SALES YANG SYUHADA
Posted: Kamis, 17 Maret 2011 by Divan Semesta in
Banyak orang yang menyangkal, banyak business man yang menyangkal, banyak sales yang menyangkal bahwa mereka hidup hanya untuk kehidupan dunia.
Dan kehidupan akirat tidak dianggap memiliki kaitan dengan kehidupan saat ini.
Secara tidak langsung mereka beranggapan bahwa menjalani perintah agama tidak memiliki kaitan dengan kehidupan real saat ini. Inilah sekularisasi.
Berbohong untuk meningkatkan penjualan, menjadi doktrin keharusan.
“Yah, kalau nggak bohong gimana kita bisa menjual banyak produk kita! Bagaimana mau meningkatkan revenue?”
“Alah, sudahlah! Jangan terlalu dipikirkan, toh banyak orang yang melakukan hal itu!” ungkap mereka membela diri.
Padahal, jika mereka paham, sebenarnya ada semacam jembatan logis yang menghubungkan kehidupan dunia dengan akhirat.
Ketaatan manusia terhadap etika, moralitas Islam adalah ketaatan terhadap hukum alam.
Jika manusia berbohong, maka manusia cenderung tidak mempercayai lagi apa yang dikatakan si pembohong. Dan itu adalah hukum alam.
Berbohong untuk kepentingan sesaat pertaruhannya terlalu besar.
Bayangkan, jika ada seorang Sales Properti meyakinkan kepada calon konsumen bahwa sang calon biasa mengembangkan rumahnya, sebesar yang ia inginkan, hanya agar konsumen itu mau mengeluarkan uangnya.
Dan sang sales mengatakan:
“Ah biar saja. Urusan kita, urusan sales adalah yang penting kita bias mengambil keuntungan di depan mata!”
Benar! Keuntungan di depan mata, tapi bagaimana dengan keuntungan jangka panjang?
Sudah terlalu banyak perusahaan yang colaps, ambruk, jatuh karena tidak dipercaya konsumen lagi. Karena perusahaan mencederai begitu banyak janjinya.
Di dunia digital saat ini, promosi keburukan bukan saja word of mouth, tetapi word of blog, word of site. Sekali klik mengenai keburukan sebuah perusahaan, maka paman Google akan me-list, merekam jejak keburukan perusahaan kita.
Bahkan jika mereka berpaham materialistic, harusnya mereka seharusnya mereka memiliki pemahaman logis semacam itu. Seharusnya, jika ingin menumpuk kekayaan yang langgeng, berkesinambungan, punya gunung harta, lautan dan samudera intan dan berlian semestinya kepercayaan konsumen harus di pegang benar-benar.
Sayangnya manusia senantiasa tertipu fatamorgana.
Tertipu dengan keuntungan kecil, bahkan untuk keuntungan masa depan pun mereka tak mampu melihatnya, apalagi keuntungan akhirat.
Bagaimana seorang muslim memandang kepercayaan dalam perniagaan.
"Tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat Allah nanti di hari kiamat dan tidak akan dibersihkan, serta baginya adalah siksaan yang pedih, salah satu di antaranya ialah: Orang yang menyerahkan barang dagangannya (kepada pembeli) karena sumpah dusta." (Riwayat Muslim)
Sahabat, janganlah menjanjikan sesuatu yang kita yakin tidak kita miliki. Menjanjikan sesuatu yang bahkan peraturannya pun kita tidak tahu, apalagi jika kita tahu peraturannya dan kita malah berdusta untuk meningkatkan penjualan.
Sahabat, janganlah berdusta
Ayat Al Quran, menerangkan pula tentang hal ini:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu memakan harta-harta saudaramu dengan cara yang batil, kecuali harta itu diperoleh dengan jalan dagang yang ada saling kerelaan dari antara kamu. Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah maha belas-kasih kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan sikap permusuhan dan penganiayaan, maka kelak akan Kami masukkan dia ke dalam api neraka." (an-Nisa':29-30)
Sahabatku, apapun yang dikatakan oleh trainer-trainer dengan konsep hipnotisnya, segeralah tinggalkan.
Janganlah mengganggu kesadaran saudara kita dengan barang-barang yang kita tawarkan. Jelaskan saja apa adanya.
Sahabatku, jangalah kita menukar dunia kita, dengan akhirat.
Allah maha pemberi rizki, hukum alam berlaku untuk setiap manusia: jangan mencederai janji hanya untuk keuntungan sesaat, berpikirlah tentang keuntungan yang langgeng/berkesinambungan di dunia, dan abadi di akhirat karena Rasulullah yang mulia pernah bersabda pada kita:
Pedagang yangg jujur lagi terpercaya kelak akan bersama-sama para Nabi dan orang-orang yang JUJUR serta para SYUHADA." (HR.Tirmidzi).
Permasalahannya, maukah kita?
Insya Allah, semua pada bilang:
Mau!!!
Nb:
Silahkan mengunduh Power Pointnya di:
http://www.4shared.com/file/mt9s-xV3/PEDAGANG_YANG_SYUHADA.html?fb_xd_fragment#?=&cb=f3eb4a2d72264f4&relation=parent&transport=fragment&frame=f1244f8154ab16
Pedagang yangg jujur lagi terpercaya kelak akan bersama-sama para Nabi dan orang-orang yang JUJUR serta para SYUHADA." (HR.Tirmidzi).
Pertanyaanya, apakah konteks kata "pedagang" pada teks tersebut kongruen dengan salesman/spg yang BEKERJA di sebuah perusahaan manufaktur atau perusahaan dagang? Mungkin waktu itu perekonomian masih berupa ekonomi subsisten sedangkan sekarang udah jadi ekonomi pasar, kang.