serem!”. Maka, tak heran hanya tujuh orang yang masih bertahan dari 25 orang pada awal pembukaan kelas.

Tujuh orang ini menganggap bahasannya, biasa saja, dekat dengan dunia mahasiswa. Toh, kalaupun ada yang menganggap kelas pre intermediet kami seram, mereka bisa bertahan sampai akhirnya bisa mengatakan “Miss Dina was a great teacher!” atau “Yeah, will miss her, cause she so sexi.” Tentu yang dimaksud seksi kata si Jay itu bukan dalam pengertian dada mancung seperti gunung Himalaya atau pantat ngepres dan montok seperti pantat kuda. Dan saya pun bilang kalau miss Yustin, guru saya di kelas sebelumnya tak kalah seksi. Wawasaannya luas. Informasi luas. Argumentasinya smooth dan sophisticated. Miss Dina dan miss Yustin seksi. Sexy is smart.

Mereka pandai, skeptis dan fair. Tekadang sikap yang paling belakangan saya sebut itu menyebabkan mereka dianggap ‘sekuler’, bahkan seorang lelaki berjanggut lebat pernah menunjuk miss Dina sambil berkata, “Shut up! Anda menyebarkan agama Kristen di kelas ini. Anda misionaris!” Miss Dina tidak faham. Dia fikir, apa salahnya pelajari budaya natal bahkan hanukah?

“Saya keluar dari kelas ini!” ancam lelaki itu.
“Silahkan.”
“Kembalikan uang saya!”
“Its my pleasure”

Orang itu menyalah artikan, yang belajar budaya asing berarti perusak agama, penghancur tataran nilai, padahal tidak pasti hitam putih begitu. Orang yang belajar budaya terkadang hanya ingin memuaskan keingintahuan, ingin memahami dan menghargai seperti ketika kita ingin hari besar keagamaan kita di hargai orang. Sekedar tahu tentu berbeda dengan mengikuti dan mempraktikan (meski hanya sekedar). Ini yang orang itu tidak mengerti.

Esok harinya seorang lelaki dari kelas lain datang. Ia menyampaikan permintaan maaf dari yang lelaki yang sehari sebelumnya berseteru dengan miss Dina. “Teman saya tidak tahu kalau miss muslim,” katanya. “Dia sangka miss Dina Kristen,” karena namanya diembeli Cristanti. Miss Dina berfikir lain lagi, “Kalau yang nyampaikan Kristen apa salah? Kalau tanpa pretensi kan nggak apa-apa?”

Saya tidak tahu tanggapan lelaki berjanggut atas perkataan miss Dina. Saya cuma melihat dari dua kemungkinan. Mungkin, lelaki itu sudah membatu: menjadi orang yang tidak lebih dulu mengedepankan pikiran terbuka dalam memandang sebuah kejadian. Atau mungkin, dia tengah semangat mempelajari agama. Sayang, semangatnya dituntun perasaan. Semangatnya belum di imbangi sikap fair. Indah, kalau dia menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran. Kalau tidak, samakan saja dia dengan presiden Amerika atau pemimpin junta militer di Myanmar.

Saya yakin ada kemungkinan yang lain. Yang jelas, sejak peristiwa itu terjadi sedikit wajar jika buka hanya miss Dina yang rada antipati dengan orang yang bentar-bentar membawa agama atau sebentar-sebentar mengatakan halal haram di dalam kelasnya. Kini, hampir semua guru di Daffodils mengawali kelasnya dengan mengatakan aturan main yang terkesan ‘sekuler’ bagi sebagian yang punya pemahaman agama. Tapi sebenarnya tidak juga.

Ketika aturan ‘jangan membawa agama’ diberitahukan, dengan alasan: “kalau sudah mengatasnamakan agama maka perdebatan tidak akan ada.” Maka mau tidak mau saya pun harus ikutan.

“Miss saya juga tidak setuju jika dalam diskusi, ada orang yang sebatas mengatakan ini haram dan itu halal tanpa argumentasi. I guess its allowed kalau di kelas kita menyampaikan pemaparan keagamaan, dengan syarat penyampaiannya argumentatif. Menggunakan hikmah.”

“Kalau di kelas ini ada yang beragama di luar Islam, bagaimana?”
“Asal argumentatif silahkan. Asal cuma sharing informasi, cuma excange our mind to empower our brain, why not?”

Finally, yang terjadi kami bebas mengutarakan keyakinan keagamaan (setidaknya buat kelas saya) di samping mengutarakan ide menggelikan dalam presentasi yang hampir diadakan tiap hari.
Idenya macam-macam. Ada yang berkeinginan melegalkan atm kondom:

“ATM kondom perlu dilegalkan pemerintah! Ini untuk menghindari penyakit kelamin dan AIDS. Agama tidak bisa melindungi orang lain dari AIDS. Kondom bisa!”
Kalau diberi pertanyaan itu, apa tanggapanmu?
“Tidak bisa! Dalam aturan agama yang termaktub di dalam Al Quran dan Assunnah berzinah tidak diperkenankan.”
Meski jawabannya benar, saya yakin kamu bakal mental! Sebab aturan: tidak boleh menggunakan agama tanpa argumentasi yang sedikitnya bisa diterima, sudah diberlakukan.

Sebaiknya, sebelum membawa agama kamu bisa mengutarakan:
“Kenapa untuk menghindari AIDS pemerintah mengiklankan kondom Anjungan Tunai Mandiri (ATM)? Memang benar, itu mengesankan: pemerintah berusaha mengurangi laju AIDS. Tapi di satu sisi, hal itu mengesankan pemerintah tidak mau ambil pikir perilaku masyarakatnya. Mau berzinah atau tidak. Sakarep bujurmu! Lagian, Kenapa untuk mencegah AIDS pemerintah harus iklankan penggunaan kondom? Kalau gini caranya yang paling bahagia itu pabrik kondom. Kenapa tidak cari cara lain, misalnya iklankan onani jika ingin masyarakat terhindar dari AIDS? Onani bukan hanya menghindarkan AIDS tapi juga meminimalkan seks bebas. Bukankah onani lebih baik dari pada seks bebas atau zinah?”

Tapi itu jawaban ekstrim saya, dan jawaban macam itu cuma buat orang shock. Bukan buat orang mengerti. Kalau mau buat orang mengerti tinggal ditambah argumentasi begini:

“Agama memang tidak bisa melindungi orang. Karena agama itu nilai. Apa yang bisa dilakukan nilai? Di dunia ini nilai apa pun, tidak mungkin sampai dalam tataran pelaksana karna yang melaksanakan itu orang. Jika ingin melindungi masyarakat --setidaknya yang beragama Islam-- dari AIDS, orang-orang yang memegang kekuasaan (pemerintah) harus menggunakan nilai agama untuk melindungi masyarakatnya. Menggunakan nilai agama bukan berarti hanya melindungi masyarakat dari AIDS, tapi juga melindungi masyarakat dari penurunan moral akibat seks bebas masal. Kondom boleh di ATM kan, dengan syarat: yang mengaksesnya sudah menikah. Atau apalah.”

Itulah yang baik. Setidaknya lebih baik dari jawaban yang bisa menimbulkan kemudaratan: membuka keran seks bebas yang aman, atau membuka kesempatan orang lain untuk berbusuk sangka, berpikir ekstrim: bahwa saya tukang onani!

Selain ATM kondom, ide lain yang dipresetasikan ialah: global warming, energi alternative buah jarak, legalisasi lokalisasi prostitusi dan lain sebagainya. Lantas apa yang saya presentasikan? Saya presentasikan Piracy is not a Crime. Support Piracy Effort! sedang ujiannya saya membawa tema mengenai Jews, atau ras Yahudi.

Awalnya saya sedikit khawatir tema mengenai ras Yahudi ditolak sejak awal. Saya tak mau gagal diawal. Saya tidak mau dihentikan sebelum sampai pembahasan. Saya harus mengakalinya. Maka subjek bahasan itu saya awali dengan,“I am not gonna drag my subjek in this occasion into rasial issue, or religion subject. Its just about natural law. Nothing at all” Aman! Dan torolong lah.

Inti yang saya bahas sebenarnya mengenai mitos kekuatan Yahudi.
Hawking, Marx, Einstein, Chomsky adalah ilmuwan yang kredibilitasnya dalam membangun dunia ide diakui dunia. Belum lagi ketika kita melihat orang-orang kaya Bill Gates, George Soros, Spielberg. Adalah fakta bahwa mereka berasal dari darah Yahudi. Kenyataan ini membuat banyak orang terutama muslim, akhirnya mempercayai bahwa ras Yahudi ditinggikan oleh Allah. Kata mereka, “Al Quran memuat itu! Wajar jika saat ini Yahudi lah yang memegang tali kekang atas dunia.

Saya tidak percaya mitos Yahudi yang ditinggikan!. Kita bisa gunakan analisis sejarah untuk membuktikan kebenarannya. Kita bisa melihat, bangsa Mesir dengan sphink dan pyramidnya, bangsa Yunani dengan gedung-gedung pusat penyembahan dewa dewi di polisnya, bangsa China dengan tembok dan kota sucinya yang indah, membangun peradaban mahsyur tanpa andil orang-orang Yahudi.

Ketika peradaban itu maju, kita bisa melihat apa yang terjadi dengan bangsa Yahudi. Saat itu bangsa Yahudi hampir menyerupai bangsa nomad. Mereka tidak membangun artefak yang bisa dikatakan luar biasa. Peradaban materi mereka sederhana. Begitu pun situasi bangsa Yahudi di masa Islam beranjak menuju puncak peradaban materilnya, di Andalusia. Waktu itu, orang Yahudi tidak bisa dibandingkan dengan ilmuwan Islam yang memeriahkan bait al hikmah, pusat perpustakaan dunia dan penemuan ilmiah. Artinya, saat itu orang Yahudi adalah bangsa biasa. Artinya melalui penelaahan fakta semacam itu, mitos mengenai given power atau kekuatan yang sudah ditakdirkan Tuhan atas Yahudi (karena Yahudi ditinggikan) terpatahkan.

“Kalau begitu, bagaimana ayat Quran mengenai kelebihan Yahudi? Mengenai Yahudi yang ditinggikan?.”

“Benar, tapi bukan dengan penafsiran tekstual begitu. Yahudi ditinggikan dengan syarat mereka harus memegang aturan Taurat. Yang kita pahami, setelah pembangkangan, bangsa Yahudi merubah Taurat, menganggap remeh dan menggantinya dengan sacred canon mereka yang baru.

Sekarang mereka tinggi. Faktanya demikian. Tetapi ketinggian itu bukan karena tuntunan Taurat melainkan karena menjalani hukum alam. Dan jika bicara hukum alam, bukan hanya Yahudi saja yang bisa memegang tali kekang dunia. Umat Islam, bangsa China, bangsa Papua, Timorleste bisa. Asal, bangsa-bangsa itu memenuhi syaratnya.

Secara global hukum Islam sejalan dengan hukum alam. Allah tidak akan mengubah suatu kaum jika kaum itu tidak mau merubahnya. Ini bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk semua manusia, untuk semua peradaban. Faktanya demikian. Ini tidak bisa dibantah, tidak mungkin dimanipulasi, ditutup-tutupi.

Tidak ada given power untuk sebuah bangsa. Kalau pun ada semua bangsa diberi given power untuk membangkitkan peradaban materilnya. Sama rata. Adil.”

“Lalu kenapa umat Islam yang canonnya tidak berubah, malah tidak maju?”

“Memang tidak maju, tapi tidak majunya bukan karena Quran. Umat Islam mundur karena membangkang Quran. Dulu disamping memenuhi hukum alam, umat Islam jaya karna mematuhi prasyarat yang termuat di dalam canonnya, berupa konsep yang menginspirasi, memberi sugesti, punya aturan bahkan dari sejak peradaban sederhana hingga peradaban materil yang multikompleks, punya aturan sempurna bagaimana cara meraih kebangkitan yang benar.

Sekarang aturan yang didalamnya terdapat tuntunan menjalani hukum alam, dan menjalani kebangkitan yang benar tidak di patuhi. Bahkan untuk jalani kebangkitan yang tidak benar seperti masa Abassiah dan Utsmani pun tidak terjadi! Kita membangkang! Kalau mengalami kemunduran, salah kita sendiri.” Dan diskusipun terus berjalan. Seru! Dan berlangsung lama, karena waktu itu kami masih harus membahas buku dan film yang terkait friksi peradaban tiga agama.

Terlalu banyak hal menakjubkan yang saya alami. Tidak bisa semuanya saya bagi. Saya menikmati dan saya pun merasa nikmat kalau kalian alami hal yang sama dengan saya. Menikmati when we’re empower our self . Menikmati bagaimana terus menerus mencari hikmah untuk membalikan pernyataan yang tidak sesuai dengan keyakinan kita. Menikmati berpikir keras untuk mencari cara baru dalam memberikan informasi; berpikir keras untuk memuaskan pikiran orang bahkan –terkadang-- tanpa harus menyertakan ayat karena Islam –sedikitnya-- memiliki dua macam pelindung dari dekonstruksi1) Berupa tauhid dan hikmah.


Pergilah ke Pare. Datanglah ke Daffodils. Di sana kamu bisa mengetes kemampuan pencarianmu akan hikmah. Di sana kamu bisa menguji, sejauh mana kemampuanmu melogikakan nilai-nilai yang kamu yakini.
Jika ternyata kedatangan awalmu cuma sebatas mengharam atau menghalalkan saja, maka pulangnya kamu bisa mengail pelajaran bahwa: KITA MASIH HARUS BELAJAR MERETORIKAKAN UCAPAN. (divansemesta)

2 komentar:

  1. Secara global hukum Islam sejalan dengan hukum alam. Allah tidak akan mengubah suatu kaum jika kaum itu tidak mau merubahnya. Ini bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk semua manusia, untuk semua peradaban. Faktanya demikian. Ini tidak bisa dibantah, tidak mungkin dimanipulasi, ditutup-tutupi.

    Kata itu mengingatkan kami dengan tulisan dibawah ini:

    Hari ini, Pak Habibie banyak sampaikan cerita2 yang beliau tuliskan di buku Habibie & Ainun. Salah satu yg beliau sampaikan adalah cerita tentang penghargaan yang beliau dapatkan pada Hari Jadi ICEO yg ke 50 dimana beliau dianggap sebagai orang yang memberikan sumbangsih terbanyak pada dunia kedirgantaraan. pada saat itu media menanyakan pada beliau, saat hari jadi ICEO Desember 1944, saat itu Habibie umur berapa, sedang dimana, dan apa yg sedang dilakukan? 8th, di Rumah bugis di desa antara pare2 dan makasar, sdg membaca AlQuran tidak ada yang menyangka bahwa 50 th kemudian, anak itu meraih penghargaan ini. Beliau menggarisbawahi bahwa ini adalah sebuah bukti bahwa hak untuk berprestasi dan menerapkan ilmu pengetahuan adalah hak semua orang, siapapun, tidak terbatas pada harta, keberadaan dll
    akhirnya Beliau sampaikan " Saya ceritakan ini semua bukan untuk membanggakan diri sendiri, tp supaya ini menjadi contoh dan cermin, agar generasi muda mampu mencapai yang lebih dari saya, otherwise, I feel ashamed to be your friend, your father or your grandfather"

    Jadi, semua punya kesempatan untuk Sukses, asalkan mau berusaha.

  1. Insya Allah, saya kutipkan lagi statement Fort Minor yang mungkin Senyum Syukur pernah mendengarnya, sukses adalah: “This is ten percent luck (10%), twenty percent skill (20%) Fifteen percent concentrated power of will (15%) Five percent pleasure (5%),
    fifty percent pain (50%) And a hundred percent reason to remember the name! (100%)” dan tentu saja doa, dan juga terserah Allah :D

    Makasih kunjungannya ya :)

be responsible with your comment