Frustasi 2

Posted: Selasa, 15 Februari 2011 by Divan Semesta in
1

(Beberapa waktu lalu)

Tak terhitung orang yang memutuskan mengakhiri hidupnya dengan meminum racun, lompat dari escalator mall, memasukan laras bareta dan meledakkan kepalan karena frustasi, atau menjadi pemabuk ketika harus berhadapan dengan teka-teki yang tak bisa di ratakan oleh palu atau godam itu.

Seorang filsuf yang tak mempercayai wahyu pernah mengatakan bahwa dilahirkan ke dunia adalah kutukan, karena manusia harus menanggung pertanyaan berat yang sudah membuat banyak orang gila. Tapi tampaknya kegilaan itu bukan hanya ada dalam hal-hal yang eksistensialis. Bisikan-bisikan itu menyergap dimana-mana. Kehidupan yang kita jalani pun sarat akan aktivitas yang bisa membuat gila.

***

Beberapa waktu lalu, aku melihat transkrip pembicaraan antara Denny Indrayana dengan Miliana istrinya Gayus Tambunan. Transkrip itu memuat bujukan dan –di beberapa tempat—ancaman pengadilan, ancaman Allah bagi Milea tatkala ia menyembunyikan informasi yang –demi keadilan-- seharusnya dibuka. Lalu berhamburanlah kalimat-kalimat religius dari bibir Miliana:

“Hanya karena Allah saya masih bisa bangkit dan berdiri.”
“Allah Al Bashiir.”
“Hanya Allah Yang Maha Tahu tentang kedekatan saya dengan Dia.”

Apakah itu tak membuat frustasi?

Ketika wartawan megerubungi Gayus serupa rametuk atau lebah yang menyengat Gayus dengan pertanyaan konfirmasi mengenai dugaan kepergian dia ke Hongkong, Taiwan, Singapura, Gayus sang superhuman itu menepis: Mau apa sih kalian itu! Kalian wartawan tidak mau melihat Indonesia lebih baik ya! Ujar Gayus geram.

Mengutip kata-kata anak-anak pergaulan, “OMG!” logika macam apa itu? Maling teriak maling. Dengan mulutnya penjahat berubah menjadi seorang patriotis.

Dan apakah hal ini tidak membuatmu frustasi?

Apa hal ini tidak mendorongmu untuk lebih memilih acara petualangan menyelam di Raja Ampat, kuliner di Semarang atau makan geco (toge tauco) di Bogor ketimbang mencermati berita-berita ekonomi politik bangsat yang membuat suasana hati kita sepanas karburator yang membuat kendaraan mogok di jalan tol Jagorawi.

Adalagi ketika Musdah Mulia, atau aktivis gender lainnya mengatakan bahwa jilbab adalah budaya Arab. Feminis UI mengatakan, itu karena di Arab panas dan banyak debu.
Lho, bukankah karena panas justru seharusnya budaya berpakaian orang Arab seperti halnya budaya berpakaian negeri katulistiwa.

Di masa lalu para wanita pulau Bali tidak mengenakan bra, tidak menutupi payudaranya seperti halnya suku-suku di Papua. Bukankah harusnya wanita-wanita di jazirah Arab yang panas menggunakan pakaian seperti halnya pakaian belly dancer, penari perut yang memperlihatkan punggung, bahu dan pusar?

Kenyataanya memang seperti itu sebelum masa Rasulullah, namun wahyu kemudian turun, dan memerintahkan wanita muslimah menutup tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Sebelum itu, para wanita di jazirah Arab tidak mempedulikan apakah tubuhnya terbuka atau tidak? Kaum wanitanya memperlihatkan lekuk lekuk dan goyangan tubuhnya di kawasan terbuka, seperti pasar dan di kedai-kedai tempat bersantai.

Terlihat sudah mana yang asal bicara mengenai hijab, dan mana yang bersandarkan rujukan yang otentik. Tapi, meskipun sudah kita tunjukkan rujukan itu adakah perubahan pandangan mereka mengenai hijab selama beberapa dekade ini? Tidak.

Apakah kengeyelan itu tidak membuat frustasi?

Kemudian, suatu hari DPR ingin membuat gedung dengan biaya trilyunan. SBY ngeluh, kenaikan gaji, segera ditindaklanjuti dengan naiknya gaji.

Apa itu pun tidak bisa membuat kita gila?

Melihat kondisi bangsa ini, Sapardi Djoko Damono, sama: stress. Ketika ditanya sebuah Koran nasional mengenai kondisi bangsa ini, jawaban-jawabannya kelam. Ia pesimis. Sama seperti aku, sahabat-sahabatku, dan mungkin Kamu.

Indonesia di ambang kehancuran. Reformasi adalah tai babi. Lembaga POLRI, Pengadilan, DPR, Presiden, sudah tidak perlu diharapkan. Negeri ini berputar-putar di dalam hurricane kerakusan.

Kita masuk di masa kegelapan, tak ada harapan untuk reformasi. Kita masuk ke dalam sebuah gua yang gelap. Satu satunya harapan adalah memotong beberapa generasi. Menembak mati menggantung para pendengki, menggorok politisi negeri ini sebelum kita menjadi gila.

***

Islam datang untuk memuliakan manusia,
untuk merubah kondisi. Islam menyiapkan perangkat,
yang memberikan ketenangan dalam panasnya tungku pertarungan.

1 komentar:

  1. Anonim says:

    Jadi inget quotes di buku The Society of the Spectacle... tapi apa ya? Ya, udah quote yang ini aja... karena secara substansi sama:

    Inilah tuduhan William terhadap Jorge: “Engkau mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa seluruh kejadian ini berlangsung sesuai dengan rencana Tuhan, dalam rangka menyembunyikan fakta bahwa engkau adalah seorang pembunuh”. [ix] http://yapinstitute.wordpress.com/2009/03/11/buah-pikir-semiotika-dan-enigma/

    nggak ketang ini quotenya...

    “But for the present age, which prefers the sign to the thing signified, the copy to the original, representation to reality, appearance to essence . . . truth is considered profane, and only illusion is sacred. Sacredness is in fact held to be enhanced in proportion as truth decreases and illusion increases, so that the highest degree of illusion comes to be the highest degree of sacredness.”

    —Feuerbach, Preface to the second edition
    of The Essence of Christianity

be responsible with your comment