Licik

Posted: Jumat, 14 Mei 2010 by Divan Semesta in
3


Sebenernya sy pengen pula cepet-cepet, tapi sy lagi cape banget. Apa hubungannya? Sy tahu bahwa kalau pulang sy nanti diminta untuk ngegendong Nyala sementara ibunya menyuapi Nyawa. Licik? Iya. Untuk hari ini sy harus jadi lelaki licik, karna paha, betis dan pinggang saya benar-benar pegal. Dan ini bukan trik licik yang bakal terus menerus sy jalankan, karena sy tidak ada masalah mengasuh anak sy ketika ibunya tengah mengerjakan sesuatu. Yang sekali-kali saja.

Hm, sambil menunggu sejam kedepan sy pulang, sy akan berbagi sedikit tentang satu hal.

Sehabis shalat Jumat hari ini (14/5) perut saya merilit. Saya lapar. Untuk membeli makan uang saya tinggal tiga ribu. Pasalnya pagi tadi, seorang sales eksekutif datang menagih hutang pulsa saya sebesar 12 ribu rupiah.

Uang tiga ribu, hm siang ini, apa yang harus sy makan, sementara ke wartegpun stidaknya harus ada uang 5 ribu untuk makan telor dan sayur. Kurang dua ribu lagi. Untuk meminjam saya malas. Yah, lebih baik saya simpan saja keinginan makan di siang hari. Tetapi setelah shalat Jumat tiba-tiba sy kepikiran, “kenapa nggak beli Indomie aja!” wah, ide yang luar biasa.

Hal itu lah yang menjadi trigger, menjadi penyulut kenapa saya menulis di blog malam ini.

Pas kuliah, kalau kepepet. Uang lagi sedikit, sy pasti beralih ke Indomie, dan sebagai mahasiswa hal itu sudah jamak. Tetapi, sekarang sebagai pekerja yang sehari-hari makan di warteg, kenapa saya lupa, dengan alternative indomie tadi.
Masalahnya, kebiasaan.

Kebiasaan kadang menjadikan kita sulit untuk memikirkan opsi, selain opsi-opsi yang kita jalani, lakukan setiap hari. Dan ketika opsi sederhana di luar alternative muncul, rasanya hal itu menjadi sebuah penemuan yang …yeah…cukup luar biasa bagi orang yang lapar.

Dan hal ini, sama kasusnya saat kemarin saat saya ke curug panjang.

Imam, salah seorang dari rombongan kami, memasukan tangannya ke kaus. Pasalnya, waktu itu hujan. Udara dingin. Dan kami berteduh di rumah orang, di samping kandang kambing. Ha, ha, orang tidak tahu penyebab sy tersenyum saat itu.

Saya sudah lama tidak melihat fenomena semacam yang dilakukan Imam. Mungkin sudah sepuluh tahun tak melakukannya.

Rasanya hal itu mengilhami banyak hal.

Dan yang namanya ilham itu bukan sesuatu megah, tetapi sesuatu yang mungkin pernah kita lakukan tetapi karena keadaan kita lupakan.

Begitulah saudara.

3 komentar:

  1. Sundawi says:

    Rutinitas memang suka membuat keseharian kita menjadi banal gak berarti. Tapi ada masanya kita berada di sebuah ujung antara kegalauan hidup dan rutinitas banal: kompleksitas yang memberi kta pencerahan. Kita sebut saja ilham. Sebuah makna.

  1. TOREZERO says:

    dua hari kemaren saya nyuci celana pendek saya yang udah lama gk keliatan.. rupanya ketimbun sama baju2 bekas.. beres nyuci sayah kodok saku celana saya itu.. eh.. saya nemu uang 35 rebu!!! itulah Ilham!! haha...

  1. Anonim says:

    asa teu nyambung judul dengan isi tulisan :)
    tapi ga pa-pa, tidak mesti sama kan antara judul dan isi?

    makanya ada tombol F5, ada hari minggu, cuti dan lain2, agar bisa mendapatkan ilham...


    hasan abadi kamil
    www.thenangkalandaks.wordpress.com

be responsible with your comment