Riang Merapi (Promosi Awal)

Posted: Selasa, 16 November 2010 by Divan Semesta in
5

Sebuah Pengantar




Beberapa abad lalu, Vesuvius meledak. Sebuah kota dan masyarakat hilang begitu saja, hingga sejarah mengangkat kembali kisah sebuah kota dan penduduknya yang dimusnahkan oleh alam.

Saya adalah satu diantara sekian banyak yang setengah percaya setengah tidak, mengenai kebenaran kisah-kisah, kebenaran foto-foto arkeolog, reporter ataupun wisatawan yang memperlihatkan jenazah membatu, jasad-jasad yang posisinya tengah berbaring kaku, makan bersama, berpelukan sambil berdiri, bahkan konon ada yang tengah berhubungan seks.

Hingga akhirnya, setelah menyaksikan tubuh-tubuh manusia yang terkena awan panas Merapi di akhir tahun 2010, jasad Mbah Marijan dengan posisi yang tengah bersujud tampak membatu dalam tanyangan-tayangan media massa, bangkai ternak berupa kambing, kerbau ataupun sapi yang kaku membeku berwarna abu seolah wilayah Merapi baru saja dilalui segerombolan pematung gaib dari alam antah barantah, membuat saya kembali berpikir untuk membenarkan kisah yang menjadikan Pompei sebagai reruntuhan.

***

Manusia, acapkali baru bisa mempercayai sebuah kejadian ketika kejadian itu dilihat atau bahkan dialami olehnya. Menyitir sebuah konsep, derajat keyakinan itu ada tiga, bahwa manusia ada yang memiliki keyakinan tanpa syarat ketika diberikan informasi, ada pula yang baru mempercayai jika ia melihat dengan mata kepala sendiri, adapula yang mempercayai ketika bukan saja melihat tetapi memegangnya, meng-alam pada fenomenanya. Nampaknya kematian pun seperti itu.

Sejak dulu, kematian dinasihatkan oleh orang-orang bijak dan para nabi, tetapi manusia selalu menghalaunya dari ingatan, hingga akhirnya kematian itu datang dan meng-alam ditubuhnya, menggedor seluruh pertahanan dan kesadaran yang mengguncangkan, tetapi sekali lagi kebanyakan manusia tidak mempedulikannya hingga peristiwa itu datang.

Apakah itu kematian?

Adalah sebuah rahasia. Adakalanya orang-orang eksistensialis menganggapnya sebagai sebuah pembebasan dari ‘kesialan’ bahwa manusia tidak pernah memilih untuk hidup atau mati, namun tiba-tiba kita berada di planet biru ini, dan menghabiskan hidup bersama sebagai orang tak saling mengenal, lawan atau kawan. Muslim menganggapnya (kematian) bukan sebagai penghabisan tetapi hanyalah sebatas jembatan atau alat teleportasi. Demikian pula kebanyakan agama-agama lainnya. Kematian dalam pandangan penulis? Saya muslim, tentu kalian tahu bagaimana cara pandang saya terhadap saat yang tak mungkin manusia hindarkan itu.

Aisyah, bunda kita pernah bertanya mengenai alam pasca kematian kepada suaminya.

“Ya Rasulullah, adakah orang yang dibangkitkan bersama para syuhada?”

“Ada, jawab beliau. Yaitu orang yang mengingat el-maut duapuluh kali dalam sehari semalam.”.

Bagaimana dengan kita? Mungkin sehari pun belum tentu mengingat kematian?

***

Saya takut. Kita pantas takut jika cinta kita pada kematian tak berimbang dengan cinta kita pada kehidupan. Novel ini menceritakan tentang hal itu. Mengawalinya dari pengembaraan seorang pemuda bernama Riang Merapi. Seorang lelaki yang dilahirkan dari ketika rahim Merapi yang menggelegak. Sebuah peristiwa pembelajaran tentang kerasnya kehidupan, kerasnya pergulatan spiritual, diisi oleh kisah mengenai cinta, gairah, persahabatan demikian lekat, tentang tragedi, mengenai ideologi dan kepercayaan yang menumbuhkan integritas, juga mengenai bagaimana manusia menghadapi kematian dengan berbagai kondisi: menyambutnya dengan ketegaran sikap elegan dan ksatria atau mati sebagai pecundang.

Kisah Riang Merapi ini mungkin akan mengingatkan kita, demikian pula dengan erupsi Merapi yang baru saja terjadi. Diantara puluhan ribu pengungsi, ditengah ratusan juta mata yang memperhatikan ledakan Merapi, mungkin hanya segelintir orang yang memberi makna peristiwa itu, mengisi hari harinya dengan bersyukur, meminta ampun dan berusaha menjalani hidup ini dengan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan sebelumnya.

Selamat membaca dan melakukan kontemplasi.

Semoga Riang Merapi bisa mengubah hidup kita.

5 komentar:

  1. Anonim says:

    Salam ^-^
    Sepertinya menarik, tapi sayang, novel itu belum ada di sini (di kota saya, maksudnya)

    Jika memungkinkan, bolehkah saya mendapatkannya langsung dari anda? beserta tanda tangannya kalau perlu :D

  1. Anonim says:

    om divan..
    mau dong bukunya...
    yg buried alive juga..
    gmn niy cara pesennya?atau dh di toko buku apa aja?

  1. bro...dimana atuh link downloadnya? Bingung...

    Koji

  1. parasitjalang says:

    Dmn bs dpt bukunya?

  1. Anonim says:

    gw mw buku yg ada tanda tangan oM, ekslusif... gimana cranya?

be responsible with your comment